Makalah Jadal atau perdebatan dalam islam
BAB I
A. LATAR BELAKANG
Al-Qur’an adalah kitab suci bagi umat Islam, yang disampaikan Allah SWT kepada Rasulullah
dengan perantaraan malaikat Jibril. Kitab ini merupakan petunjuk dan aturan
hidup yang paling sempurna, yang diturunkan untuk membimbing manusia ke arah
kebahagiaan dan kebaikan.
Ayat-ayat dalam Kitab Al-Qur’an menggunakan bahasa
Arab dan susunan kalimat-kalimatnya mengandung nilai sastra yang sangat
sempurna. Bahasa yang digunakan dalam Al-Qur’an sedemikian menakjubkan sehingga
kita tidak akan bisa menemukan ada kitab lain yang bisa menyamai keindahannya,
apalagi melebihinya. Taha Husain, seorang sastrawan Mesir menyatakan,
“Al-Qur’an jauh lebih indah dari prosa dan syair, karena keistimewaan yang
dimilikinya tidak bisa ditemukan dalam prosa atau syair manapun. Oleh karena
itu, al-Qur’an tidak bisa disebut sebagai prosa, tidak pula bisa disebut syair.
Al-Qur’an adalah al-Qur’an, dan tidak bisa disamakan
Namun demikian, al-Qur’an mengandung kalimat-kalimat
yang sangat halus dan berbagai gaya
bahasa sastra, seperti majaz, metafora, perumpamaan, atau penyerupaan. Dalam
al-Qur’an juga terdapat ayat-ayat yang berpola atau berirama, yang jumlahnya
lebih dari 100 ayat. Namun demikian, al-Qur’an memiliki perbedaan besar dengan
syair. Selain itu, poin yang menarik untuk dicermati adalah bahwa al-Qur’an
juga memiliki perbedaan dengan kalimat, khutbah, dan hadits dari para nabi,
sehingga al-Qur’an merupakan sebuah karya yang tidak ada dua.
BAB II
JIDAL DALAM AL-QUR’AN[1]
A PENGERTIAN
JIDAL AL-QURAN
“Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.(Q.S. An-Nahl:125)
Muqaddimah
Jadal merupakan sebuah salah satu tema tertentu dalam
pembahasan dalam ilmu al-qur’an dimana ada salah seorang Ulama’ Mutaakhkhirin
yang menulis secara khusus tentang topik ini, beliau adalah al-‘Allamah
Sulaiman bin Abdul qawi bin Abdul Karim, yang dikenal dengan Ibnu Abul ‘Abbas
al- Hanbali Najmuddin at-Tufi wafat pada 715 H. Secara naluri memang setiap
seseorang mempunyai akal dan pemikiran yang berbeda-beda, sehingga menjadikan
antara mereka saling mengutarakan dan mengungkapkan pemahaman mereka tentang
sesuatu. Maka jika apa yang disampaikannya berbeda dengan yang lain maka
terjadilah perdebatan. Begitu juga pada zaman Rasulullah SAW yang mana beliau
menghadapi orang-orang Arab yang mempunyai karakter yang keras, sehingga jika
Nabi menyampaikan wahyunya sering ditentang oleh masyarakat Arab bahkan
mendustakannya.
Akan tetapi karena Nabi Muhammad memang seorang Rasul
yang sangat sabar yang diutus Allah untuk menyampaikan risalahNya, beliau
sampaikan dengan cara yang lembut. Orang Arab terkenal dengan ahli bahasa dan
syair yang bagus, tapi ketika menghadapi Al-Qur’an yang lebih tinggi dan indah
bahasanya sehingga mereka tidak dapat menandinginya sedikitpun.
Definisi Jadal Al-Qur’an
Adapun secara istilah Jadal dan Jidal adalah bertukar
pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan. Pengertian
ini berasal dari kata (aku kokohkan jalinan tali itu), mengingat kedua belah
pihak itu mengokohkan pendapatnya masing-masing dan berusaha menjatuhkan lawan
dari pendirian yang dipeganginya.
Dalam literatur lain disebutkan depinisi “Al-jadal ”
dan al-jidal, maknanya bertarung dalam bentuk beradu dan tewas menewas. asal
kalimat ini ialah ” saya menyimpul tali ”
yakni apabila
saya memperkemaskan simpulannya. “tali yang tersimpul” ialah tali yang telah dikemas
kuatkan simpulannya.Dengan maksud, seolah olah mereka yang berdebat saling
memperkuatkan hujjah dan menyimpulkannya, sebagaimana beliau menguatkankan
simpulan tali, supaya dengan menguatkan hujjahnya beliau akan dapat
menewaskan lawannya.
Sedangkan menurut istilah terdapat beberapa pendapat
di kalangan ulama antara lain, Menurut Ibn Sina, jidal adalah bertukar fikiran
dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan bicara. Al-Jurjani
berpendapat bahwa jidal ialah mengokohkan pendapatnya masing-masing dan
berusaha menjatuhkan lawan bicara dari pendirian yang dipeganginya. Seiring
pendapat di atas, menurut tafsir an-Nasafi – dalam Muinzier Spurata dan Harjani
–berbantahan dengan cara yang baik yaitu dengan jalan yang sebaik-baiknya dalam
bermujadalah, antara lain dengan perkataan yang lunak, lemah lembut, tidak
dengan ucapan yang kasar atau dengan menggunakan perkataan yang bisa
menyadarkan hati, membangun jiwa dan menerangi akal pikiran Sayyid Muhammad
Thantawi berpendapat bahwa Mujadalah adalah suatu upaya yang bertujuan untuk
mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang
kuat. Ini mengandung arti, berbantahan dengan baik yaitu dengan jalan yang
sebaik-baiknya dalam bermujadalah, antara lain dengan perkataan yang lunak,
lemah lembut, tidak dengan ucapan yang kasar atau dengan mempergunakan sesuatu
(perkataan) yang bisa menyadarkan hati, membangunkan jiwa dan menerangi akal
fikiran, ini merupakan penolakan bagi orang yang enggan melakukan perdebatan
dalam agama.
Jadi kata “jadilhum billati hiya ahsan”
dalam ayat di atas, bermaksud bantahlah dengan cara yang lebih baik, kalau
telah terpaksa timbul perdebatan atau pertukaran pikiran, yang sekarang disebut
dengan polemik, ayat ini menyuruh agar dalam hal yang demikian, kalau sudah
tidak dapat dielakkan lagi, pilihlah jalan yang sebaik-baiknya. Di antaranya ialah
membedakan antara pokok masalah yang dibahas dengan perasaan benci atau saying kepada
pribadi yang diajak berbantah. Misalnya seseorang yang masih kufur, belum
mengerti tentang ajaran Islam, lalu dengan sesukanya mencela Islam, orang ini
dibantah dengan jalan yang sebaik-baiknya, disadarkan dan diajak fikirannya,
sehingga dia menerima. Tetapi kalau terlebih dahulu hatinya telah tersakiti
karena kita membantah dengan cara yang salah, mungkin ia enggan menerima
kebenaran, sekalipun hati kecilnya meyakini. Di sinilah mujadalah berperan
sebagai metode dalam berdakwah
B METODE BERDEBAT YANG DITEMPUH AL-QURAN
Qur’an Al-Karim dalam berdebat dengan
para penentangnya banyak mengemukakan dalil dan bukti kuat serta jelas yang
dapat dimengerti kalangan awam dan orang ahli, ia membatalkan setiap kerancuan
vulgar dan mematahkannya dengan perlawanan dan pertahanan dalam uslubb yang
konkrit hasilnya, indah susunannya dan tidak memerlukan pemerasan akal atau
banyak penyelidikan.
Qur’an tidak menempuh metode yang
dipegang teguh oleh para ahli kalam yang meemerlukan adanya muqadimmah (premis)
dan nafiah (kongklusi), seperti dengan cara beristidlal (inferensi) dengan
sesuatu yang bersifat kully (universal) atas yang juz’iy (partial) dalam qias
syumul, beristidlal dengan salah satu dua juz’iyat yang lain dalam qias
tamtsil, atau beristidlal dengan juz’iyat kullly dalam kias istiqra. Hal itu disebabkan:
A. Qur’an datang dalam bahasa Arab dan menyeru mereka
dengan bahasa yang mereka ketahui.
B. Bersandar pada fitrah jiwa, yang percaya kepada apa
yang disaksikan dan dirasakan, tanpa perlu penggunaan pemikiran mendalam dalam
beristidlal adalah lebih kuat pengaruhnya dan lebih effective hujjahnya.
C. Meninggalkan pembicaraan yang jelas, dan
mempergunakan tutur kata yang pelik, merupakan kerancuan dan teka-teki yang
hanya dapat dimengerti kalangan ahli (khas). Cara demikian yang biasa ditempuh
para ahli mantiq (logika) ini tidak sepenuhnya benar. Karena itu dalil-dalil
tentang tauhid dan hidup kembali di akhirat yang diungkapkan dalam Qur’an
merupakan dalalah tertentu yang dapat memberikan makna yang ditunjuknya secara
otomatis tanpa harus memasukannya ke dalam qadiyah kulliyah (universal
posisition)
Mengapa Terdapat Jadal Dalam Alquran ?
C FAKTOR JADAL AL-QURAN
hal ini disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya
adalah
1.karena Allah sendiri telah berfirman dalam Alquran
yang berbunyi :
Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan
bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.
Maka Allah menyesatkan siapa yang dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada
siapa yang dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha
Bijaksana.
Al Quran diturunkan dalam bahasa Arab itu, bukanlah
berarti bahwa Al Qu'an untuk bangsa Arab saja tetapi untuk seluruh manusia.
disesatkan Allah berarti: bahwa orang itu sesat
berhubung keingkarannya dan tidak mau memahami petunjuk-petunjuk Allah. dalam
ayat ini, Karena mereka itu ingkar dan tidak mau memahami apa sebabnya Allah
menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan, Maka mereka itu menjadi sesat.
2.membantah pendapat para penentang dan lawan serta
membantah argumen mereka karena mereka cenderung berbantahan tapi mereka tidak
mampu mendatangkan bukti yang kuat dalam pembicaraan.
3.membungkam lawan bicara dalam ber sengketa dan tetap
melawannya, sebagaimana firman Allah yang berbunyi:
". Katakanlah:[2]
"Siapakah yang menurunkan Kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai
cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan Kitab itu lembaran-lembaran
kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu
sembunyikan sebahagian besarnya, padahal Telah diajarkan kepadamu apa yang kamu
dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya) ?" Katakanlah: "Allah-lah
(yang menurunkannya)", Kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada
mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.
perkataan biarkanlah mereka bermain-main dalam
kesesatannya adalah sebagai sindiran kepada mereka, seakan-akan mereka
dipandang sebagai kanak-kanak yang belum berakal.
4.memenangkan perselisihan dan menetapkan dengan
menjelaskan bahwa tuduhan yang dituduhkan oleh orang musyrik itu tidak seorang
juga yang mengetahuinya, sebagaimana firman Allah yang berbunyi:
Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu
sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka
membohong (dengan mengatakan): "Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki
dan perempuan", tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha Suci Allah dan
Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan. Dia Pencipta langit dan bumi. bagaimana dia
mempunyai anak padahal dia tidak mempunyai isteri. dia menciptakan segala
sesuatu; dan dia mengetahui segala sesuatu.
mereka mengatakan bahwa Allah mempunyai anak seperti
orang Yahudi mengatakan Uzair putera Allah dan orang musyrikin mengatakan
malaikat putra-putra Allah. mereka mengatakan demikian Karena kebodohannya.
Ayat ini meniadakan bahwa Allah itu tidak mempunyai
ibu bapak dan tidak mempunyai anak. Tidak seorang pun yang menjadi anak Allah.
Setiap sesuatu pasti ada yang memperbuat dengan iradahnya. Dia menjadikan
semuan yang ada di ala mini dan mengetahui segala sesuatu.
5.mempersempit sifat-sifat, membatalkan, satu
diantaranya itu menjadi sebab bagi hukum, seperti firman Allah yang
berbunyi:(yaitu) delapan binatang yang berpasangan,sepasang domba,sepasang dari kambing.
Katakanlah: "Apakah dua yang jantan yang diharamkan Allah ataukah dua yang
betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya?" Terangkanlah
kepadaku dengan berdasar pengetahuan jika kamu memang orang-orang yang benar,
Dan sepasang dari unta dan sepasang dari lembu.
Katakanlah: "Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang
betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? apakah kamu menyaksikan
di waktu Allah menetapkan Ini bagimu? Maka siapakah yang lebih zalim daripada
orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia
tanpa pengetahuan ?" Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim.
artinya empat pasang, yaitu sepasang biri-biri,
sepasang kambing sepasang unta dan sepasang lembu
maksudnya domba jantan dan betina
maksudnya kambing jantan dan betina
Tujuan dan Fungsi dari Metode Dakwah Mujadalah
Beranjak dari hakikat metode dakwah mujadalah di atas
maka tujannya untuk membawa kepada petunjuk dan kebenaran yang hakiki. Tujuan
dari metode mujadalah al-lati hiya ahsan yakni untuk membahas dan menemukan
pemecahan semua problematika yang berkaitan dengan dakwah sehingga apa yang
menjadi permasalahan dapat ditemukan jalan keluarnya (Munir, 2003: 23). Di
dalam surat al Nisa’ 107 ayat ini menunjukkan etika mujadalah dengan orang
orang yang berkhianat kepada Islam, karena tujuan mereka bermujadalah adalah
untuk kepentingan hidup dunia semata, bukan untuk mencari kebenaran, sebab
jiwanya akan tetapi mengingkari kebenaran Islam dan membencinya. Maka dalam hal
ini Allah SWT melarang melayaninya. Untuk itu dapat mewujudkan tiga hal polok,
yaitu :
Memperbaiki sasaran dan tujuan dakwah, yaitu
memberikan bayan kepadanya
Memperbaiki pendekatan dan bentuk dakwah,
Memperbaiki hasil dakwah yang belum berhasil.
Dengan demikian
mengenai mujadalah terdapat pada surat an Nahl 125 , para ulama
mengeluarkan pendapat sama yaitu berbantah-bantahan yang tidak membawa kepada
pertikaian, kebencian, akan tetapi membawa kepada kebenaran.
Metode mujadalah ini pada prinsip diutamakaan kepada
objek dakwah yang mempunyai tipologi antara menerima danmenolak materi dakwah
(Islam) yang disampaikan kepada mereka. Pada mereka yang semacam ini mujadalah memainkan peranannya, sehingfga ia
(objek dakwah) dapat menerima dengan perasaan mantap dan puas.l mak metode ini
memberi isyarat kepada juru dakwah untuk menmabha wawasan dalam segala aspek,
sehingga pada akhirnya dapat memberikan jawaban/bantahan kepada objek dakwah
secara benar dan baik serta menyenangkan perasan mereka.
Berdasarkan analisa di atas debat salah satu
metode dakwah, yaitu debat yang baik,
dad argumentasi dan tidak tegang serta memojokkan sampai terjadi pertengkaran.
Memang berdebat pada umumnya adalah mencari kemeneangan dan bukanmencari
kebenaran,sehingga tidakjarang terjadi munculnya permusushan. Maka debat sebagi
metode dakwah pada dasarnya mencari kebenaran dan kehebatan Islam. Kecuali itu , berdebat efektif
dilakuakn hanya kepada orang-orang yang
membantah akan kebeneran Islam.Sedangakan objek dakwah yang masih kurang
percaya atu kurang mantap terhadpa kebneran Islam (tidak membantah) belum
diperluakan metode debat sebagai metode dakwah. Berbeda dengan sesame ulama
(intelektual) berdebat adalah rahma. Sedangakn dikalangan masyarakat awam
hanyalah akan menimbulkan permusuhan dan pertengkaran.
Urgensi Mempelajari Jidalul Qur’an
Al-Qur’an diturunkan oleh Allah melalui penyampaian
dari Nabi sebagai rahmat dan petunjuk bagi manusia. Sebelum Nabi Muhammad
diutus menyampaikan risalahNya, keadaan orang Arab pada waktu itu sangat bejat
moralnya dan masih menyembah berhala. Sehingga Nabi Muhammad butuh waktu yang
panjang untuk mengembalikan pada akidah yang benar. Disamping itu orang Arab
sangat keras wataknya tapi masalah bahasa sangat menguasai dan pakar dalam hal
itu. Sehingga ketika mereka menerima ajaran Rasulullah mereka sering menentang
bahkan mendustakannya.
D.
TUJUAN DAN METODE JADAL
Jadal al-Qur'an memiliki berbagai
tujuan, yang dapat ditangkap dari ayat-ayat al-Qur'anyang mengandung atau yang
bemuansa Jadal, di antararrya adalah :
(1) Sebagai jawaban atau untuk
mengungkapkan kehendak Allah dalam rangka penetapan dan pembenaran aqidah dan
qaidah syari'ah dari persoalan-persoalan yang dibawa dan dihadapi para Rasul,
Nabi dan orang-orang shaleh. Sekaligus sebagai bukti-bukti dan dalil-dalil yang
dapat mematahkan dakwaan dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kalangan umat
manusi4 sehingga menjadi jelas jalan dan petunjuk ke arah yang benar. Jadal dengan tujuan
seperti ini dapat dicermati contohnya mengenai dialog Nabi Musa a.s. dengan Fir'aun
(Q.,s. al- Syu'ara'/26: 10-51).
(2)Sebagai layanan dialog bagi kalangan yang memang
benar-benar ingin tahu, ingin mengkaji sesuatu persoalan secara nalar yang
rasional , atau melalui ibarat maupun melalui do'a. Dari dialog-dialog
tersebut, kemudian hasilnya dapat dijadikan pegangan, nasehat dan semacamnya.
Untuk tujuan seperti ini dapat dijadikan contohnya adalah penjelasan Allah SWT.[3]
atas persoalan kegelisahan Nabin Ibrahim a.s. yang ingin menambah keyakinannya
dan ketenangannya dengan mengetahui bagaimana Allah menghidupkan makhluk-Nya
yang telah mati (Q.,S. al Baqarah/2 :260, juga dapat dilihat pada ayat 30 surat
yang sama sebagai contoh lainnya.
(3)Untuk menangkis dan melemahkan
argumentasi-argumentasi orang kafir yang sering mengajukan pertanyaan atau
permasalahan dengan jalan menyembunyikan kebenaran yang memang disinyalir dalam
al-Qur'an Wajaadiluu bi al Baathil liyudhiduu bihi al haq (Q.,S al Mukmin/40 :
5). Sebagai contoh Jadal dengan tujuan seperti ini bisa dilihat dalam Q.,s. al
Mukminun/23 : 81-83 dan Q.,s. Qaafl50 : 12-15 serta Q.,s. Yaasiin/36 :
78-79.[13][4]
Adapun mengenai metode yang ditempvh Jadat al-Qur'an,
para ulama pada dasarnya sama saja, walaupun secara tehnis ada perbedaan dalam
mengelompokkan apakah suatu jadal dalam al-Qur'in termasuk metode atau
macam/jenis dari jadal tersebut. Yang dimasukkan ke dalam macam-macam Jadal
al-Qur'an oleh Abu Zahrah dan Al Qaththan umpamanya, oleh Al Almaa'iy
sebagiannya dimasukkan ke dalam metode Jadal al-Qur'an. Dalam tulisan ini,
kedua kecenderungannya tersebui digabung dalam pembahasan tentang prosedur yang
ditempuh dalam Jadal al-Qur'an,yakni:[14]
l. Al Ta'rifat.
Bahwa Allah SWT secara langsung
memperkenalkan diri-Nya dan cipaan-Nya sebagai pembuktian akan wujud dan ke
Maha Kuasaan-Nya.Karena Allah tidak terjangkau oleh indera manusia maka dengan
mengukapkan hal-hal yang bisa ditangkap indera manusia, manusia akan mampu
memahami akan wujud dan kekuasaan Sang Maha Kuasa. Hal inilah yang antara lain dapat
dipahami dari firman Allah seperti tertera pada Q.,s. al An'am/6:95-100,
tentunya banyak contoh yang lainnya tentang hal ini.
2. Al Istifham al-Taqriry
Dalam bentuk ini Allah mengajukan pertanyaan langsung
dengan penetapan jawaban atasnya. Pertanyaan tentang hal yang memang sudah
nyata, diangkat lagi lalu disertai dengan jawaban yang merupakan penetapan atas
kebenaran yang sudah pasti. Prosedur ini dipandang oleh para ahli ulum al-
Qur'an sebagai yang ampuh sekali sebab dapat langsung membatalkan jidal atau
argumen para pembanlah. sebagai contohnya dapat disebut antara lain firman-Nya
dalam Q.,S. Yaasiin/ 36: 8l-82.
3. Al Tajzi'at
Dengan prosedur ini Allah
mengungkapkan bagian-bagian dari suatu totalitas, secara hirarki atau
kronologis, yang sekaligus menjadi sebagai argumentasi dialektis untuk melemahkan
lawan dan menetapkan suatu kebenaran. Masing-masing dapat berdiri sendiri
sebagai bukti untuk membuktikan kebenaran yang dimaksudkan. Prosedur jadal
seperti ini Nampak antara lain dalam Q.,S. Al Naml/27 :54-64.
4. Qiyas al Khalf
Dalam bahasa Indonesia disebut "analogi
berbalik'. Dengan prosedur ini, kebenaran ditetapkan dengan membatalkan
pendapat lawan yang berbalikan/ berlawanan. Sebab dalam realitas kehidupan
tidak dapat berkumpul dua hal yang berlawanan. Tentang metode Jadal seperti ini
dapat disebut firman Allah dalam Q.,s. al Anbiya'/21 : 2l-22.
5. Al Tamtsil
Allah mengungkapkan penrmpamaan bagi suatu hal. Dengan
perumpamaan dimaksudkan agar suatu kebenaran dapat dipahami secara lebih cepat
dan lebih mudah, lalu lebih melekat di sanubari "lawan". Untuk ini
antara lain dapat disebut sebagai contoh adalah firman-Nya pada Q.,s.
alBaqarah/2 : 259.
6. Al Muqabalat
Al Muqabalat adalah mempertentangkan dua hal yang
salah satunya memiliki efek yang jauh lebih besar dibanding dengan yang
lainnya. Seperti halnya mempertentangkan antara Allah SWT dengan berhala yang
disembah orang-orang musyrik. Contoh Jadal al-Qur'an dalam prosedur seperti ini
dapat dilihat antara lain pada Q.s. alWaqi'ah/56:57-59. Demikian itulah antara
lain prosedur dan metode yang ditempuh al-Qur'an dalam Jadal atau Metode Jadal
al-Qur'an.
E.HIKMAH
JADAL AL-QURAN
Di antara
hikmahnya adalah:
1. ketinggian bahasa alqur’an membuat mereka tidak
mampu menandinginya.
2. bahasa alquran sangat halus dalam mendebat.
3. betapapun orang arab sangat mahir dalam bahasa,
mereka tidak mampu menjawab alquran.
4. menunjukkan bahwa manusia itu sangat terbatas
pengetahuannya yang tidak patut untuk menyombongkan dirinya.
5. alquran menerangkan bahwa dalam menyampaikan ajaran
atau mengajak kepada kebaikan diharuskan dengan cara yang sopan santun sehingga
orang menjadi tertarik untuk mengikutinya.
6. apabila orang yang diajak kebaikan malah menentang
dan mengajak berdebat, maka debatlah dengan yang lebih baik. Dan sampaikan
dalil yang bisa diterima olehnya
Demikian sedikit penjelasan dari kami mengenai jadal
(debat) dalam alquran, semoga ada guna dan manfaatnya. Sehingga bisa menambah
khazanah keilmuan pada kita.
Manfaat Mengetahui Jadal Dalam Alquran
mengajarkan kepada umat Islam bagaimana cara mendebat
orang lain dengan tata aturan yang sesuai dengan ajaran Islam.
agar umat islam dapat membantah apa yang dituduhkan
oleh orang-orang kafir dan orang-orang musyrik dengan bantahan yang paling
baik.
umat islam diajarkan untuk menghargai pendapat orang
lain selama orang tersebut tidak mengganggu keyakinan umat islam dengan
pendapat mereka.
mendidik dan menanamkan ke dalam hati manusia bahwa
sungguh mulia Islam dengan cara membantah lawan bicaranya dengan cara yang baik
sehingga orang lain tertarik kepada Islam.
Allah menyebutkan ayat-ayat kauniyah agar dijadikan
dalil bagi sendi-sendi akidah. Seperti firman Allah dalam
suratAl-baqarah:21-22.[5]
Menetapkan pembicaraan dengan jalan istifham.
Mengemukakan dalil-dalil bahwa Allah adalah tempat
kembali.
Membatalkan tuduhan lawan dalam bersengketa dan tetap
melawannya.
Sabru dan taqsim, yaitu mempersempit sifat-sifat,
membatalkan, dan menjadikan yang satu sebab bagi yang lain. Sepaerti firman
Allah dalam surat Al-an’am:143-144.
Mengalahkan lawan dengan cara menjelaskan bahwa tuduhan
yang diajukannya itu tidak seorangpun yang mengetahuinya.
Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumenrasi
orang kafir.
Jawaban Allah tentang pembenaran akidah dan persoalan
yang dihadapi rasul.
Layanan dialog bagi orang yang benar-benar ingin
tahu,kemudian hasilnya itu dijadikan pegangan dan semacamnya, seperti jawaban
Allah atas kegelisahan Nabi Ibrahim.
Sebagai bukti dan dalil yang dapat mematahkan dakwaan
dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kalangan umat manusia,seperti dialog
Nabi Musa dengan Fir’aun(QS. Al-syu’araa:10-51)
BAB III
KESIMPULAN
Jadal adalah debat, dialog antar dua pihak dengan
kehendak untuk menang melalui alasan dan argumentasi. Jadal al-Qur`ân ialah
pengungkapan bukti-bukti dan dalil-dalil dengan tujuan untuk mengalahkan orang
kafir dan para penantang sekaligus untuk menegakkan aqidah dan syari’ah,
melalui pembuktian atas kebenaran yang dapat diterima oleh nurani manusia.
Jadal, ada yang mamduh dan ada pula yang mazdmum,
dengan landasan dan contohnya masing-masing di dalam al-Qur`ân. Jadal dalam
al-Qur`ân, dilihat dari pelaku dan hal yang dipersoalkan, menyangkut space and
time yang sangat luas. Pernah terjadi antara Allah dengan Malaikat, dengan para
Nabi, Nabi dengan kaumnya atau penentangnya, orang perorang di kalangan Bani
Adam, dari dulu sampai dengan masa al-Qur`ân diturunkan. Bahkan model-model
jadal yang tergambar dalam al-Qur`ân, di antaranya masih belangsung sampai
sekarang. Demikian pula hal yang dipersoalkan dalam Jadal hampir menyangkut
keseluruhan dimensi kehidupan manusia, bahkan setelah kehidupan yang sekarang.
Tujuan dari Jadal al-Qur`ân antara lain
untuk menetapkan aqidah tentang wujud dan wahdaniyah Allah serta petunjuk dan syari’ah bagi yang membutuhkan. Menjelaskan permasalahan
secara argumantatif bagi kalangan yang memang sungguh-sungguh ingin mendapat
kejelasan. Serta untuk mematahkan pembangkangan para penentang dengan
pembuktian yang lebih kuat dan akurat, dengan berbagai tehnis pendekatan
seperti : al Ta’rifat, al Istifham al Taqriri, al Tajzi’at, Qiyas al Khalf, al
Tamsil dan al Muqabalat.
Jadal al-Qur`ân, dengan memahaminya dapat membantu
menghampiri kebenaran kandungan, khususnya ayat-ayat yang bermuatan Jadal, yang
pernah terjadi di antara berbagai kalangan yang terekam di dalam al-Qur`ân.
Dengan memahami Jadal al-Qur`ân, akan lebih memudahkan dalam menafsirkan
ayat-ayat al-Qur`ân. Bagi pendidikan, jelas Jadal memiliki pengaruh kuat.
Sebab, di samping manusia sebagai makhluk yang thabi’iyah, juga rational dan emossional
sekaligus. Sehingga dengan Jadal manusia akan lebih mudah dapat diarahkan untuk
mencapai tujuan Pendidikan; mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia seutuhnya, membina manusia yang
beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia.
[1] Di antara muta’akhkhirin
yang menulis secara khusus tentang topik ini adalah al-Allamah sulaiman bin
Abdul Qawi bin Abdul Karim yang dikenal dengan ibnu Abbas al-Hanbali Najmuddin
at-Tufi.Wafat pada 715 H
[3] Alenia ini dikutip dari
kitab ar-Raddu ‘ alal Mantiqiyyin , oleh Syaikhul Islam, Ibn Taimiyah.
Argumentasi ini sangat menarik dan menakjubkan
Komentar
Posting Komentar