ISLAM DAN DUNIA KONTEMPORER
BAB
11
ISLAM
DAN DUNIA KONTEMPORER
A.
PENDAHULUAN
Puji syukur
hanya bagi Allah SWT, dan salam sejahtera bagi Nabi Muhammad SAW penutup para
rasul. Tak lupa kami sampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam suksesya penyusunan makalah yang berjudul “ISLAM DAN DUNIA KONTEMPORER”.
Islam adalah
bagian yang tak dapat dipisahkan dari perjalanan panjang sejarah yang terus
bergulir mengikuti arus yang berjalan disekitarnya. Perjalanan tersebut
menghasilkan suatu perubahan, dimana perubahan tersebut disebabkan oleh tradisi
di daerah dimana islam berkembang. Perlahan namun pasti, islam mudah diterima
oleh berbagai golongan masyarakat di dunia.
Keanekaragaman
budaya di suatu daerah sangat mempengaruhi islam itu sendiri. Oleh karena itu
banyak dtemukan berbagai bentuk perkembangan islam.
Sebagaimana kita
ketahui menyelami kedalaman islam tidak seperti kita menyelami lautan yang akan
kita temukan dasar lautnya. Sebagai sebuah agama islam akan menjadi menarik
untuk dikaji dalam dunia pendidikan yang tidak akan tuntas. Islam dan sejarah
terus bergulir mengikuti arus yang sedang berkembang disekitarnya, islam adaah
bagian yang tidak bisa
dipisahkan
dari perjalanan panjang itu sendiri. Lebih jauh perkembangan itu menghasilkan
sesuatu perubahan yang diakbitkan oleh daerah dimana islam berada. Pengenlan
secara pelan namun pasti hingga islam mudah diterima oleh golongan masyarakat
yang ada di seluruh penjuru dunia ini.
Keanekaragaman
tempat dan budaya disuatu daerah sangat kental memberi warna bagi islam itu
sendiri,sehingga hingga saat ini akan kita temukan berbagai bentuk perkembangan
dari islam dalam peratian pola pengikutnya dalam suatu daerah yang sangat
kental terpengaruh oleh tradisi yang ada di daerah tersebut.
Dalam
melaksanakan ajaran islam banyak para pengikut sendiri diselimuti oleh tradisi
atau adaptasi adat yang di yakininya,dan perilaku yang melekat pada diri umat
islam sebagai kebiasaan dan pemeluk islam itu sendiri.
Kita
dapat mencermati beberapa contoh berikut tentang pemahaman keislaman yang
dimiliki oleh umat islam. Misalnya, kita melihat sejumlah orang yang
pengetahuan tentang keislamannya cukup luas dan mendalam namun tidak
terkoordinasi dengan baik secara sistematik. Hal itu disebabkan biasanya merka
belajar ilmu keislaman secara otodidak,atau kepada berbagai guru yang acuan
antara satu yang lainnya tidak pernah saling bertemu.
Contoh
lain, kita melihat ada orang yang penguasaan salah satu ilmu keislaman yang
cukup mendalam tetapi kurang memahami disiplin ilmu keislaman lainnya. Bahkan, pengetahuan
yang bukan keahliannya dianggap sebagai ilmu yang kelasnya dibawah ilmu yang
dipelajarinya. Ilmu fiqih pernah menjadi primadona dan mendapat perhatian yang
cukup besar. Akibatnya segala sesuatu masalah yang ditanyakan selalu dilihat
dalam paradigm fiqih. Pada tahap berikutnya,pernah teolog dianggap sebagai
primadona dan pendapat perhatian yang cukup besar di kalangan masyarakat
sehingga setiap masalah yang di hadapi selalu dilihat berdasarkan paradigma
teologi. Setelah itu muncul pula paham yang bercorak tasawuf yang terkesan
kurang menyeimbangkan antara kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat. Umat
selalu mementingkan akhirat, sedangkan urusan dunia menjadi terbengkalai
akibatnya keadaan umat menjadi mundur dalam kehidupan keduniaan
Dalam makalah singkat ini akan
dikaji permasalahan sebagai berikut :
1. Apa Definisi Dari Islam dan Dunia Kontemporer ?
2. Bagaimana Sekilas Peradaban Islam?
3. Bagaimana Pengaruh Globalisasi Terhadap
Islam ?
4. Bagaimana Ajaran Agama Islam Tentang
Pendekatan Praktik Dan Pemikiran jihad?
5. Bagaiman Konsep Jihad Dijalan Allah ?
6. Bagaiman Islam Dan Tradisi Indonesia
Sekarang ?
7. Bagaimana Wajah Islam Di Masa Depan ?
B.
DEFINISI ISLAM
DAN DUNIA KONTEMPORER
Diambil dari peradaban dan
kebudayaan Barat adalah sesuatu yang lumrah. Faktanya, ilmuwan banyak
terkooptasi oleh peradaban Barat. Bahkan memaksakannya sebagai pandangan hidup.
Suatu hal lumrah jika kebudayaan yang mundur akan belajar dari kebudayaan yang
maju. Dan adalah alami jika suatu kebudayaan yang terbelakang mengadopsi
konsep-konsep kebudayaan yang lebih maju. Tidak ada kebudayaan di dunia ini
yang berkembang tanpa proses interaksi dengan kebudayaan asing. Ketika
peradaban Islam unggul dibanding peradaban Eropa, misalnya, mereka telah
meminjam konsep-konsep penting dalam Islam. Akan tetapi, tidak berarti bahwa
semua kebudayaan dapat mengambil semua konsep dari kebudayaan lain. Setiap
kebudayaan memiliki identitas, nilai, konsep dan ideologinya sendiri-sendiri
yang disebut dengan worldview (pandangan hidup).
Suatu kebudayaan dapat meminjam
konsep-konsep kebudayaan lain karena memiliki pandangan hidup. Namun suatu
kebudayaan tidak dapat meminjam sepenuhnya (mengadopsi) konsep-konsep
kebudayaan lain, sebab dengan begitu ia akan kehilangan identitasnya. Peminjaman
konsep dari suatu kebudayaan mengharuskan adanya proses integrasi dan
internalisasi konseptual. Namun dalam proses itu, unsur-unsur pokoknya berperan
sebagai filter yang menentukan diterima tidaknya suatu konsep. Hal ini berlaku
dalam sejarah pemikiran dan peradaban Islam, yaitu ketika Islam meminjam
khazanah pemikiran Yunani, India, Persia, dan lain-lain. Pelajaran yang penting
dicatat dalam hal ini bahwa ketika para ulama meminjam konsep-konsep asing,
mereka berusaha mengintegrasikan konsep-konsep asing ke dalam pandangan hidup
Islam dengan asas pandangan hidup Islam. Memang, proses ini tidak bisa
berlangsung sekali jadi. Perlu proses koreksi-mengoreksi dan itu berlangsung
dari generasi ke generasi.
Di era modern dan post-modern
sekarang ini, pemikiran dan kebudayaan Barat mengungguli kebudayaan-kebudayaan
lain, termasuk peradaban Islam. Namun tradisi pinjam-meminjam yang terjadi
telah bergeser menjadi proses “adopsi”, yakni mengambil penuh konsep-konsep
asing, khususnya Barat, tanpa proses adaptasi atau integrasi. Apa yang dimaksud
dengan konsep di sini bukan dalam kaitannya dengan sains dan teknologi yang
bersifat eksak, tetapi lebih berkaitan dengan konsep keilmuan, kebudayaan,
sosial, dan bahkan keagamaan.
Dalam konteks pembangunan peradaban Islam sekarang ini,
proses adaptasi pemikiran merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan. Namun
sebelum melakukan hal itu diperlukan suatu kemampuan untuk menguasai pandangan
hidup Islam dan sekaligus Barat, esensi peradaban Islam dan kebudayaan Barat.
Dengan demikian, seorang cendekiawan dapat berlaku adil terhadap keduanya.
Esensi
Kebudayaan Barat :
Kebudayaan Barat (Western Civilization) berkembang mewarisi
unsur-unsur kebudayaan Yunani Kuno, Romawi, dan unsur-unsur lain dari budaya
bangsa-bangsa Eropa, khususnya Jerman, Inggris, dan Prancis. Sebagian penulis,
seperti Samuel Huntington, memasukkan agama (religion)–dalam hal ini
Kristen–sebagai unsur penting yang membentuk kebudayaan Barat. Demikian ditulis
dalam buku populernya The Clash of Civilizations and Remaking of World Order
(1996).
Barat dengan filsafat dan kebudayaannya memiliki karakternya
tersendiri. Menurut Profesor Naquib al-Attas, peradaban Barat memiliki sejumlah
ciri. Pertama,berdasarkan filsafat dan bukan agama. Kedua, filsafat itu
menjelma menjadi humanisme yang meneriakkan dengan lantang prinsip dikotomi
sebagai nilai dan kebenaran. Ketiga, berdasarkan pandangan hidup yang tragis.
Artinya, manusia adalah tokoh dalam drama kehidupan di dunia. Pahlawannya
adalah tokoh-tokoh yang bernasib tragis.
Prinsip tragedi ini disebabkan oleh kekosongan kepercayaan
(iman) dan karenanya mereka memandang kehidupan secara dikotomis. Konsep ini
berujung pada keresahan jiwa, selalu mencari sesuatu yang tiada akhir, mencari
suatu kebenaran tanpa asas kebenaran atau prinsip kebenaran mutlak. (al-Attas,
Risalah untuk Kaum Muslimin, ISTAC, 2001).
Itulah Barat yang filsafat, sainstek, dan ekonominya sedang
merajai pentas sejarah dunia. Budayanya menyebar bagai gelombang melalui
berbagai gerakan kultural; filsafatnya dipahami secara luas melalui pendidikan
dan pembangunan sumber daya manusia; sains dan teknologinya dikagumi dan ditiru
bagi pembangunan sarana dan prasarana kehidupan manusia.
Gelombang kebudayaan Barat yang disebut dengan modernisme
itu pada mulanya mencerminkan gaya hidup elitis, tapi kini disebut dengan
postmodernisme yang bersifat populis. Secara konseptual dampaknya dahsyat. Ia
tidak saja mampu mengubah konsep sejarah secara agressif, tapi juga mengubah
sikap orang terhadap agama menjadi skeptis. Agama dan kitabnya diposisikan
hanya sebagai suatu bentuk “narasi besar” (grand narrative) yang kering,
profan, dan dapat dipermainkan melalui bahasa dan imajinasi liar yang
mencampuradukkan realitas dan fantasi. Post modernisme sebenarnya tidak lain
dari sekularisme yang tampil dengan wajah baru yang “pusat gravitasinya” adalah
pandangan hidup Barat (Western worldview).
Sesungguhnya
islam tak luput memperhatikkan perkembangan dan modernsisasi. Disisi lain islam
mencapai ketinggian derajat karena selalu konsisten padakemurnian ajaran atau
senatiasa menjaga kemurnian penggilan-peninggalan sejarahnya. Berbagai thesis
yang menentang ajaran tersebut gagal karena berbagai bukti. Bukti-bukti
tersebut mencakup pengertian mu’aashirah atau modern menurut islam pertama,jika
pandangan esensi islam mampu menyumbang banyak hal kepada kehidupan untuk
berbagi zaman dan kondid. Disamping itu,nilai-nilai universal yang dikandungnya
pun sesuai dengan perkembangan zaman dan dinamika pemikiran,social,dan
kultural. Kedua,dipandang dari bukti sejarah islam tidak akan mengalami hal itu
sebab stagnasi tidak akan terjadi kecuali pada hal-hal yang disikapi ke jumudan
seperti yang kita saksikan pada peradaban kondisi itu dapat kita nasionalisme
dan lainnya dalam islam tidak pernah menyaksikkan hal seperti itu karena islam
membuka pintu lebar untuk ilmu pengetahuan.
Islam sangat
mengargai modernan,perkembangan,dinamika sejarah perubahan dak keterbukaan.
Disisi lain islam menetapkan peraturan dan hukum dalam perubahan yang bagaimana
pun esesnsi dan eksistensi yang totalitas dan komprehensip tetap terjaga tanpa
diwarnai tradisi yang kacau balau terutama nilai material,spiritual yang
mengangkat spiritual murni ,bertanggung jawab atas tugas individual serta
komitmen akhlak serta nilai ukhrawi
setiap gerakkan islam menyangkut dimensi material maupun ma’na
wiyahnya,dan berakar paradigma kertuhanan murni.
Sebagian orang
yang membicarakan modernisasi dan cenderung memahami ketentuan serta pandangan
islam yang sudah jelas terutama pada kumpulan teori relative yang dikedepankan
oleh para pilosof nilai kontenporer. Pada hakikatnya,islam merupakan system
ketuhanan dalam prespektif kemanusiann yang berwawasan universal yang berdiri
diatas nilai absolut dan fleksibel. Kalau kita melihat upaya perkembangan syariat,bahasa,dan
nilai-nilai yang bersifat tetap. Itu hanyalah thesis westernisasi yang akan
menghancurkan kaidah-kaidah khusus dalam segi kemasyarakatan dan kemanusiaan.
Itulah perbedaan antara manhaj rabbani (islam) dengan manhaj manusiawi dalam
ilmu barat.
Islam mengakui
keberadaan dan manfaat modernisasi selama tidak terluar dari aturan dan hukum.
Namun islam akan tetap waspada menghindari kerusakn dan penyelewengan
modernsasi yang diharapkan islam adalah masyarakat yang adil yang berkeinginan
bertemu degan manhaj allah.
Fleksibelitas
toleransi,dan sikap modern islam trebatas pada aplikasi, tidak mengalami ajaran
dan konsepsi dan ajaran. Kaidah pokok masyarakat islam akan membangun dirinya
sendiri atas dasar kebenaran untuk mendiriakin peradaban islam.
Pencampuran
manhaj baru dengan manhaj islam seperti yang pernah dilakukan sebagian bangsa
islam dalam bentuk sekularisme. Nasionalisme,sosialisme,serta usaha
penggambungan nilai kontradiktif dengan fluralistik akan melahirkan kerusakan
yang fatal serti percobaan di turki,Indonesia serta Negara lain yang memamsukan
paham demokrasi nasional,liberal,fasis,dan social mengalami kegagalan.
Pada dasarnya,
tidak ada ideology secara islam yang toleran terbuak adil dan sekaligus mampu
meberikan sumbangan dan fitrah dan ilmu. Sampai kapanpun kebudayaan eropa akan
terus menjadi pengekor. Sampai kapanpun, kebudayaan eropa akan tetap menjadi
kulit pada permukaan masyarakat, sementara islam akan mengakar. Kebudayaan
tersebut akan gagal beraksi diluar negaranya sendiri sebab landasannya nilai
dan manhaj yunani Kristen paganistik. Selama 50 tahun, turki pernah masuk dalam
lingkaran westernisasi namun Negara tersebut sama sekali hanya menjadi boneka
barat tanpa mampu menyumbangkan
teknologi. Para pengamat mengatakan, mengekor kebudayaan barat tidak
akan memberikan dampak positif bagi arab dan umat islam. Bahkan sebaliknya,
justru akan banyak mendukung perwujudan kepentingan barat, yaitu mendominasi
dunia islam.
Peradaban barat
terbentuk atas prinsip metode eksperimen islam. Namun, pada penerapannya, barat
telah melampaui hakikat peradaban yang sarat dengan pilar-pilar rahmat,
persaudaraan yang manusiawi, keadilan yang distribusional, perbedaan terhadap
unsur lahir serta pendayagunaan kekayaan yang dianugerahkan Allah unutk kepentingan
pembangunan, perbaikan, dan perdamaian. Kebudayaan barat telah menutup mata
dari anugerah yang hakiki, bahkan mengingkari hubungan dengan tuhan. Mereka tak
peduli dengan persoalan ma’nawiyah dan hanya berkonsentrasi terhadap penguasaan
alm dengan cara merusak, menciptakan peperangan dan mengadakan perlombaan
senjata. Kerusakan barat terjadi dua penyebab berikut. Pertama sikap tak peduli
barat terhadap hakiki dimensi ketuhanan dalam kebudayaan dan masyarakatnya.
Kedua hancurnya nilai kepribadian, kemanusiaan, moralitas serta tersebarnya
kehidupan permisif, seksualis, dan hedonistic.
Pada kondisi
kebudayaan dan masyarakat barat yang mengalami berbagai kegagalan, sebenarnya
merupakan kesempatan bagi islam untuk memacu kekuatan atau potensi islam dalam
rangka memperkokoh penampilannya. Cepat atau lambat, islam akan berkembang dan
meluas dalam peningkatan jumlah pemeluk, kekayaan, dan potensi masyarakatnya.
Dari sini islam akan mampu membuktikan ketinggian peradaban dunianya.
Dan dari sisi
ini pula produk kebudayaan dan perdadaban barat akan tumbuh dalam frame,
manhaj, dan tanggung jawab islam. Mereka
akan mampu memahami siapa tuhannya dan sadar atas anugerahnya. Mereka akan
bersedia membangun masyarakat berdasarkan nilai-nilai ketuhanan serta membentuk
suatu peradaban yang manusiawi, mulia, dan toleran atas dasar persaudaraan,
saling memberi dan penuh rahmat.
C.
SEKILAS PERADABAN ISLAM
Terminology
peradaban
Secara
etimologis kata peradaban adalah terjemahan dari kata arab al-hadlarah atau
almadaniah, dan civilization dalam bahasa inggris. Tertapi sering dikaitkan
pula kata peradaban ini dengan kata kebudayaan yakni al-tsaqofah dalam bahsa
arab dan culture dalam bahasa inggris. Secara etimologis tidak ada permasalahan
mendalam dalam kata tersebut.
Secara
terminologis, minoritas sejarawan yang mengungkapkan aspek-aspek persamaan dan
pengertian kebudayaan dan peradaban. Karena mayoritas sejarawan mendeskripsikan
keduanya dari aspek-aspek yang berbeda.
Menurut
koentjaraningrat kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud:
Wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan
sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan,
dan sebagainya;
Wujud kelakuan, yaitu wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dan
masyarakat; dan
Wujud benda, yaitu wujud kebudayaan
sebagai benda-benda hasil karya cipta manusia dan masyarakat.
Sedangkan
peradaban adalah bentuk kebudayaan yang paling ideal dan puncak,sehingga
menunjukan keadaban (madaniyah), kemajuan (taqaddung), dan kemakmuran (umron)
suatu masyaratkat. Jika kebudayaan bersifat abstraksi seperti sains murni, maka
peradaban adalah hasil penerapannya seperti teknologi dan produk-produknya.
Kebudayaan merupakan ekspresi subyektif dan particular (individual) yang
terrefleksi dalam seni, sastra, religi, kepercayaan dan pilsafat. Sedangkan
peradaban bersifat obyektif dan universal yang terrefleksi dalam politik,
ekonomi dan teknologi.
Dalam
perkembangan ilmu antropologi sekarang istilah kebudayaan dan peradaban juga
dibedakan secara umum kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat
mendalam suatu masyarakat. Sedangkan manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis
dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban.
Sedangkan
kebudayaan (culture) adalah usaha atau ekspresi manusia untuk mengembangkan
rasa, cipta dan karsanya. Jadi makna kebudayaan lebih luas dari peradaban
karena makna “kemajuan dan perkembangan” pada kebudayaan bersifat mendasar,
sedangkan peradaban merupakan perkembangan dan kemajuan yang lebih lanjut dari
kebudayaan itu sendiri. Jadi manusia dikatakan berperadaban apabila ia telah
berkebudayaan. Perbedaan kedua istilah tersebut disebabkan adanya perbedaan
pemaknaan dan penerjemahan.
Untuk mengetahui
dasar-dasar dari kebudayaan islam tidaklah mudah, karena kebudayaan islam bukan
bermula dari ketiadaan, akn tetapi telah didahului oleh kebudayaan-kebudayaan
lain yang menjadi elemen-elemen
dasarnya. Kebudayaan yang tegak merupakan ikhtisar atau seleksi dari segala apa
yang terdapat pada kebudayaan-kebudayaan sebelumnya, kemudian dilengkapi dengan
unsur-unsur baru sehingga membuat kebudayaan tersebut memiliki corak khusus.
Kebudayaan merupakan proses memberi dan menerima, ia merupakan hasil bersama
unsur-unsur lama dan baru. Kedua unsur itu saling menopang jadi dasar-dasar pertama
kebudayaan islam adalah orang-aorang arab, kemudian warga kawasan-kawasan yang
ditundukan oleh kaum muslimin.
Datangnya islam
yang pertama kali tersebar di kawasan semenanjung Arab memberikan pengaruh
terhadap kebdayaan setempat yakni memberikan ciri khusus terhadap kebudayaan
itu sehingga terciptakebudayaan yang berdasarkan pada nilai nilai yang islami.
Kemudian hubungannya dengan peradaban adalah bahwa peradaban merupakan
perkembangan dan kemajuan lebih lanjut yang bermula dari kebudayaan.
Sejarah
peradaban islam berarti perkembangan atau kemajuan islam dalam perspektif
sejarah. Sejarah dapat juga diartikan kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang
dihasilkan dalam suatu periode kekuasaan islam, mulai dari periode nabu
Muhammad sampai perkembangan islam sekarang. Prkembangan dan kemajuan itu
diwujudkan dengan tercapainya suatu struktur dan bentuk kehidupan yang maju
dalma berbagai aspek kehidupan. Seperti kemajuan dalam lapangan kesusasteraan,
ilmu pengetahuan di bidang kesenian serta kemajuan dalam bidang politik.
Peradaban dan kebudayaan islam dalam
pembahasan ini perlu diketahui bahwa kata islam disini bukan berarti mengarah
pada daerah semenanjung arab yang mana penduduknya mayoritas memeluk agama
islam. Namun pengertian lebih luasnya yaitu seluruh warga yang aman daerahnya
dibawah kekuasaan khalifah islam karena kebudayaan itu bukan semata-mata saham
dari bangsa seenanjung arab. Mereka adalah bangsa Arab, Mesir, Suriah, Maroko,
Spanyol dan Armenia.
D.
PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP ISLAM
Sekarang ini, dunia dengan perkembangan mutakhir dibidang
teknologi komunikasi hampir tidak memiliki batas yang jelas; satu peristiwa
yang sedang terjadi di Eropa atau Amerika serikat, secara langsung kita dapat
menyaksikannya di rumah kita sendiri di Indonesia. Sayangnya, umat islam
sekarang ini berada pada posisi yang sangat mengkhawatirkan. Di antara mereka,
ada yang cukup maju tapi terbatas sebagai pengguna teknologi, bukan pencipta
teknologi; lebih parah lagi, kebanyakan umat islam banyak yang sangat terlambat
dalam mengikuti perkembangan teknologi tersebut, di antara mereka masih ada
yang belum mampu mengoperasikan computer, internet, dan beberapa produk
teknologi lainnya.
Karena rendah dalam penguasaan dan pengembangan sains dan
teknologi, umat islam menjadi menjadi kelompok yang terbelakang. Mereka hampir
diidentikkan dengan kebodohan, kemiskinan, dan tidak mau berperadaban.
Sedangkan di sisi lain, umat agama lain begitu maju dengan berbagai teknologi.
Atas dasar itulah, terjadi berbagai reaksi terhadap kemajuan pemeluk
agama-agama lain. Secara umum, reaksi tersebut dapat dibedakan menjadi empat,
yaitu tradisionalis, modernis, revivalis, dan transformative
1. Tradisionalis
Pemikiran tradisionalis percaya bahwa kemunduran umat islam
adalah ketentuan dan rencana Tuhan. Hanya Tuhan yang maha tahu tentang arti dan
hikmah di balik kemunduran dan keterbelakangan umat islam. Makhluk, termasuk
umat islam, tidak tahu tentang gambaran besar skenario Tuhan, dari perjalanan
panjang umat manusia. Kemunduran dan keterbelakangan umat islam dinilai sebagai
“ujian” atas keimanan, dan kita tidak tahu malapetaka apa yang akan terjadi
dibalik kemajuan dan pertumbuhan umat manusia.
Akar teologis pemikiran tradisionalis bersandar pada aliran
Ahl al-Sunah wa al-Jama’ah, terutama aliran ‘Asy’ariah, yang juga merujuk
kepada aliran jabariyah mengenai predeterminisme (takdir), yakni bahwa manusia
harus menerima ketentuan dan rencana Tuhan yang telah dibentuk sebelumnya.
Cara berfikir tradisionalis tidak hanya terdapat di kalangan
muslim di pedesaan atau yang diidentikkan dengan NU, tapi sesungguhnya
pemikiran tradisionalis terdapat di berbagai organisasi dan berbagai tempat.
Banyak diantara mereka yang dalam sector kehidupan sehari-hari menjalani
kehidupan yang sangat modern, namun ketika kembali kepada persoalan teologi dan
kaitannya dengan usaha manusia, mereka sesungguhnya lebih layak dikategorikan
sebagai golongan tradisionalis.
2. Modernis
Dalam masyarakat barat, modernisme mengandung arti pikiran,
aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham dan institusi-institusi
lama untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, modernis lebih mengacu pada
dorongan untuk melakukan perubahan karena paham-paham dan institusi-institusi
lama dinilai tidak relevan.
Kaum modernis percaya bahwa keterbelakangan umat islam lebih
banyak disebabkan oleh kesalahan sikap mental, budaya, atau teologi mereka.
Pandangan kaum modernis merujuk pada pemikiran modernis muktazilah, yang
cenderung bersifat antroposentris dengan doktrinnya yang sangat terkenal, yaitu
ushul al-khamsah.
Asumsi dasar kaum modernis adalah bahwa keterbelakangan umat
islam karena mereka melakukan sakralisasi terhadap semua bidang kehidupan.
Asumsi tersebut pada dasarnya sejalan dengan aliran developmentalisme yang
beranggapan bahwa kemunduran umat islam terjadi di Indonesia karena mereka
tidak mampu berpartisipasi secara aktif di dalam proses pembangunan dan
globalisasi. Oleh karena itu, mereka cenderung melihat nilai-nilai sikap
mental, kreativitas, budaya dn paham teologi sebagai pokok permasalahan.
3. Revivalis-Fundamentalis
Bagi revivalis, umat islam terbelakang karena mereka justru
menggunakan ideologi lain sebagai dasar pijakan daripada menggunakan Al-Qur’an
sabagai acuan dasar. Pandangan ini berangkat dari asumsi bahwa Al-Qur’an pada
dasarnya telah menyediakan petunjuk secara komplit, jelas dan sempurna sebagai
dasar bermasyarakat dan bernegara. Disamping itu, mereka juga memandang
ideologi lain sebagai ancaman. Globalisasi dan kapitalisme bagi mereka
merupakan salah satu agenda barat dan konsep non-islami yang dipaksakan pada
masyarakat muslim. Mereka menolak globalisasi dan kapitalisme karena keduanya
dinilai berakar pada paham liberalisme. Karena itulah, mereka juga disebut
sebagai kaum fundamentalis; mereka dipinggirkan oleh kaum developmentalis
karena dianggap sebagai ancaman bagi kapitalisme. Dengan demikian, revivalis
bagi kalangan developmentalis, identik dengan fundamentalis.
4. Transformatif
Gagasan transformatif merupakan alternatif dari ketiga
respons umat islam di atas. Mereka percaya bahwa keterbelakangan umat islam
disebabkan oleh ketidak adilan system dan struktur ekonomi, politik dan kultur.
Oleh karena itu, agenda mereka adalah melakukan transformasi terhadap struktur
melalui penciptaan relasi yang secara fundamental baru dan lebih adil dalam
bidang ekonomi, politik dan kultur.
Kalangan teologi transformatif pula menyimpulkan bahwa agama
dalam proses modernisasi sekarang ini melahirkan tiga corak, yaitu:
Pertama, tampil sebagai alat rasionalisasi
atas modernisasi atau modernisme, dengan melahirkan perkembangan teologi
rasional yang mengacu pada tumbuhnya kepentingan intelektualisme sekelompok
akademikus. Kedua, sebagai alat
legitimasi atas nama melancarkan dan mendukung berhasilnya program-program
modernisasi. Program-program ini dirancang dan dilaksanakan secara teknokratis
berdasarkan paradigma pertumbuhn ekonomi, dan bukan untuk pertumbuhan
nilai-nilai dasar pembangunan harkat kemanusiaan sendiri. Dalam konteks seperti
ini, konsep teologi yang dominan adalah teologi paralelisme yang bersifat
jusdifikatif. Ketiga, kelompok
masyarakat tertentu, terutama kaum dhuafa yang tidak terserap dalam dialog
besar proses modernisasi dewasa ini, terpaksa menghanyutkan diri dalam impian
teologi eskatologis yang bersifat eskapitis. Mereka tidak jarang menunjukkan
sikap hidup fatalistis; “bahwa dunia adalah tempat bersinggah untuk minum”,
bahwa “dunia hanyalah penjara bagi orang-orang yang beriman dan surga bagi orang-orang
kafir”, dan lain sebagainya.
Yang paling penting, bahwa prinsip teologi transformatif itu
tidak bersifat ortodoksi dan harus terkait dengan ortopraksis. Ia harus
berwatak fasilitatif, dalam arti memberi fasilitas sebagai kerangka bacaan
melihat realitas. Juga tidak ada hubungan patronklien dalam membaca kehendak
Tuhan.dan mementingkan isi daripada bentuk ungkapan simbolis agama. Serta
dengan jelas menuju cita-cita perwujudan masyarakat muttaqin, dengan setiap
orang mempunyai derajat yang setara di hadapan kebenaran Allah SWT.
E. PENYIMPANGAN
AJARAN AGAMA ISLAM TENTANG PENDEKATAN PRAKTIK DAN PEMIKIRAN JIHAD
Apabila
diperhatikan secara seksama, dunia Islam saat ini sedang menghadapi masalah
besar dengan munculnya kelompok-kelompok umat Islam yang melakukan distorsi
dalam memahami ajaran agama. Setidaknya ada tiga kelompok yang melakukan
distorsi tersebut, yakni kelompok radikalisme agama, kelompok tekstualisme, dan
kelompok liberalisme agama.
Fenomena
munculnya ketiga kelompok tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi para ulama
di dunia Islam, termasuk di Indonesia. Bukan hanya karena faham ketiga kelompok
tersebut terbukti membawa dampak buruk bagi umat Islam secara umum, namun lebih
jauh dari itu pemahaman keagamaan ketiga kelompok tersebut telah menyimpang
terlalu jauh dari prinsip-prinsip ajaran agama.
Radikalisme
agama dalam banyak kesempatan telah terbukti berdampak pada munculnya sikap
ekstrimisme, di mana sikap tersebut sangat berpotensi memunculkan tindakan
terorisme. Dalam konteks ini, fakta yang terjadi menunjukkan bahwa akibat ulah
segelintir orang Islam yang melakukan aktifitas kekerasan dengan mempergunakan
simbol Islam pada kenyataannya menimbulkan kerugian bagi umat Islam pada
umumnya. Dampaknya, umat Islam terstigma negatif akibat ulah segelintir orang
tersebut. Praktik-praktik kekerasan yang dilakukan segelintir orang telah
dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain untuk memojokkan umat Islam secara umum.
Padahal hakikatnya, agama Islam sama sekali tidak ada kaitannya dengan gerakan
radikal apalagi terorisme, tidak ada satupun pesan moral Islam yang menunjukkan
adanya ajaran radikalisme dan terorisme.
Tekstualisme
agama juga menimbulkan dampak buruk bagi umat Islam. Kelompok ini terlalu rigid
dan kaku memahami teks ajaran agama (nash) sehingga menimbulkan sikap tidak
toleran terhadap pemahaman ajaran agama yang berbeda dari pemahaman
kelompoknya. Tekstualisme agama membawa dampak buruk pada citra umat Islam yang
dipersepsikan ekslusif, kaku dan tertutup tidak bisa menerima hal-hal baru.
Kelompok ini juga cenderung secara frontal menyalahkan kelompok lain yang tidak
sefaham dengan kelompoknya, sehingga sering menimbulkan benturan dan tidak
jarang juga menimbulkan konflik di antara umat Islam itu sendiri.
Sedangkan
liberalisme agama juga tidak kalah seriusnya berakibat buruk bagi umat Islam.
Berbeda dengan kelompok tekstualisme agama yang kaku dalam menafsirkan nash,
kelompok liberalisme agama menuntut kebebasan tanpa batas dalam memahami nash.
Menurut kelompok ini, setiap orang mempunyai hak yang sama untuk menafsirkan
teks-teks dalam al-quran dan as-sunnah tanpa harus mempedulikan perangkat
metodologis dalam melakukan penafsiran (al-manhaj fi istinbath al-hukm).
Akibatnya, tatanan metodologi dalam memahami nash yang telah dirumuskan oleh
para ulama dibongkar total, sehingga tidak ada lagi aturan baku dalam memahami
nash. Lanjutan dari paham liberalisme agama ini adalah munculnya pluralisme
agama.
Radikalisme
agama yang kemudian melahirkan aktivitas kekerasan dan terorisme pada umumnya
merupakan respons dalam bentuk perlawanan terhadap kebijakan Amerika dan
sekutunya yang dianggap merugikan kelompoknya.
Pasca
runtuhnya gedung WTC pada 11 September 2001, Amerika memberlakukan kebijakan
baru yang dinamakan “perang melawan terorisme” yang diberlakukan secara global.
Ada garis tegas yang diberlakukan oleh Amerika: siapa yang mendukung kebijakan
tersebut merupakan sekutu bagi Amerika, sedangkan yang menolaknya dianggap
sebagai musuh. Dengan dalih perang melawan terorisme tersebut Amerika dan
sekutunya memburu para aktivis muslim yang dicurigai sebagai kelompok teroris
di berbagai negara, terutama negara yang berpenduduk mayoritas muslim. Pelan
namun pasti kebijakan Amerika dan sekutunya tersebut menimbulkan stigma negatif
terhadap Islam dan umat Islam, terutama bagi masyarakat barat yang tidak
mengenal Islam secara benar. Tertanam dalam pandangan sebagian besar masyarakat
barat bahwa Islam identik dengan terorisme.
Kondisi
inilah yang kemudian menyebabkan “mengerasnya” sikap sekelompok umat Islam,
yang kemudian mendorong mereka melakukan serangkaian pembalasan penyerangan
terhadap kepentingan Amerika dan sekutunya di manapun berada, termasuk di
negara-negara berpenduduk mayoritas muslim sekalipun. Bagi kelompok ini
kebijakan Amerika dan sekutunya yang mengobarkan perang global melawan
terorisme dipahami sebagai perang melawan umat Islam secara global. Kelompok
ini membalas kebijakan Amerika dan sekutunya tersebut dengan mengobarkan perang
melawan Amerika dan sekutunya dengan mengincar kepentingan-kepentingan mereka.
Bagi kelompok ini, saat ini di manapun di belahan bumi ini merupakan medan
perang melawan kebijakan Amerika dan sekutunya. Kelompok ini menjustifikasi
aktivitasnya dengan mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan adalah jihad
melawan pihak-pihak yang memerangi umat Islam. Mereka membolehkan melakukan
serangkaian pengeboman pada objek-objek yang mereka anggap sebagai perpanjangan
kepentingan Amerika dan sekutunya, di manapun objek tersebut berada, bahkan di
negara berpenduduk mayoritas muslim sekalipun. Ini jelas-jelas pemahaman yang
keliru dan ini sangat memperihatinkan karena sebagian besar korbannya ternyata
dari golongan orang-orang islam maupun non islam yang tak bersalah.
Justifikasi
terhadap apa yang kelompok ini lakukan, yaitu dengan mengatasnamakan jihad,
tidak disetujui oleh para ulama. Kelompok radikalisme agama ini memahami jihad
hanya dengan arti perang (qital). Padahal, menurut para ulama, jihad
juga mempunyai makna lain, misalnya upaya sungguh-sungguh dalam melakukan
perbaikan. Menurut para ulama, jihad selain mempunyai makna qital (perang),
juga mempunyai makna ishlah (perbaikan).
Penolakan
terhadap aplikasi kebijakan Amerika dan sekutunya yang dianggap zhalim tidak
dengan serta-merta membolehkan untuk melakukan pembalasan dengan jalan
kekerasan yang mengarah pada terorisme. Menurut para ulama, apa yang kelompok
ini lakukan tidaklah bisa dianggap sebagai jihad, karena jihad dengan
pengertian perang (qital) ada syarat-syaratnya. Klaim yang disampaikan
oleh para pelaku teror bahwa apa yang mereka lakukan tidak lain merupakan Jihad
sangatlah tidak sesuai dengan ajaran Islam dan merupakan penyimpangan dari
makna jihad. Melakukan jihad ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Salah
satunya harus dilakukan di wilayah perang (daar al-harb). Padahal dalam
konteks Indonesia, sejak merdeka pada tahun 1945, para ulama yang merupakan
bagian penting dari pendiri negara Indonesia, telah sepakat bahwa Indonesia
bukanlah wilayah perang (daar al-harb) melainkan merupakan wilayah damai
(daar as-shulh), wilayah aman (daar as-salam) dan wilayah dakwah
(daar ad-da’wah). Bom bunuh diri yang dilakukan dalam rangka pengeboman
terhadap objek yang dipahami sebagai perpanjangan kepentingan Amerika dan
sekutunya bukanlah merupakan tindakan mencari kesyahidan (‘amaliyah
al-istisyhad), karena dilakukan bukan di daerah perang. Tindakan mencari
kesyahidan (‘amaliyah al-istisyhad) dibolehkan hanya di daerah perang (dar
al-harb) atau dalam keadaan perang.
Sebagian
ulama juga menyatakan bahwa kewajiban jihad dalam arti qital bukanlah
tujuan utama melainkan sebagai perantara (washilah). Karena itu, jika
ada cara lain yang lebih memungkinkan menuju jalan hidayah maka
cara itu lebih utama daripada cara jihad dengan arti perang (qital).
Sebagaimana diungkapkan dalam kitab “I’anatul Thalibin” juz IV
halaman 180-181.
“Kewajiban jihad
merupakan washilah (perantara) bukan tujuan. Karena tujuan peperangan itu
hanyalah dalam rangka memberikan hidayah (petunjuk). Dan memerangi orang kafir
juga bukan tujuan sehingga apabila hidayah itu dimungkinkan dilakukan dengan
pendekatan dalil tanpa melalui peperangan maka itu lebih utama.”
Dengan pengertian
seperti itulah Majelis Ulama Indonesia menolak adanya upaya dari pihak-pihak
tertentu yang mengidentikkan jihad dengan teror. Majelis Ulama Indonesia juga
menolak adanya pemahaman bahwa perang terhadap kepentingan Amerika dan
sekutunya dengan mengebomnya merupakan tindakan jihad. Majelis Ulama Indonesia
melalui forum Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tahun 2003 menetapkan
fatwa tentang Terorisme, yang antara lain menyatakan: Terorisme adalah tindakan
kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius
terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta
merugikan kesejahteraan masyarakat.
Terorisme
adalah salah satu bentuk kejahatan yang diorganisasi dengan baik (well
organized), bersifat transnasional dandigolongkan sebagai kejahatan luar
biasa (extra-ordinary crime) yang tidak membeda-bedakan sasaran
(indiskrimatif). Sedangkan jihad mengandung dua pengertian :
- Segala
usaha dan upaya sekuat tenaga serta kesediaan untuk menanggung kesulitan
di dalam memerangi dan menahan agresi musuh dalam segala bentuknya. Jihad
dalam pengertian ini juga disebut al-qital atau al-harb.
- Segala
upaya yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan untuk menjaga dan meninggikan
agama Allah (li i’laai kalimatillah).
Dengan fatwa
tersebut MUI ingin membedakan antara pengertian teror dan jihad. Terorisme
sifatnya merusak (ifsad) dan anarkhis/chaos (faudha). Tujuannya
untuk menciptakan rasa takut dan/atau menghancurkan pihak lain serta dilakukan
tanpa aturan dan sasaran tanpa batas. Sedangkan jihad sifatnya melakukan
perbaikan (ishlah) sekalipun dengan cara peperangan. Tujuannya
menegakkan agama Allah dan membela hak-hak pihak yang terzholimi. Dilakukan
dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh syari’at dengan sasaran musuh yang
sudah jelas. Oleh karena itu, aksi terorisme sangatlah berbeda jauh dengan
pengertian jihad qital yang haqiqi.
Beragam
dampak dari pemikiran yang salah dari berbagi kelompok tersebut maka
terjadilah fitnah yang besar bagi agama ini.Umat islam di
berbagai belahan dunia dewasa ini, banyak yang di bantai, baik itu oleh kawan
sendiri yaitu musuh dalam selimut (para munafikun) lebih-lebih para seteru
ALLAH (kaum kafir) contoh saja di negara palestina, irak, libiya dan baru-baru
ini di suriah,hal ini sangat memperihatinkan banyak korban yang berjatuhan.
Selain itu para pemuda muslim juga banyak di racuni fisik dan mentalnya dirusak
moral dan akhlaknya dengan berbagai cara. Kondisi ini di sebabkan oleh dua
faktor yaitu, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internalnya adalah
sebagian besar dari generasi mudanya tak di didik dengan sungguh-sungguh atau
memang tak di perhatikan agama, moral dan akhlaknya sehingga umat menjadi
rusak. Sedangkan faktor eksternalnya adalah adanya keinginan pihak-pihak yang
membeci islam sehingga melakukan peperangan pemikirian yang sasarannya adalah
pemuda-pemuda islam. Tujuan utama musuh-musuh islam bukan untuk menghancurkan
umat islam secara harfiah namun cenderung agar, bagaimana umat islam itu
sendiri mengikuti kemauan dan tata cara atau pola hidup mereka. Oleh karena itu
umat islam di tuntut agar kembali kejalan yang telah di perintahkan ALLAH S.W.T
melalui rosulnya yang mulia sayidina Muhammad S.A.W dan menjauhi
larangan-larangannya.
F.
MASYARAKAT YANG BERJIHAD DI JALAN ALLAH
Jihad di jalan
allah merupakan tingkatan paling tinggi dan paling mulia setelah iman kepada
allah. Rasulullah SAW pernah ditanya, “ Apa yang bisa menandingi jihad di jalan
allah?” beliau menjawab “ kalian tidak
akan mampju menandinginya”. Pertanyaan itu untuk kedua dan ketiga ketiga
kalinya dan beliau masih tetap menjawab “Kalian tidak akan bisa menandinginya” .
Beliau bersabda dalam jawabannya yang ketiga perumpamaan orang yangberjihad di
jalan allah seperti orang yang shaum, yang konsisten dan taat kepada
perintah-perintah allah, tidak lesu dalam melakukan shalat, dan shaum
sampaimereka kembali (dari medan pertempuran)”.
Rasulullah saw.
Tidak menemui sang maha pengasih dan maha tinggi sehingga beliau menyerahkan
panji islam kepada para sahabatnya seluruh umat memegang amanat dakwah dan
jihad di jalan allah swt: “ tak henti-hentinya sebuah golongan dari umatku
berperang atas nama kebenaran, menentang orang yang memusuhi mereka, sampai,
sam;pai terbunuhnya musuh terakhir mereka yaitu dajjal. (H.R Abu Daud dan
Ahmad), jihad merupakan perkara yang telah lama ada sejak allah mengutusku
sampai terbunuhnya umat terakhirku yaitu dajal, yang tidak dapat di batalkan
oleh kezaliman orang yang berbuat zalimatau oleh keadilan orang yang berlaku
adil. (H.R Abu Daud, Jilid 3).
Dengan berbagai
alasan, tak henti-hentinya dalam perputaran sdan perubahan peradaban, sejarah,
negeri arab yang beragama islam menjadi sasaran musuh-musuh yang sangat banyak.
Seiring dengan pergantian abad dan perubahan peradaban, negeri ini menjadi
target ketamakan yang bertujuan untuk menguasainya, lalu menghancurkan dan
merampas kekayaanya.
Oleh karena itu,
harus senantiasa meyakinkan umat ini agar berada dalam ikatan yang abadi dan
kesadaran yang terus menerus di jaga. Umat ini tidak nmerasa aman dan merasa
terlindungi kecuali apabila hidup di bawah naunganpedang yang menghadang para
musuh serta menolak para pembangkang dan para penjajah.
Dari sinilah
kedudukan wajibna berjihaddi medan yang mulia itu. Hal itu merupakan salah satu
karakteristik umat ini. Dalam salah satu hadits di sebutkan : Seorang laki-laki
bertanya, “Wahai rasulullah, izinkan aku untuk pergi bertamasya.” Beliau
menjawab “sesungguhnya tamasya umatku adalah jihad di jalan allah swt. “ (H.R
Abu daud)
“Jihad adalah istilah yang luas dan melebar. Maksudnya mengerahkan
segenap kemampuan dalam membentuk pertahanan dari para musuh , Dari mulai
konflik bersenjata sampai mempertahankan celah-celahnya. Juga berjuang melawan
diri sendiri untuk mengalahkan bisikan-bisikan setan. Semua itu merupakan
berbagai kondisi tentang jenis-jenis dan macam-macam jihad.
Jihad dalam
islam dilaksanakan bukan untuk mendapatkan harta rampasan dan bukan pula untuk
membangun kehormatan yang semu atau fatamorgana yang menipu. Jihad dilakukan
untuk mendamaikan dunia dan mengukuhjkan kebenaran debgan cara menentabng
kejahatan dan mencabut cengkeramannya, serta menolak tipu daya kelicikannya.
Mahabenar allah dengan segala firmannya, Seandainnya allah tidak menolak
(keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian lain, pasti rusaklah bumi ini
tetapi allah mempunyai kaarunia( yang dicurahkan ) atas semesta alam.
G.
ISLAM DAN
TRADISI DI INDONESIA SEKARANG
Meskipun sekarang ini sedang memasuki zaman teknik (modern)
dan tidak lama lagi akan memasuki milennium ketiga, keberagaman kita tidak
sepenuhnya dapat lepas dari pengaruh sinkretik yang diwariskan oleh para
pendahulu kita. Sekarang ini, baik di perkotaan mupun di pedesaan, kita masih
menyaksikan upacara-upacara seperti; nujuh
bulan (upacara yang dilakukan ketika seorang istri telah hamil tujuh
bulan), babaran (upacara kelahiran
itu sendiri), pasaran (upacara yang
dilakukan lima hari setelah melahirkan), dan pitonan (slametan yang dilakukan tujuh bulan setelah lahiran),
meskipun tidak sepenuhnya sama.
Amaliah keagamaan kita di masyarakat dapat dilihat dari
upacara nujuh bulan, dengan
menyediakan makanan kecil yang kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar dan
sekaligus memberi nama anak yang dilahirkan dengan membaca al-Barjanzi. Penggantian nama anak biasanya dilakukan karena anak
yang bersangkutan sering sakit, dan anak tersebut akan sembuh apabila namanya
diganti. Dalam penggantian nama pun dilakukan slametan lagi.
Begitu pula dengan upacara kematian, di daerah Betawi
terdapat tradisi yang sangat berbeda dengan tradisi di Bandung. Di Betawi,
apabila seseorang meninggal dunia, keluarga tersebut menyelenggarakan pembacaan
Al-Qur’an yang lamanya bergantung pada usia yang meninggal. Lain halnya dengan
kebiasaan di Bandung Timur. Upacara yang berhubungan dengan kematian seseorang
dilakukan apabila ekonomi keluarga yang meninggal itu termasuk kelas menengah
ke atas, keluarga yang ditinggalkan menyembelih kerbau kemudian daging kerbau
tersebut dibagikan kepada masyarakat sekitar (sekitar tahun 1989 di Cileunyi
Kulon masih didapatkn peristiwa ini), meskipun sekarang upacara itu hampir
tidak pernah terjadi. Akan tetapi, masih banyak lagi berbagai macam jenis
upacara keagamaan yang masih sangat kental dan sering dilaksanakan oleh
kalangan masyarakat.
H.
WAJAH ISLAM MASA DEPAN
Telah muncul
fajar peradaban di timur sehingga mampu memimpin dan mengendalikan dunia. Bumi
mengenal peradaban bangsa india, cina, Persia, dan orang-orang mesir. Kemudian
mengalami perputaran dan kendali kepemimpinan berpindah kebarat serta muncul
filsafat yunani, dan kekuasaan romawi. Keadaan tersebut terus berlangsung
selama allah menghendaki hal itu sampai muncul risalah-risalah agung di timur
yang diakhiri dengan kemunculan islam. Lalu kendali kepemimpinan kembali lagi
kepadanya dan dunia terbawa untuk mengikutinya. Namun, setelah mereka datang
para pengganti yang melalaikan salat dan mengikuti syahwat. Bagsa barat mulai
terbangun dari tidurnya dan bangkit dengan kebangkitan baru yang berpegang
teguh kepada ilmu, penemuan, dan penciptaan. Hal itu merupakan tiang kekuatan
dan kekuasaan sehingga merebut kepemimpinan untuk yang kedua kalinya dengan
kekejaman, pemaksaan dan kekejian , dan tipu daya . Lalu menguatkan ikatan dan
memasang belenggu sehingga menggunakan ilmu tersebut untuk melakukan kehancuran
dan kerusakan, kepemimpinan tidak berjalan secara optimaldan tidak memenuhi hak
allah dalam kekhilafahan sehingga dunia dibayangi api peperangan yang kejam
selama tak kurang dari seperempat abad
dan tampak secara jelas kegagalan kepemimpinan barat tersebut serta
tidak bertahan lama kecuali mempersempit roda kepemimpinan sehingga para
khilafah kaum muslimin yang ada di wilayah timur menggenggam kekuasaannya.
Islam mengangkat
kehormatan manusia, melindungi kebebasan, dan memberikan keadilan secara penuh
dengan menentukan hokum di antara manusia. Islam juga mengajak kepada persamaan
dan tolong menolong sehingga dengan hal ini
Islam berhak menjadi agama yang abadi sampai allah membenamkan bumi dan
seluruh penghuninya.
Seorang penulis
yang bernama Bernardus berkata, “sepanjang pengetahuanku, tidak ada satu agama
pun yang memiliki system social yang baik
seperti system yang dibangun di atas undang-undang dan pengajaran islam.
Telah diprediksikan bahwa agama Muhammad SAW. Akan menjadi agama yang dapat
diterima oleh bangsa eropa dimasa yang akan datang dan saat inipun sudah mulai
di terima di kalangan tersebut”.
Dalam dunia
pemikiran yang diimpor dari luar, seluruh masyarakat tercabik-cabik,
tersebarnya dekadensi moral, meluasnya kejahatan, terguncangnya ikatan
keluarga, berkuasanya jaringan opportunis,serta hinggapnya jiwa negative dan
kebodohan akhla. Hal itu terjadi karena berbenturan dengan fitrah manusia dan
yang terjadi di hadapan kita adalah akibat dari system yang tidak berhukumkan
syari’at Allah dan menjauhkan islam dari
kehidupan politik, social,budaya, dan ekonomi.
Hal itu
merupakan kondisi yang berbahaya, kekosongan rohani, dan kekuasaan yang hampa.
Paham yang dianggap realistis adalah paham atheism dan pemujaan berhala, yang
di ambil dari konsep dan system bangsa
Romawi dan filsafat yunani, yaitu faham fanatisme yang berlandaskan
superioritas dan pengutamaan ras. Kecenderungan berlangsunguntuk menghasut
penganutnya agar berusaha menguasai orang lain dan berthukumkan sesuai dengan
kepentingan mereka, juga mengarah kepada perilaku penipuan, penyesatan,
percampuran, dan pemalsuan berbagai kebenaran . Semua kitu kontradiktif dengan
risalah islam.
I.
KESIMPULAN
Jadi, kita dapat mengambil
kesimpulan Suatu kebudayaan dapat meminjam konsep-konsep kebudayaan lain karena
memiliki pandangan hidup. Namun suatu kebudayaan tidak dapat meminjam
sepenuhnya (mengadopsi) konsep-konsep kebudayaan lain, sebab dengan begitu ia
akan kehilangan identitasnya. Peminjaman konsep dari suatu kebudayaan
mengharuskan adanya proses integrasi dan internalisasi konseptual.
Menurut koentjaraningrat kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud:
Wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan
sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan,
dan sebagainya;
Wujud kelakuan, yaitu wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dan
masyarakat; dan
Wujud benda, yaitu wujud kebudayaan
sebagai benda-benda hasil karya cipta manusia dan masyarakat.
umat agama lain
begitu maju dengan berbagai teknologi. Atas dasar itulah, terjadi berbagai
reaksi terhadap kemajuan pemeluk agama-agama lain. Secara umum, reaksi tersebut
dapat dibedakan menjadi empat, yaitu tradisionalis, modernis, revivalis, dan
transformative
Apabila
diperhatikan secara seksama, dunia Islam saat ini sedang menghadapi masalah
besar dengan munculnya kelompok-kelompok umat Islam yang melakukan distorsi
dalam memahami ajaran agama. Setidaknya ada tiga kelompok yang melakukan
distorsi tersebut, yakni kelompok radikalisme agama, kelompok tekstualisme, dan
kelompok liberalisme agama.
Dengan berbagai
alasan, tak henti-hentinya dalam perputaran sdan perubahan peradaban, sejarah,
negeri arab yang beragama islam menjadi sasaran musuh-musuh yang sangat banyak.
Seiring dengan pergantian abad dan perubahan peradaban, negeri ini menjadi
target ketamakan yang bertujuan untuk menguasainya, lalu menghancurkan dan
merampas kekayaanya.
Oleh karena itu,
harus senantiasa meyakinkan umat ini agar berada dalam ikatan yang abadi dan
kesadaran yang terus menerus di jaga. Umat ini tidak nmerasa aman dan merasa
terlindungi kecuali apabila hidup di bawah naungan pedang yang menghadang para
musuh serta menolak para pembangkang dan para penjajah.
Dari sinilah kedudukan wajibna
berjihaddi medan yang mulia itu
Islam mengangkat
kehormatan manusia, melindungi kebebasan, dan memberikan keadilan secara penuh
dengan menentukan hokum di antara manusia. Islam juga mengajak kepada persamaan
dan tolong menolong sehingga dengan hal ini
Islam berhak menjadi agama yang abadi sampai allah membenamkan bumi dan
seluruh penghuninya.
J.
DAFTAR PUSTAKA
Nata,
Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Bandung: Rajawali Pers
Al
Khatib, Muhammad Abdullah. 2006. Model masyarakat muslim. Bandung: progression
M.
Rikza Chamami. 2012. Studi islam kontemporer. Semarang: pustaka rizki putra
M.
nurhakim, sejarah dan peradabab islam, Yogyakarta:UMM Press, 2004
.
Komentar
Posting Komentar