TURUNNYA Al-QUR’AN DENGAN TUJUH HURUF


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang karena Anugerah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang “TURUNNYA AL-QUR’AN DENGAN TUJUH HURUF” ini. Sholawat serta salam kita curahkan kepada junjungan Nabi besar kita yaitu, Nabi Muhammad saw.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata kuliah Pengantar Studi Al-Qur’an dengan Judul “TURUNNYA AL-QUR’AN DENGAN TUJUH HURUF”.
Dalam penyusunan Makalah ini , Saya sadar masih banyak kekurangan dan kekeliruan, maka dari itu saya mengharapkan kritikan positif, Sehingga bisa diperbaiki.
Saya berharap semoga makalah ini menjadi bermanfaat khususnya bagi saya dan umumnya bagi seluruh pembaca. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Cirebon, 28 Oktober 2016



















DAFTAR ISI

Kata Pengantar..............................................................................................................i
Bab I  Pendahuluan.......................................................................................................ii
A.    Latar Belakang Makalah                                                                                  2.1
B.     Rumusan Makalah                                                                                          2.2      
C.     Tujuan Pembahasan                                                                                        2.3
Bab II Pembahasan........................................................................................................iii
Bab III Penutup..............................................................................................................iv
D.    Kesimpulan                                                                                                      5.1    
E.     Saran                                                                                                                  5.2
Daftar Pustaka.................................................................................................................v






















BAB I
 PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an merupakan sumber hukum sebagai pedoman umat islam yang berisi petunjuk. Al-Qur’an sebagai mu’jizat dari Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw untuk mengkaji dan meneliti kandungan makna dan kebenarannya.Dimekkah mayoritas muslim memiliki latar belakang budaya yang beragam.

            berbagai aksen terjadi kontak. Pengajaran Al-Qur’an pada suku yang berbedapun dirasaperludanmengharuskanmerekameninggalkandialekaslisecarakeseluruhandanmeninggalkandialek Arab Quraish di mana Qur'an diwahyukan, rasanyasuatumasalah yang dirasasulituntukdilakukanGunamemfasilitasimasalahtersebut, Nabi Muhammad mengajarkanmereka AI-Qur'an dengandialekmereka. Dalam satukesempatandua orang ataulebihdarisuku yang berbedaboleh juga belajar Al-Qur'an dalamdialek mereka, jikadirasaperlu.

Al-Qur’an diturunkan atas tujuh huruf ini banyak diperdebatkan oleh para ulama dari maksud tujuh huruf dan dalil-dalilnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang diimaksud Al-Qur’an sebagai tujuh huruf?
2.      Apa Hikmah mempelajari Al-Qur-an sebagai tujuh huruf?
3.      Perbedaan pendapat apa saja yang terdapat di Al-Qur’an sebagai tujuh huruf?

C.    Tujuan Pembahasan
Untuk memenuhi tugas Individu mata kuliah pengantar studi Al-Qur’an. Untuk mengetahui asal usul turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf dan menambah wawasan pengetahuan, khususnya tentang Turunnya Al-Qur’an sebagai tujuh huruf.





BAB II
 PEMBAHASAN

A.    TURUNNYA AL-QUR’AN DENGAN TUJUH HURUF

Orang Arab mempunyai aneka ragam lahjah(dialek) yang timbul dari fitrah mereka dalam langgam, suara dan huruf-huruf sebaimana diterangkan secara komprehensip dalam kitab-kitab sastra. Setiap kabilah mempunyai irama tersendiri dalam mengucapkan kata-kata yang tidak dimiliki oleh kabilah-kabilah lain. Namun Kaum Quraisy mempunyai faktor-faktor yang menyebabkan bahasa mereka lebih unggul diantara cabang-cabang bahasa Arab lainnya,  yang antara lain karena tugas mereka menjaga Baitullah, menjamu para jamaah haji, memakmurkan Masjidil Haram dan menguasai perdagangan. Oleh sebab itU,  Semua suku Bangsa Arab menjadikan bahasa Quraisy sebagai bahasa induk karena adanya karekteristik tersebut. Dengan demikian, wajarlah jika Qur’an diturunkan dalam logat Quraisy, kepada Rasul yang Quraisy pula untuk mempersatukan bangsa Arab dan mewujudkan kemukjizatan  Qur’an ketika mereka gagal mendatangkan satu surah yang seperti Al-Qur’an.
Apabila Orang Arab berbeda lahjah dalam pengungkapan sesuatu makna dengan beberapa perbedaan tertentu,  maka Qur’an diwayuhkan Allah kepada Rasul-Nya, Muhammad, menyempurnakan makna kemukjizatannya karena ia mencakup semua hurufdan wajah qiraah pilihan diantara lahjah-lahjah itu. Dan ini merupakan salah satu sebab yang memudahkan mereka untuk membaca, menghafal dan memahaminya.










A.    Dalil-Dalil Turunnya Al-Qur’an dengan Tujuh Huruf

·         Nas-nas sunah cukup banyak mengemukakan hadis mengenai turunnya Qur’an dengan tujuhhuruf. Diantaranya :

Ø  Dari Ibn Abbas, ia berkata :

“Rasulullah berkata : ‘Jibril membacakan (Qur’an) kepadaku dengan satu huruf. Kemudian berulang kali aku mendesak dan meminta agar huruf itu ditambah, dan ia pun menambahnya kepadaku sampai dengan tujuh huruf.’’

Ø  Dari Ubai bin Ka’b :

“ Ketika Nabi berada didekat Parit Bani Gafar, ia didatangi Jibril seraya mengatakan: ‘Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur’an kepada umatmu dengan satu huruf.’ Ia menjawab: ‘Aku memohon kepada Allah ampunandan magfirah-Nya, karena umatku tidak dapat melaksanakan perintah itu.’ Kemudian Jibril datang lagi untuk yang kedua kalinya dan berkata: ‘Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur’an kepada umatmu dengan dua huruf.’ Nabi menjawab: ‘Aku memohon kepada Allah ampunan dan magfirah-Nya, Umatku tidak kuat melaksanakannya.’ Jibril datang lagi untuk ketiga kalinya, lalu mengatakan: ‘Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur’an kepada umatmu dengan tiga huruf.’ Nabi menjawab: ‘Aku memohon kepada Allah ampunan dan magfirah-Nya, sebab umatku tidak dapat melaksanakannya.’ Kemudian Jibril datang lagi untuk yang keempat kalinya seraya berkata: ‘Allah memerintahkan kepadamu agar membacakan Qur’an kepada umatmu dengan tujuh huruf, dengan huruf mana saja mereka membacanya, mereka tetap benar.”





Ø  Dari Umar bin Khattab, ia berkata:
“Aku mendengar Hisyam bin Hakim membacakan surah al-Furqan dimasa hidup Rasulullah Aku perhatikan bacaannya. Tiba-tiba ia membacanya dengan banyak huruf yang belum pernah dibacakan Rasulullah kepadaku, sehingga hampir saja aku melabraknya di saat dia shalat, tetapi aku berusaha sabar menynggnya sampai salam. Begitu salam, aku tarik selendangnya dan bertanay, “ Siapakah yang membacakan (mengajarkan bacaan) surah itu kepadamu? Dia menjawab: ‘Rasulullah yang membacakan kepadaku.’ Lalu aku katakan kepadanya: ‘Dusta kau! Demi Allah Rasulullah telah membacakan juga kepadaku suarah yang kau dengar tadi engaku membacanya (tapi tidak seperti bacaanmu).’ Kemudian aku bawa dia ke hadapan Rasulullah, dan aku menceritakan kepadanya bahwa ‘Aku telah mendengar orang ini membaca surah al-Furqan dengan huruf`-huruf yang tidak pernah engkau bacakan kepadaku, padahal engkau sendiri telah membacakan surah Al-Furqan kepadaku. ‘Maka Rasulullah berkata: ‘Lepaskan dia, whai Umar Bacalah surah tadi, wahai Hisyam , Hisyam pum membacanya dengan bacaan seperti kudengar tadai. Maka kata Rasulullah SAW: ‘Begitulah surah itu diturunkan.’ Ia berkata lagi: ‘Bacalah wahai Umar, lalu aku membacanya dengan bacaan sebagaimana diajarkan Rasulullah kepadaku. Maka Kata Rasulullah; Begitulah surah itu diturunkan.’ Dan Katanya lagi: ‘Sesungguhnya Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah dengan huruf yang mudah bagimu diantaranya.’ Hadis-hadis yang diselidiki oleh Ibn Jarir didalam pengantar Tafsirnya. As-Sayuti menyebutkan bahwa hadis-hadis diriwayatkan dari dua puluh orang sahabat. Abu ‘Ubaid al-Qasim bin salam menetapkan kemutawatiran hadis mengenai turunnya Qur’an dengan tujuh huruf.

Hadis-hadis yang berkenaan dengan hal itu amat banyak jumlahnya dan sebagian besar telah diselidiki oleh Ibn Jarir didalam pengantar tafsirnya. As-Suyuti menyebutkan bahwa hadis-hadis tersebut diriwayatkan dari dua puluh orang sahabat. Abu ‘Ubaid al Qasim bin Salam menetapkan kemutawatiran hadis mengenai turunnya Qur’an dengan tujuh huruf.



C.Perbedaan pendapat tentang pengertian Tujuh Huruf

Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan tujuhhuruf  dengan perbedaan yang maca-macam. Sehingga Ibn Hayyan mengatakan : “Ahli ilmu berbeda pendapat tentang arti kata tujuhhuruf menjadi tiga puluh lima pendapat.” Namun kebanyakan pendapat-pendapat itu bertumpang. Disini kami akan mengemukakan beberapa pendapat di antaranya yang dianggap paling mendekati kebenaran.
A.    Sebagian besar ulama berpendapat bahwa  yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa;bahasa Arab mengenai satu makna; dengan pengertian jika bahasa mereka berbeda-beda dalam mengungkapkan satu makna, maka Qur’an pun diturunkan dengan sejumlah lafaz sesuai dengan ragam bahasa tersebut tentang makna yang satu itu. Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka Qur’an hanya mendatangkan satu lafaz atau lebih saja.
Kemudian mereka berbeda pendapat juga dalam menentukan ketujuh bahasa itu
Dikatakan bahwa ketujuh bahasa itu adalah bahasa Quraisy, Huzail, Saqif, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim, dan Yamna.
Menurut Abu Hatim as;Sijistani, Qur’an diturunkan dalam bahasa Quraisy, Huzail, Tamim, Azad, Rabi’ah, Hawazin dan sa’ad bin Bakar.

B.     Suatu kaum berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh  huruf  adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab dengan mana Al-Qur’an diturunkan, dengan pengertian bahwa kata-kata dalam Qur’an secara keseluruhan tidak keluar dari ketujuh macam bahasa yang tadi, yaitu bahasa yang paling fasih dikalangan Bangsa Arab, meskipun sebagian besarnya dalam bahasa Quraisy.sedangkan sebagian bahasa yang lain dalam bahasa Huzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim atau Yaman; karena keseluruhan Al-Qur’an mencakup ketujuh bahasa  tersebut.



C.     Sebagian Ulamamenyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf  adalah tujuh wajah, yaitu:
-          amr  (perintah)
-           nahyu (larangan)
-           wa’d (janji)
-          wa’id (ancaman)
-           jadal (perdebatan)
-           qasas (cerita)
-           masal (perumpamaan). Atau
 amr, nahyu, halal, haram, muhkam, mutasyabih dan amsal.
“Dari ibn Mas’ud, Nabi berkata: ‘Kitab umat terdahulu ditrunkan dari satu pintu dan dengam tujuh huruf, yaitu: zajr (larangan), amr, halal, haram, muhkam, mutasyabih dan amsal.

D.    Segolongan ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam hal yang didalamnya ikhtilaf (perbedaan), yaitu:

1.      Ikhtilaful asma’(perbedaan kata benda)
Dalam bentuk mufrad (tunggal), muzakkar (laki)dan cabang-cabangnya, seperti tasniyah, (double),jamak (plural)dan ta’nis (perempuan). Misalnya firman Allah وَالَّذِينَ هُمْ لأمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (al-Mukminun:8)
Pada kata li amanatihin, bisa dibaca pendek pada huruf nun(li amanatihim) dengan makna tunggal, yaitu satu amanah saja. Namun bisa juga dibaca dengan panjang menjadi li amanaatihimdengan bentuk mufrad dan dibaca pula dengan bentuk jamak.
Sedangkan rasamnya (penulisannya) dalam bentuk mushaf adalah لأمَانَتِهِمْ
Yang memungkinkan kedua qiraat itu dibaca, baik pendek atau pun panjang, karena tidak adanya alif yang disukun.  Tetapi kesimpulan akhir dari kedua macam qiraat itu adalah sama. Sebab bacaan dengan bentuk jamak dimaksudkan untuk arti istighraq (keseluruhan) yang menunjukkan jenis-jenisnya.
Sedang bacaan dengan bentuk mufrad, dimaksudkan untuk jenis yang menunjukkan makna banyak. Yaitu semua jenis amanat yang mengandung bermacam-macam amanat yang banyak jumlahnya.

2.      Perbedaan dalam segi I’rab ( harakat akhir kata )

Seperti firman Allah: ماهذا بشر Ini bukan manusia (QS. Yusuf:31)
Jumhur ulama Qiraaat membacanya dengan nasab (accusative) menjadi maa hadzaa basyara, dengan alasan bahwa kata (ما) berfungsi seperti kata (ليس) dan ini adalah bahasa penduduk hijaz yang dalam bahasa inilah Qur’an diturunkan
Sedang Ibn Mas’ud membacanya dengan rafa’ (nominatif) (ماهذا بشرُ) menjadi maa hadza basyarun, sesuai dengan bahasa Bani Tamim, karena mereka tidak memfungsikan (ما) seperti (ليس).

3.Perbedaan Dalam Tasrif 

Sepertifirman Allah SWT berikut ini: ربنا باعد بين أسفارنا Ya tuhan kami, jauhkanlah perjalanan kami (QS. Saba’: 19),
Lafadz rabbana oleh sebagian ulama dibaca dengan menasabkan ربُّنا karena menjadi munada’ mudhaf dan باعِد dibaca dengan bentuk perintah (fi’il amar).

4. Perbedaan dalam taqdim (mendahulukan) dan ta’khir (mengakhirkan), baik terjadi pada huruf seperti firman-Nya (ar-Ra’d [13]:31), (at-Taubah [9]111). Adapun qiraat (Qaf [5]:19)

5.Perbedaan dalam segi ibdal (pengantian), baik pergantian huruf dengan huruf, seperti (Al-Baqarah [2]:259) yang dibaca dengan huruf za dan mendamahkan nun, disamping dibaca pula dengan huruf ra dan memfatahkan nun, maupun pergantian lafaz, seprti firmannya (al-Qariah [101]:5)
6. Perbedaan karena ada penambahan dan pengurangan . Ikhtilaf dengan penambahan (ziyadah) misalnya firman Allah (at-Taubah [9]100)

7. Perbedaan lahjah seperti bacaan tafkhim (menebalkan) dan tarqiq (menipiskan), fatah dan imalah, izhar dan idgam, hamzah dan tashil, isymam, dan lain-lain.
E.     Sebagian Ulamaada yang berpendapat bahwa bilangan tujuh itu tidak diartikan secara harfiah (bukan bilangan  antara enam dan delapan) bilangan tersebut hanya sebagai lambang kesempurnaan menurut kebiasaan orang Arab.       Dengan demikian, maka kata tujuh adalah isyarat bahwa bahasa dan susunan Qur’an merupakan batas dan sumber utama bagi perkataan semua orang Arab yang telah mencapai puncak kesempurnaan tertinggi. Sebab, lafaz sab’ah (tujuh) dipergunakan pula untuk menunjukkan jumlah banyak dan sempurna dalam bilangan satuan, seperti “tujuh puluh” dalan bilangan puluhan, dan “tujuh ratus” dalam ratusan. Tetapi kata-kata itu tidak dimaksudkan untuk menunjukkan bilangan tertentu.
F.      Segolongan Ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf tersebut qiraat tujuh
v  Tarjih dan Analisis
Pendapat terkuat dari semua pendapat yang telah disebutkan tentang pengertian tujuh huruf adalah pendapat pertama [A], yaitu bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macan bahasa dari bahasa-bahasa Arab dalam mengungkapkan makna yang sama. Misalnya aqbil, ta’ala, halumma, ‘ajal dan asra’. Lafal-lafal yang berbeda ini digunakan untuk menunjukkan satu makna yaitu perintah untuk menghadap. Pendapat ini dipilih oleh Sufyan bin ‘Uyainah, Ibn Jarir, Ibn Wahb dan lainnya. Ibn ‘Abdil Barr menisbahkan pendapat ini kepada sebagian besar ulama dan dalil bagi pendapat ini adalah apa yang terdapat dalam hadits Abu Bakrah berikut:
“Jibril mengatakan: ‘Wahai Muhammad, bacalah al-Qur’an dengan satu huruf.’ Lalu Mikail mengatakan: ‘Tambahkanlah’ Jibril berkata lagi: ‘Dengan dua huruf.’ Jibril terus menambahkannya sampai enam atau tujuh huruf. Lalu ia berkata: ‘Semua itu obat penawar yang memadai, selama ayat azab tidak ditutup dengan ayat rahmat, dan ayat rahmat tidak ditutup dengan ayat azab. Seperti kata-kata: halumma, ta’ala, aqbil, izhab, asra’ dan ajal



·         Pendapat pertama ini didukung oleh banyak hadis, antara lain:
·          قرأ رجل عند عمر بن الخطاب رضي الله عنه فغيَّر عليه، فقال: لقد قرأتُ على رسول الله صلى الله عليه وسلم فلم يغيِّر عليّ
. قال: فاختصما عند النبي صلى الله عليه وسلم، فقال: يا رسول الله، ألم تقرئني آية كذا وكذا؟ قال: بلى! قال: فوقع في صدر عمرَ شيء، فعرف النبي صلى الله عليه وسلم ذلك في وجهه، قال: فضربَ صدره وقال: ابعَدْ شيطانًا -قالها ثلاثًا- ثم قال: يا عمرُ، إن القرآن كلَّه صواب، ما لم تجعلْ رحمةً عذابًا أو عذابا رحمةً.
“Seorang laki-laki yang membaca al-Qur’an di sisi ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu, lalu hal itu membuat ‘Umar marah, lalu orang itu berkata:”Aku telah membacanya di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, namun beliau tidak memarahiku.” Perawi hadits berkata:”Lalu keduanya berselisih pendapat di hadapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.” Maka orang itu berkata:”Wahai Rasulullah bukankah anda membacakan kepadaku ayat ini dan ini?” Beliau bersabda:”Ya benar” Perawi berkata:”Maka dalam diri ‘Umar radhiyallahu 'anhu ada sesuatu yang mengganjal (ketika mendengar jawaban Nabi), maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengetahui hal itu dari wajahnya. Lalu beliau menepuk dada ‘Umar dan bersabda:”Jauhilah setan” Beliau mengulanginya tiga kali. Kemudian beliau juga berkata:”Wahai ‘Umar, Al-Qur’an itu seluruhnya adalah benar, selama ayat rahmat tidak dijadikan ayat adzab, dan ayat adzab tidak dijadikan rahmat.” (Tafsir ath-Thabari)
Dari Busr bin Sa’id :
“Abu Juhaim al-Ansari mendapat berita bahwa dua orang lelaki berselisih tentang sesuatu ayat Qur’an. Yang satu mengatakan, ayat itu diterima dari Rasulullah, dan yang lain pun mengatakan demikian. Lalu keduanya menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah. Maka kata Rasulullah: ‘Sesungguhnya Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka janganlah kamu saling berdebat tentang Qur’an karena perdebatan mengenainya merupakan suatu kekafiran.’ Sesungguhnya Allah telah menyuruh aku agar membaca Qur’an atas tujuh huruf.



·         Pendapat kedua (B) – tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab dengan mana Qur’an diturunkan; dengan pengertian bahwa kalimat-kalimatnya secara keseluruhan tidak keluar dari ketujuh bahasa tadi, karena itu maka himpunan Qur’an  telah mencakupnya – dapat dijawab bahwa bahasa Arab itu lebih banyak dari tujuh macan, di samping itu Umar bin Khattab dan Hisyam bin Hakim kedua-keduanya adalah orang Quraisy yang mempunyai bahasa yang sama dan duanya adalah orang Quraisy yang mempunyai bahasa yang sama dan kabilah yang sama pula, tetapi qiraat (bacaan) kedua orang itu berbeda, dan mustahil Umar mengingkari bahasa Hisyam (namun ternyata Umar mengingkarinya).
·         Pendapat Ketiga (C) – tujuh macam hal (makna), yaitu:
-          Amr
-          Nahyu
-           Halal
-          Haram
-          Muhkam
-          mutasyabih
-          Masal
Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi berkata, "Kitab umat terdahulu diturunkan dari satu pintu dan dengan satu huruf. Sedang Qur’an diturunkan melalui tujuh pintu dengan tujuh huruf, yaitu: zajr (larangan), amr, halal, haram, muhkam, mutasyabih dan amsal."

·         Pendapat keempat (D) – yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh macam hal yang didalamnya terjadi ikhtilaf. – dijawab , bahwa pendapat ini meskipun telah populer dan diterima, tetapi ia tidak dapat tegak dihadapan bukti-bukti dan argumentasi pendapat pertama yang menyatakan dengan tegas sebagai perbedaan dalam beberapa lafaz yang mempunyai makna yang sama.





·         Pendapat kelima (E) – yang menyatakan bilangan tujuh itu tidak diartikan secara harfiah, dapat dijawab,bahwa nas-nas hadis menunjukkan hakikat bilangan tersebut secara tegas; seperti “Jibril membacakan (Qur’an) kepadaku dengan satu huruf. Kemudian berulangkali aku mendesaknya agar huruf itu ditambah, dan ia pun menambahkan-nya kepadaku sampai tujuh huruf”. “Dan sesungguhnya Tuhanku mengutusku untuk membaca Qur’an dengan satu huruf. Lalu berulang-ulang aku meminta kepada-Nya untuk memeri kemudahan kepada umatku. Maka ia mengutusku agar membaca Qur’an dengan tujuh huruf.”

·         Pendapat keenam (F) yang menyatakan tujuh huruf adalah tujuh qiraat, dapat dijawab, bahwa Qur’an itu bukanlah qiraat.
Berkata Abu Syamah:”Suatu kaum mengira bawa qiraat tujuh yang ada sekarang ini itulah yang dimaksudkan dengan tujuh huruf dalam hadis. Asumsi ini sangat bertentangan dengan kesepakatan ahli ilmu, dan yang beranggapan seperti itu hanyalah sebagian orang-orang bodoh saja.

Jadi, bahwa pendapat (A) yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh bahasa dari bahasa Orang Arab mengenai satu makna yang sama adalah pendapat yang sesuai dengan zahir nas-nas dan didukung oleh bukti-buti yang sahih.












C.    Hikmah Turunnya Qur’an dengan Tujuh Huruf
Hikmah diturunkannya Qur’an dengan tujuh huruf dapat disimpulkan sebagai  berikut :
1.      Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi., tidak bisa baca tulis, yang setiap kabilahnya mempunyai dialek masing-masing, namun belum terbiasa menghafal syari’at, apalagi mentradisikannya. Hikmah ini ditegaskan oleh beberapa hadis.
Ubai berkata :
“Rasulullah bertemu dengan Jibril di Ahjarul Mira’, sebuah tempat di Kuba, lalu berkata: ‘Aku ini diutus kepada umat yang ummi. Diantara mereka ada anak-anak, pembantu, kakek-kakek tua dan nenek-nenek jompo.’ Maka kata Jibril: ‘ Hendaklah mereka membaca Qur’an dengan tujuh huruf.”
2.      Bukti kemu’jizatan Qur’an bagi naluri atau watak kebahasaan orang Arab. Sehingga setiap orang arab dapat mengalunkan huruf-.huruf dan kata-katanya sesuai dengan irama yang telah menjadi watak dasar mereka dan lahjah kaumnya, dengan tetap keberadaan Qur’an sebagai mukjizat yang ditantangkan Rasulullah kepada mereka.
3.      Kemukjizatan Qur’an dalam aspek makna dan hukum-hukumnya. Bentuk lafaz pada sebagian huruf dan kata memberikan peluang luas untuk dapat disimpulkan dari padanya berbagai hukum. Oleh karena itu para fuqaha dalam istinbat (penyimpanan hukum) dan ijtihad berhujjah dengan qiraat bagi ketujuh huruf ini




                                            


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN:

Syekh Syihabuddin Abu Syamah mengatakan, “ Apakah kumpulan dalam mushaf ini merupakan rangkuman seluruh huruf yang tujuh yang menjadi standar bacaan atau hanya satu huruf saja? Qadhi Abu Bakar mengatakan bahwa semuanya tercakup.

Abu Jafar  Asy-Syaikh As-Shathibi cenderung kepada pendapat At-Tabari dan kebanyakan ulama-ulama yang berikutnya menjelaskan bahwa kumpulan mushaf itu hanya merupakan satu huruf saja. Asy-Syaikh As-Shathibi cenderung kepada pendapat Qadhi Abu Bakar tentang Mushaf yang dikumpulkan pada masa Abu Bakar, dan kepada pendapat dalam  Imam At-Tabari dalam hal Mushaf yang disusun dimasa Usman.
As-Zarkashi dalam kitabnya Al-Burhan mengatakan, “Golongan Mutaakhkhirin mengatakan bahwa qira’at-qira’at yang tujuh dibacakan oleh para qari’ yang tujuh semuanya adalah benar dari Rasulullah SAW. Itulah mushaf yang dibukan oleh Usman r.a Tujuh qiraat tersebut merupakan bacaan hasil seleksi dari para qari”, karena masing-masing dari mereka memilih bacaan yang lebih baik dari beberapa qira’at yang ia kuasai, dan selalu membacanya dengan bacaan.

SARAN :
Diharapkan semua muslim lebih sering untuk membaca Al-Qur’an













DAFTAR PUSTAKA

al-Qattan,Manna’Khalil.2013.Studi Ilmu-Ilmu Qur’an.Bogor:Litera:AntarNusa
























[1]  Manna Khalil al-Qur’an, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an hlm . 225
[2]Hadis Bukhari, Muslim dan lain-lain hlm226

[3]Hadis Muslimhlm 227-228
[4]Hadis Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasa’i, Tirmizi, Ahmad dan Ibn Jarir. hlm 229
Lihat al-Itqan, jilid 1, halaman 41 hlm 229

[5]Lihat al-Itqan, jilid 1, halaman 47 hlm .230
Hadis Hakim dan Baihaqihlm . 231
[6]Hadis Hakim dan Baihaqi hlm .231-233
[7]Lihat al-Itqan, jilid 1, halaman 45 hlm . 233-235
[8]Hadis Ahmad dengan shad yang para perawinya dapat dipercaya, dan dikeluarkan pula oleh tabari hlm  . 235-236
Hadis Ahmad dalam al-Musnad, dan Tabari, dinukil pula oleh Ibn kasir dalam al-fada’il dan oleh al-Haisami dalam Majma’uz Zawa’id, dan ia mengatakan: Perawinya adalah para perawi hadis sahihhlm . 237
[9]Hadis Bukhari dan muslim
HadisMuslim hlm . 242
[10]Manna Khalil al-Qur’an, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an hlm . 246


Komentar

Postingan populer dari blog ini

LINGKUNGAN DAN ATMOSFER PENDIDIKAN ISLAM

Keutamaan Mempelajari Al-Qur’an dan Mengajarkannya

Makalah sejarah dan Turunnya Al-Qur'an