ISLAM DAN DUNIA KONTEMPORER

BAB 11
ISLAM DAN DUNIA KONTEMPORER
A.    PENDAHULUAN
Puji syukur hanya bagi Allah SWT, dan salam sejahtera bagi Nabi Muhammad SAW penutup para rasul. Tak lupa kami sampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam suksesya penyusunan makalah yang berjudul “ISLAM  DAN DUNIA KONTEMPORER”.
Islam adalah bagian yang tak dapat dipisahkan dari perjalanan panjang sejarah yang terus bergulir mengikuti arus yang berjalan disekitarnya. Perjalanan tersebut menghasilkan suatu perubahan, dimana perubahan tersebut disebabkan oleh tradisi di daerah dimana islam berkembang. Perlahan namun pasti, islam mudah diterima oleh berbagai golongan masyarakat di dunia.
Keanekaragaman budaya di suatu daerah sangat mempengaruhi islam itu sendiri. Oleh karena itu banyak dtemukan berbagai bentuk perkembangan islam.
Sebagaimana kita ketahui menyelami kedalaman islam tidak seperti kita menyelami lautan yang akan kita temukan dasar lautnya. Sebagai sebuah agama islam akan menjadi menarik untuk dikaji dalam dunia pendidikan yang tidak akan tuntas. Islam dan sejarah terus bergulir mengikuti arus yang sedang berkembang disekitarnya, islam adaah bagian yang tidak bisa
dipisahkan dari perjalanan panjang itu sendiri. Lebih jauh perkembangan itu menghasilkan sesuatu perubahan yang diakbitkan oleh daerah dimana islam berada. Pengenlan secara pelan namun pasti hingga islam mudah diterima oleh golongan masyarakat yang ada di seluruh penjuru dunia ini.
Keanekaragaman tempat dan budaya disuatu daerah sangat kental memberi warna bagi islam itu sendiri,sehingga hingga saat ini akan kita temukan berbagai bentuk perkembangan dari islam dalam peratian pola pengikutnya dalam suatu daerah yang sangat kental terpengaruh oleh tradisi yang ada di daerah tersebut.
Dalam melaksanakan ajaran islam banyak para pengikut sendiri diselimuti oleh tradisi atau adaptasi adat yang di yakininya,dan perilaku yang melekat pada diri umat islam sebagai kebiasaan dan pemeluk islam itu sendiri.
Kita dapat mencermati beberapa contoh berikut tentang pemahaman keislaman yang dimiliki oleh umat islam. Misalnya, kita melihat sejumlah orang yang pengetahuan tentang keislamannya cukup luas dan mendalam namun tidak terkoordinasi dengan baik secara sistematik. Hal itu disebabkan biasanya merka belajar ilmu keislaman secara otodidak,atau kepada berbagai guru yang acuan antara satu yang lainnya tidak pernah saling bertemu.
Contoh lain, kita melihat ada orang yang penguasaan salah satu ilmu keislaman yang cukup mendalam tetapi kurang memahami disiplin ilmu keislaman lainnya. Bahkan, pengetahuan yang bukan keahliannya dianggap sebagai ilmu yang kelasnya dibawah ilmu yang dipelajarinya. Ilmu fiqih pernah menjadi primadona dan mendapat perhatian yang cukup besar. Akibatnya segala sesuatu masalah yang ditanyakan selalu dilihat dalam paradigm fiqih. Pada tahap berikutnya,pernah teolog dianggap sebagai primadona dan pendapat perhatian yang cukup besar di kalangan masyarakat sehingga setiap masalah yang di hadapi selalu dilihat berdasarkan paradigma teologi. Setelah itu muncul pula paham yang bercorak tasawuf yang terkesan kurang menyeimbangkan antara kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat. Umat selalu mementingkan akhirat, sedangkan urusan dunia menjadi terbengkalai akibatnya keadaan umat menjadi mundur dalam kehidupan keduniaan
            Dalam makalah singkat ini akan dikaji permasalahan sebagai berikut :
1.      Apa Definisi Dari  Islam dan Dunia Kontemporer ?
2.      Bagaimana Sekilas  Peradaban Islam?
3.      Bagaimana Pengaruh Globalisasi Terhadap Islam ?
4.      Bagaimana Ajaran Agama Islam Tentang Pendekatan Praktik Dan Pemikiran jihad?
5.      Bagaiman Konsep Jihad Dijalan Allah ?  
6.      Bagaiman Islam Dan Tradisi Indonesia Sekarang ?
7.      Bagaimana Wajah Islam Di Masa Depan ?  


B.     DEFINISI ISLAM DAN DUNIA KONTEMPORER
Diambil dari peradaban dan kebudayaan Barat adalah sesuatu yang lumrah. Faktanya, ilmuwan banyak terkooptasi oleh peradaban Barat. Bahkan memaksakannya sebagai pandangan hidup. Suatu hal lumrah jika kebudayaan yang mundur akan belajar dari kebudayaan yang maju. Dan adalah alami jika suatu kebudayaan yang terbelakang mengadopsi konsep-konsep kebudayaan yang lebih maju. Tidak ada kebudayaan di dunia ini yang berkembang tanpa proses interaksi dengan kebudayaan asing. Ketika peradaban Islam unggul dibanding peradaban Eropa, misalnya, mereka telah meminjam konsep-konsep penting dalam Islam. Akan tetapi, tidak berarti bahwa semua kebudayaan dapat mengambil semua konsep dari kebudayaan lain. Setiap kebudayaan memiliki identitas, nilai, konsep dan ideologinya sendiri-sendiri yang disebut dengan worldview (pandangan hidup).
Suatu kebudayaan dapat meminjam konsep-konsep kebudayaan lain karena memiliki pandangan hidup. Namun suatu kebudayaan tidak dapat meminjam sepenuhnya (mengadopsi) konsep-konsep kebudayaan lain, sebab dengan begitu ia akan kehilangan identitasnya. Peminjaman konsep dari suatu kebudayaan mengharuskan adanya proses integrasi dan internalisasi konseptual. Namun dalam proses itu, unsur-unsur pokoknya berperan sebagai filter yang menentukan diterima tidaknya suatu konsep. Hal ini berlaku dalam sejarah pemikiran dan peradaban Islam, yaitu ketika Islam meminjam khazanah pemikiran Yunani, India, Persia, dan lain-lain. Pelajaran yang penting dicatat dalam hal ini bahwa ketika para ulama meminjam konsep-konsep asing, mereka berusaha mengintegrasikan konsep-konsep asing ke dalam pandangan hidup Islam dengan asas pandangan hidup Islam. Memang, proses ini tidak bisa berlangsung sekali jadi. Perlu proses koreksi-mengoreksi dan itu berlangsung dari generasi ke generasi.
Di era modern dan post-modern sekarang ini, pemikiran dan kebudayaan Barat mengungguli kebudayaan-kebudayaan lain, termasuk peradaban Islam. Namun tradisi pinjam-meminjam yang terjadi telah bergeser menjadi proses “adopsi”, yakni mengambil penuh konsep-konsep asing, khususnya Barat, tanpa proses adaptasi atau integrasi. Apa yang dimaksud dengan konsep di sini bukan dalam kaitannya dengan sains dan teknologi yang bersifat eksak, tetapi lebih berkaitan dengan konsep keilmuan, kebudayaan, sosial, dan bahkan keagamaan.
Dalam konteks pembangunan peradaban Islam sekarang ini, proses adaptasi pemikiran merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan. Namun sebelum melakukan hal itu diperlukan suatu kemampuan untuk menguasai pandangan hidup Islam dan sekaligus Barat, esensi peradaban Islam dan kebudayaan Barat. Dengan demikian, seorang cendekiawan dapat berlaku adil terhadap keduanya.
Esensi Kebudayaan Barat :
Kebudayaan Barat (Western Civilization) berkembang mewarisi unsur-unsur kebudayaan Yunani Kuno, Romawi, dan unsur-unsur lain dari budaya bangsa-bangsa Eropa, khususnya Jerman, Inggris, dan Prancis. Sebagian penulis, seperti Samuel Huntington, memasukkan agama (religion)–dalam hal ini Kristen–sebagai unsur penting yang membentuk kebudayaan Barat. Demikian ditulis dalam buku populernya The Clash of Civilizations and Remaking of World Order (1996).
Barat dengan filsafat dan kebudayaannya memiliki karakternya tersendiri. Menurut Profesor Naquib al-Attas, peradaban Barat memiliki sejumlah ciri. Pertama,berdasarkan filsafat dan bukan agama. Kedua, filsafat itu menjelma menjadi humanisme yang meneriakkan dengan lantang prinsip dikotomi sebagai nilai dan kebenaran. Ketiga, berdasarkan pandangan hidup yang tragis. Artinya, manusia adalah tokoh dalam drama kehidupan di dunia. Pahlawannya adalah tokoh-tokoh yang bernasib tragis.
Prinsip tragedi ini disebabkan oleh kekosongan kepercayaan (iman) dan karenanya mereka memandang kehidupan secara dikotomis. Konsep ini berujung pada keresahan jiwa, selalu mencari sesuatu yang tiada akhir, mencari suatu kebenaran tanpa asas kebenaran atau prinsip kebenaran mutlak. (al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, ISTAC, 2001).
Itulah Barat yang filsafat, sainstek, dan ekonominya sedang merajai pentas sejarah dunia. Budayanya menyebar bagai gelombang melalui berbagai gerakan kultural; filsafatnya dipahami secara luas melalui pendidikan dan pembangunan sumber daya manusia; sains dan teknologinya dikagumi dan ditiru bagi pembangunan sarana dan prasarana kehidupan manusia.
Gelombang kebudayaan Barat yang disebut dengan modernisme itu pada mulanya mencerminkan gaya hidup elitis, tapi kini disebut dengan postmodernisme yang bersifat populis. Secara konseptual dampaknya dahsyat. Ia tidak saja mampu mengubah konsep sejarah secara agressif, tapi juga mengubah sikap orang terhadap agama menjadi skeptis. Agama dan kitabnya diposisikan hanya sebagai suatu bentuk “narasi besar” (grand narrative) yang kering, profan, dan dapat dipermainkan melalui bahasa dan imajinasi liar yang mencampuradukkan realitas dan fantasi. Post modernisme sebenarnya tidak lain dari sekularisme yang tampil dengan wajah baru yang “pusat gravitasinya” adalah pandangan hidup Barat (Western worldview).
Sesungguhnya islam tak luput memperhatikkan perkembangan dan modernsisasi. Disisi lain islam mencapai ketinggian derajat karena selalu konsisten padakemurnian ajaran atau senatiasa menjaga kemurnian penggilan-peninggalan sejarahnya. Berbagai thesis yang menentang ajaran tersebut gagal karena berbagai bukti. Bukti-bukti tersebut mencakup pengertian mu’aashirah atau modern menurut islam pertama,jika pandangan esensi islam mampu menyumbang banyak hal kepada kehidupan untuk berbagi zaman dan kondid. Disamping itu,nilai-nilai universal yang dikandungnya pun sesuai dengan perkembangan zaman dan dinamika pemikiran,social,dan kultural. Kedua,dipandang dari bukti sejarah islam tidak akan mengalami hal itu sebab stagnasi tidak akan terjadi kecuali pada hal-hal yang disikapi ke jumudan seperti yang kita saksikan pada peradaban kondisi itu dapat kita nasionalisme dan lainnya dalam islam tidak pernah menyaksikkan hal seperti itu karena islam membuka pintu lebar untuk ilmu pengetahuan.
Islam sangat mengargai modernan,perkembangan,dinamika sejarah perubahan dak keterbukaan. Disisi lain islam menetapkan peraturan dan hukum dalam perubahan yang bagaimana pun esesnsi dan eksistensi yang totalitas dan komprehensip tetap terjaga tanpa diwarnai tradisi yang kacau balau terutama nilai material,spiritual yang mengangkat spiritual murni ,bertanggung jawab atas tugas individual serta komitmen akhlak serta nilai ukhrawi  setiap gerakkan islam menyangkut dimensi material maupun ma’na wiyahnya,dan berakar paradigma kertuhanan murni.
Sebagian orang yang membicarakan modernisasi dan cenderung memahami ketentuan serta pandangan islam yang sudah jelas terutama pada kumpulan teori relative yang dikedepankan oleh para pilosof nilai kontenporer. Pada hakikatnya,islam merupakan system ketuhanan dalam prespektif kemanusiann yang berwawasan universal yang berdiri diatas nilai absolut dan fleksibel. Kalau kita melihat upaya perkembangan syariat,bahasa,dan nilai-nilai yang bersifat tetap. Itu hanyalah thesis westernisasi yang akan menghancurkan kaidah-kaidah khusus dalam segi kemasyarakatan dan kemanusiaan. Itulah perbedaan antara manhaj rabbani (islam) dengan manhaj manusiawi dalam ilmu barat.
Islam mengakui keberadaan dan manfaat modernisasi selama tidak terluar dari aturan dan hukum. Namun islam akan tetap waspada menghindari kerusakn dan penyelewengan modernsasi yang diharapkan islam adalah masyarakat yang adil yang berkeinginan bertemu degan manhaj allah.
Fleksibelitas toleransi,dan sikap modern islam trebatas pada aplikasi, tidak mengalami ajaran dan konsepsi dan ajaran. Kaidah pokok masyarakat islam akan membangun dirinya sendiri atas dasar kebenaran untuk mendiriakin peradaban islam.
Pencampuran manhaj baru dengan manhaj islam seperti yang pernah dilakukan sebagian bangsa islam dalam bentuk sekularisme. Nasionalisme,sosialisme,serta usaha penggambungan nilai kontradiktif dengan fluralistik akan melahirkan kerusakan yang fatal serti percobaan di turki,Indonesia serta Negara lain yang memamsukan paham demokrasi nasional,liberal,fasis,dan social mengalami kegagalan.
Pada dasarnya, tidak ada ideology secara islam yang toleran terbuak adil dan sekaligus mampu meberikan sumbangan dan fitrah dan ilmu. Sampai kapanpun kebudayaan eropa akan terus menjadi pengekor. Sampai kapanpun, kebudayaan eropa akan tetap menjadi kulit pada permukaan masyarakat, sementara islam akan mengakar. Kebudayaan tersebut akan gagal beraksi diluar negaranya sendiri sebab landasannya nilai dan manhaj yunani Kristen paganistik. Selama 50 tahun, turki pernah masuk dalam lingkaran westernisasi namun Negara tersebut sama sekali hanya menjadi boneka barat tanpa mampu menyumbangkan  teknologi. Para pengamat mengatakan, mengekor kebudayaan barat tidak akan memberikan dampak positif bagi arab dan umat islam. Bahkan sebaliknya, justru akan banyak mendukung perwujudan kepentingan barat, yaitu mendominasi dunia islam.
Peradaban barat terbentuk atas prinsip metode eksperimen islam. Namun, pada penerapannya, barat telah melampaui hakikat peradaban yang sarat dengan pilar-pilar rahmat, persaudaraan yang manusiawi, keadilan yang distribusional, perbedaan terhadap unsur lahir serta pendayagunaan kekayaan yang dianugerahkan Allah unutk kepentingan pembangunan, perbaikan, dan perdamaian. Kebudayaan barat telah menutup mata dari anugerah yang hakiki, bahkan mengingkari hubungan dengan tuhan. Mereka tak peduli dengan persoalan ma’nawiyah dan hanya berkonsentrasi terhadap penguasaan alm dengan cara merusak, menciptakan peperangan dan mengadakan perlombaan senjata. Kerusakan barat terjadi dua penyebab berikut. Pertama sikap tak peduli barat terhadap hakiki dimensi ketuhanan dalam kebudayaan dan masyarakatnya. Kedua hancurnya nilai kepribadian, kemanusiaan, moralitas serta tersebarnya kehidupan permisif, seksualis, dan hedonistic.
Pada kondisi kebudayaan dan masyarakat barat yang mengalami berbagai kegagalan, sebenarnya merupakan kesempatan bagi islam untuk memacu kekuatan atau potensi islam dalam rangka memperkokoh penampilannya. Cepat atau lambat, islam akan berkembang dan meluas dalam peningkatan jumlah pemeluk, kekayaan, dan potensi masyarakatnya. Dari sini islam akan mampu membuktikan ketinggian peradaban dunianya.
Dan dari sisi ini pula produk kebudayaan dan perdadaban barat akan tumbuh dalam frame, manhaj, dan tanggung  jawab islam. Mereka akan mampu memahami siapa tuhannya dan sadar atas anugerahnya. Mereka akan bersedia membangun masyarakat berdasarkan nilai-nilai ketuhanan serta membentuk suatu peradaban yang manusiawi, mulia, dan toleran atas dasar persaudaraan, saling memberi dan penuh rahmat.
C.    SEKILAS PERADABAN ISLAM
            Terminology peradaban
Secara etimologis kata peradaban adalah terjemahan dari kata arab al-hadlarah atau almadaniah, dan civilization dalam bahasa inggris. Tertapi sering dikaitkan pula kata peradaban ini dengan kata kebudayaan yakni al-tsaqofah dalam bahsa arab dan culture dalam bahasa inggris. Secara etimologis tidak ada permasalahan mendalam dalam kata tersebut.
Secara terminologis, minoritas sejarawan yang mengungkapkan aspek-aspek persamaan dan pengertian kebudayaan dan peradaban. Karena mayoritas sejarawan mendeskripsikan keduanya dari aspek-aspek yang berbeda.
Menurut koentjaraningrat kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud:
Wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya;
Wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dan masyarakat; dan
Wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya cipta manusia dan masyarakat.
Sedangkan peradaban adalah bentuk kebudayaan yang paling ideal dan puncak,sehingga menunjukan keadaban (madaniyah), kemajuan (taqaddung), dan kemakmuran (umron) suatu masyaratkat. Jika kebudayaan bersifat abstraksi seperti sains murni, maka peradaban adalah hasil penerapannya seperti teknologi dan produk-produknya. Kebudayaan merupakan ekspresi subyektif dan particular (individual) yang terrefleksi dalam seni, sastra, religi, kepercayaan dan pilsafat. Sedangkan peradaban bersifat obyektif dan universal yang terrefleksi dalam politik, ekonomi dan teknologi.
Dalam perkembangan ilmu antropologi sekarang istilah kebudayaan dan peradaban juga dibedakan secara umum kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Sedangkan manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban.
Sedangkan kebudayaan (culture) adalah usaha atau ekspresi manusia untuk mengembangkan rasa, cipta dan karsanya. Jadi makna kebudayaan lebih luas dari peradaban karena makna “kemajuan dan perkembangan” pada kebudayaan bersifat mendasar, sedangkan peradaban merupakan perkembangan dan kemajuan yang lebih lanjut dari kebudayaan itu sendiri. Jadi manusia dikatakan berperadaban apabila ia telah berkebudayaan. Perbedaan kedua istilah tersebut disebabkan adanya perbedaan pemaknaan dan penerjemahan.
Untuk mengetahui dasar-dasar dari kebudayaan islam tidaklah mudah, karena kebudayaan islam bukan bermula dari ketiadaan, akn tetapi telah didahului oleh kebudayaan-kebudayaan lain  yang menjadi elemen-elemen dasarnya. Kebudayaan yang tegak merupakan ikhtisar atau seleksi dari segala apa yang terdapat pada kebudayaan-kebudayaan sebelumnya, kemudian dilengkapi dengan unsur-unsur baru sehingga membuat kebudayaan tersebut memiliki corak khusus. Kebudayaan merupakan proses memberi dan menerima, ia merupakan hasil bersama unsur-unsur lama dan baru. Kedua unsur itu saling menopang jadi dasar-dasar pertama kebudayaan islam adalah orang-aorang arab, kemudian warga kawasan-kawasan yang ditundukan oleh kaum muslimin.
Datangnya islam yang pertama kali tersebar di kawasan semenanjung Arab memberikan pengaruh terhadap kebdayaan setempat yakni memberikan ciri khusus terhadap kebudayaan itu sehingga terciptakebudayaan yang berdasarkan pada nilai nilai yang islami. Kemudian hubungannya dengan peradaban adalah bahwa peradaban merupakan perkembangan dan kemajuan lebih lanjut yang bermula dari kebudayaan.
Sejarah peradaban islam berarti perkembangan atau kemajuan islam dalam perspektif sejarah. Sejarah dapat juga diartikan kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang dihasilkan dalam suatu periode kekuasaan islam, mulai dari periode nabu Muhammad sampai perkembangan islam sekarang. Prkembangan dan kemajuan itu diwujudkan dengan tercapainya suatu struktur dan bentuk kehidupan yang maju dalma berbagai aspek kehidupan. Seperti kemajuan dalam lapangan kesusasteraan, ilmu pengetahuan di bidang kesenian serta kemajuan dalam bidang politik.
 Peradaban dan kebudayaan islam dalam pembahasan ini perlu diketahui bahwa kata islam disini bukan berarti mengarah pada daerah semenanjung arab yang mana penduduknya mayoritas memeluk agama islam. Namun pengertian lebih luasnya yaitu seluruh warga yang aman daerahnya dibawah kekuasaan khalifah islam karena kebudayaan itu bukan semata-mata saham dari bangsa seenanjung arab. Mereka adalah bangsa Arab, Mesir, Suriah, Maroko, Spanyol dan Armenia.

D.     PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP ISLAM
Sekarang ini, dunia dengan perkembangan mutakhir dibidang teknologi komunikasi hampir tidak memiliki batas yang jelas; satu peristiwa yang sedang terjadi di Eropa atau Amerika serikat, secara langsung kita dapat menyaksikannya di rumah kita sendiri di Indonesia. Sayangnya, umat islam sekarang ini berada pada posisi yang sangat mengkhawatirkan. Di antara mereka, ada yang cukup maju tapi terbatas sebagai pengguna teknologi, bukan pencipta teknologi; lebih parah lagi, kebanyakan umat islam banyak yang sangat terlambat dalam mengikuti perkembangan teknologi tersebut, di antara mereka masih ada yang belum mampu mengoperasikan computer, internet, dan beberapa produk teknologi lainnya.
Karena rendah dalam penguasaan dan pengembangan sains dan teknologi, umat islam menjadi menjadi kelompok yang terbelakang. Mereka hampir diidentikkan dengan kebodohan, kemiskinan, dan tidak mau berperadaban. Sedangkan di sisi lain, umat agama lain begitu maju dengan berbagai teknologi. Atas dasar itulah, terjadi berbagai reaksi terhadap kemajuan pemeluk agama-agama lain. Secara umum, reaksi tersebut dapat dibedakan menjadi empat, yaitu tradisionalis, modernis, revivalis, dan transformative
1. Tradisionalis
Pemikiran tradisionalis percaya bahwa kemunduran umat islam adalah ketentuan dan rencana Tuhan. Hanya Tuhan yang maha tahu tentang arti dan hikmah di balik kemunduran dan keterbelakangan umat islam. Makhluk, termasuk umat islam, tidak tahu tentang gambaran besar skenario Tuhan, dari perjalanan panjang umat manusia. Kemunduran dan keterbelakangan umat islam dinilai sebagai “ujian” atas keimanan, dan kita tidak tahu malapetaka apa yang akan terjadi dibalik kemajuan dan pertumbuhan umat manusia.
Akar teologis pemikiran tradisionalis bersandar pada aliran Ahl al-Sunah wa al-Jama’ah, terutama aliran ‘Asy’ariah, yang juga merujuk kepada aliran jabariyah mengenai predeterminisme (takdir), yakni bahwa manusia harus menerima ketentuan dan rencana Tuhan yang telah dibentuk sebelumnya.
Cara berfikir tradisionalis tidak hanya terdapat di kalangan muslim di pedesaan atau yang diidentikkan dengan NU, tapi sesungguhnya pemikiran tradisionalis terdapat di berbagai organisasi dan berbagai tempat. Banyak diantara mereka yang dalam sector kehidupan sehari-hari menjalani kehidupan yang sangat modern, namun ketika kembali kepada persoalan teologi dan kaitannya dengan usaha manusia, mereka sesungguhnya lebih layak dikategorikan sebagai golongan tradisionalis.
2. Modernis
Dalam masyarakat barat, modernisme mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham dan institusi-institusi lama untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, modernis lebih mengacu pada dorongan untuk melakukan perubahan karena paham-paham dan institusi-institusi lama dinilai tidak relevan.
Kaum modernis percaya bahwa keterbelakangan umat islam lebih banyak disebabkan oleh kesalahan sikap mental, budaya, atau teologi mereka. Pandangan kaum modernis merujuk pada pemikiran  modernis muktazilah, yang cenderung bersifat antroposentris dengan doktrinnya yang sangat terkenal, yaitu ushul al-khamsah.
Asumsi dasar kaum modernis adalah bahwa keterbelakangan umat islam karena mereka melakukan sakralisasi terhadap semua bidang kehidupan. Asumsi tersebut pada dasarnya sejalan dengan aliran developmentalisme yang beranggapan bahwa kemunduran umat islam terjadi di Indonesia karena mereka tidak mampu berpartisipasi secara aktif di dalam proses pembangunan dan globalisasi. Oleh karena itu, mereka cenderung melihat nilai-nilai sikap mental, kreativitas, budaya dn paham teologi sebagai pokok permasalahan.
3. Revivalis-Fundamentalis
Bagi revivalis, umat islam terbelakang karena mereka justru menggunakan ideologi lain sebagai dasar pijakan daripada menggunakan Al-Qur’an sabagai acuan dasar. Pandangan ini berangkat dari asumsi bahwa Al-Qur’an pada dasarnya telah menyediakan petunjuk secara komplit, jelas dan sempurna sebagai dasar bermasyarakat dan bernegara. Disamping itu, mereka juga memandang ideologi lain sebagai ancaman. Globalisasi dan kapitalisme bagi mereka merupakan salah satu agenda barat dan konsep non-islami yang dipaksakan pada masyarakat muslim. Mereka menolak globalisasi dan kapitalisme karena keduanya dinilai berakar pada paham liberalisme. Karena itulah, mereka juga disebut sebagai kaum fundamentalis; mereka dipinggirkan oleh kaum developmentalis karena dianggap sebagai ancaman bagi kapitalisme. Dengan demikian, revivalis bagi kalangan developmentalis, identik dengan fundamentalis.
4. Transformatif
Gagasan transformatif merupakan alternatif dari ketiga respons umat islam di atas. Mereka percaya bahwa keterbelakangan umat islam disebabkan oleh ketidak adilan system dan struktur ekonomi, politik dan kultur. Oleh karena itu, agenda mereka adalah melakukan transformasi terhadap struktur melalui penciptaan relasi yang secara fundamental baru dan lebih adil dalam bidang ekonomi, politik dan kultur.
Kalangan teologi transformatif pula menyimpulkan bahwa agama dalam proses modernisasi sekarang ini melahirkan tiga corak, yaitu:
Pertama, tampil sebagai alat rasionalisasi atas modernisasi atau modernisme, dengan melahirkan perkembangan teologi rasional yang mengacu pada tumbuhnya kepentingan intelektualisme sekelompok akademikus. Kedua, sebagai alat legitimasi atas nama melancarkan dan mendukung berhasilnya program-program modernisasi. Program-program ini dirancang dan dilaksanakan secara teknokratis berdasarkan paradigma pertumbuhn ekonomi, dan bukan untuk pertumbuhan nilai-nilai dasar pembangunan harkat kemanusiaan sendiri. Dalam konteks seperti ini, konsep teologi yang dominan adalah teologi paralelisme yang bersifat jusdifikatif. Ketiga, kelompok masyarakat tertentu, terutama kaum dhuafa yang tidak terserap dalam dialog besar proses modernisasi dewasa ini, terpaksa menghanyutkan diri dalam impian teologi eskatologis yang bersifat eskapitis. Mereka tidak jarang menunjukkan sikap hidup fatalistis; “bahwa dunia adalah tempat bersinggah untuk minum”, bahwa “dunia hanyalah penjara bagi orang-orang yang beriman dan surga bagi orang-orang kafir”, dan lain sebagainya.
Yang paling penting, bahwa prinsip teologi transformatif itu tidak bersifat ortodoksi dan harus terkait dengan ortopraksis. Ia harus berwatak fasilitatif, dalam arti memberi fasilitas sebagai kerangka bacaan melihat realitas. Juga tidak ada hubungan patronklien dalam membaca kehendak Tuhan.dan mementingkan isi daripada bentuk ungkapan simbolis agama. Serta dengan jelas menuju cita-cita perwujudan masyarakat muttaqin, dengan setiap orang mempunyai derajat yang setara di hadapan kebenaran Allah SWT.

E.     PENYIMPANGAN AJARAN AGAMA ISLAM TENTANG PENDEKATAN PRAKTIK DAN PEMIKIRAN JIHAD
Apabila diperhatikan secara seksama, dunia Islam saat ini sedang menghadapi masalah besar dengan munculnya kelompok-kelompok umat Islam yang melakukan distorsi dalam memahami ajaran agama. Setidaknya ada tiga kelompok yang melakukan distorsi tersebut, yakni kelompok radikalisme agama, kelompok tekstualisme, dan kelompok liberalisme agama.
Fenomena munculnya ketiga kelompok tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi para ulama di dunia Islam, termasuk di Indonesia. Bukan hanya karena faham ketiga kelompok tersebut terbukti membawa dampak buruk bagi umat Islam secara umum, namun lebih jauh dari itu pemahaman keagamaan ketiga kelompok tersebut telah menyimpang terlalu jauh dari prinsip-prinsip ajaran agama.
Radikalisme agama dalam banyak kesempatan telah terbukti berdampak pada munculnya sikap ekstrimisme, di mana sikap tersebut sangat berpotensi memunculkan tindakan terorisme. Dalam konteks ini, fakta yang terjadi menunjukkan bahwa akibat ulah segelintir orang Islam yang melakukan aktifitas kekerasan dengan mempergunakan simbol Islam pada kenyataannya menimbulkan kerugian bagi umat Islam pada umumnya. Dampaknya, umat Islam terstigma negatif akibat ulah segelintir orang tersebut. Praktik-praktik kekerasan yang dilakukan segelintir orang telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain untuk memojokkan umat Islam secara umum. Padahal hakikatnya, agama Islam sama sekali tidak ada kaitannya dengan gerakan radikal apalagi terorisme, tidak ada satupun pesan moral Islam yang menunjukkan adanya ajaran radikalisme dan terorisme.
Tekstualisme agama juga menimbulkan dampak buruk bagi umat Islam. Kelompok ini terlalu rigid dan kaku memahami teks ajaran agama (nash) sehingga menimbulkan sikap tidak toleran terhadap pemahaman ajaran agama yang berbeda dari pemahaman kelompoknya. Tekstualisme agama membawa dampak buruk pada citra umat Islam yang dipersepsikan ekslusif, kaku dan tertutup tidak bisa menerima hal-hal baru. Kelompok ini juga cenderung secara frontal menyalahkan kelompok lain yang tidak sefaham dengan kelompoknya, sehingga sering menimbulkan benturan dan tidak jarang juga menimbulkan konflik di antara umat Islam itu sendiri.
Sedangkan liberalisme agama juga tidak kalah seriusnya berakibat buruk bagi umat Islam. Berbeda dengan kelompok tekstualisme agama yang kaku dalam menafsirkan nash, kelompok liberalisme agama menuntut kebebasan tanpa batas dalam memahami nash. Menurut kelompok ini, setiap orang mempunyai hak yang sama untuk menafsirkan teks-teks dalam al-quran dan as-sunnah tanpa harus mempedulikan perangkat metodologis dalam melakukan penafsiran (al-manhaj fi istinbath al-hukm). Akibatnya, tatanan metodologi dalam memahami nash yang telah dirumuskan oleh para ulama dibongkar total, sehingga tidak ada lagi aturan baku dalam memahami nash. Lanjutan dari paham liberalisme agama ini adalah munculnya pluralisme agama.
Radikalisme agama yang kemudian melahirkan aktivitas kekerasan dan terorisme pada umumnya merupakan respons dalam bentuk perlawanan terhadap kebijakan Amerika dan sekutunya yang dianggap merugikan kelompoknya.
Pasca runtuhnya gedung WTC pada 11 September 2001, Amerika memberlakukan kebijakan baru yang dinamakan “perang melawan terorisme” yang diberlakukan secara global. Ada garis tegas yang diberlakukan oleh Amerika: siapa yang mendukung kebijakan tersebut merupakan sekutu bagi Amerika, sedangkan yang menolaknya dianggap sebagai musuh. Dengan dalih perang melawan terorisme tersebut Amerika dan sekutunya memburu para aktivis muslim yang dicurigai sebagai kelompok teroris di berbagai negara, terutama negara yang berpenduduk mayoritas muslim. Pelan namun pasti kebijakan Amerika dan sekutunya tersebut menimbulkan stigma negatif terhadap Islam dan umat Islam, terutama bagi masyarakat barat yang tidak mengenal Islam secara benar. Tertanam dalam pandangan sebagian besar masyarakat barat bahwa Islam identik dengan terorisme.
Kondisi inilah yang kemudian menyebabkan “mengerasnya” sikap sekelompok umat Islam, yang kemudian mendorong mereka melakukan serangkaian pembalasan penyerangan terhadap kepentingan Amerika dan sekutunya di manapun berada, termasuk di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim sekalipun. Bagi kelompok ini kebijakan Amerika dan sekutunya yang mengobarkan perang global melawan terorisme dipahami sebagai perang melawan umat Islam secara global. Kelompok ini membalas kebijakan Amerika dan sekutunya tersebut dengan mengobarkan perang melawan Amerika dan sekutunya dengan mengincar kepentingan-kepentingan mereka. Bagi kelompok ini, saat ini di manapun di belahan bumi ini merupakan medan perang melawan kebijakan Amerika dan sekutunya. Kelompok ini menjustifikasi aktivitasnya dengan mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan adalah jihad melawan pihak-pihak yang memerangi umat Islam. Mereka membolehkan melakukan serangkaian pengeboman pada objek-objek yang mereka anggap sebagai perpanjangan kepentingan Amerika dan sekutunya, di manapun objek tersebut berada, bahkan di negara berpenduduk mayoritas muslim sekalipun. Ini jelas-jelas pemahaman yang keliru dan ini sangat memperihatinkan karena sebagian besar korbannya ternyata dari golongan orang-orang islam maupun non islam yang tak bersalah.
Justifikasi terhadap apa yang kelompok ini lakukan, yaitu dengan mengatasnamakan jihad, tidak disetujui oleh para ulama. Kelompok radikalisme agama ini memahami jihad hanya dengan arti perang (qital). Padahal, menurut para ulama, jihad juga mempunyai makna lain, misalnya upaya sungguh-sungguh dalam melakukan perbaikan. Menurut para ulama, jihad selain mempunyai makna qital (perang), juga mempunyai makna ishlah (perbaikan).
Penolakan terhadap aplikasi kebijakan Amerika dan sekutunya yang dianggap zhalim tidak dengan serta-merta membolehkan untuk melakukan pembalasan dengan jalan kekerasan yang mengarah pada terorisme. Menurut para ulama, apa yang kelompok ini lakukan tidaklah bisa dianggap sebagai jihad, karena jihad dengan pengertian perang (qital) ada syarat-syaratnya. Klaim yang disampaikan oleh para pelaku teror bahwa apa yang mereka lakukan tidak lain merupakan Jihad sangatlah tidak sesuai dengan ajaran Islam dan merupakan penyimpangan dari makna jihad. Melakukan jihad ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Salah satunya harus dilakukan di wilayah perang (daar al-harb). Padahal dalam konteks Indonesia, sejak merdeka pada tahun 1945, para ulama yang merupakan bagian penting dari pendiri negara Indonesia, telah sepakat bahwa Indonesia bukanlah wilayah perang (daar al-harb) melainkan merupakan wilayah damai (daar as-shulh), wilayah aman (daar as-salam) dan wilayah dakwah (daar ad-da’wah). Bom bunuh diri yang dilakukan dalam rangka pengeboman terhadap objek yang dipahami sebagai perpanjangan kepentingan Amerika dan sekutunya bukanlah merupakan tindakan mencari kesyahidan (‘amaliyah al-istisyhad), karena dilakukan bukan di daerah perang. Tindakan mencari kesyahidan (‘amaliyah al-istisyhad) dibolehkan hanya di daerah perang (dar al-harb) atau dalam keadaan perang.
Sebagian ulama juga menyatakan bahwa kewajiban jihad dalam arti qital bukanlah tujuan utama melainkan sebagai perantara (washilah). Karena itu, jika ada cara lain yang lebih memungkinkan menuju jalan hidayah maka cara itu lebih utama daripada cara jihad dengan arti perang (qital). Sebagaimana diungkapkan dalam kitab “I’anatul Thalibin” juz IV halaman 180-181.
Kewajiban jihad merupakan washilah (perantara) bukan tujuan. Karena tujuan peperangan itu hanyalah dalam rangka memberikan hidayah (petunjuk). Dan memerangi orang kafir juga bukan tujuan sehingga apabila hidayah itu dimungkinkan dilakukan dengan pendekatan dalil tanpa melalui peperangan maka itu lebih utama.”
Dengan pengertian seperti itulah Majelis Ulama Indonesia menolak adanya upaya dari pihak-pihak tertentu yang mengidentikkan jihad dengan teror. Majelis Ulama Indonesia juga menolak adanya pemahaman bahwa perang terhadap kepentingan Amerika dan sekutunya dengan mengebomnya merupakan tindakan jihad. Majelis Ulama Indonesia melalui forum Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tahun 2003 menetapkan fatwa tentang Terorisme, yang antara lain menyatakan: Terorisme adalah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat.
Terorisme adalah salah satu bentuk kejahatan yang diorganisasi dengan baik (well organized), bersifat transnasional dandigolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime) yang tidak membeda-bedakan sasaran (indiskrimatif). Sedangkan jihad mengandung dua pengertian :
  1. Segala usaha dan upaya sekuat tenaga serta kesediaan untuk menanggung kesulitan di dalam memerangi dan menahan agresi musuh dalam segala bentuknya. Jihad dalam pengertian ini juga disebut al-qital atau al-harb.
  2. Segala upaya yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan untuk menjaga dan meninggikan agama Allah (li i’laai kalimatillah).
Dengan fatwa tersebut MUI ingin membedakan antara pengertian teror dan jihad. Terorisme sifatnya merusak (ifsad) dan anarkhis/chaos (faudha). Tujuannya untuk menciptakan rasa takut dan/atau menghancurkan pihak lain serta dilakukan tanpa aturan dan sasaran tanpa batas. Sedangkan jihad sifatnya melakukan perbaikan (ishlah) sekalipun dengan cara peperangan. Tujuannya menegakkan agama Allah dan membela hak-hak pihak yang terzholimi. Dilakukan dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh syari’at dengan sasaran musuh yang sudah jelas. Oleh karena itu, aksi terorisme sangatlah berbeda jauh dengan pengertian jihad qital yang haqiqi.
Beragam dampak dari pemikiran yang salah dari berbagi kelompok tersebut maka terjadilah fitnah yang besar bagi agama ini.Umat islam di berbagai belahan dunia dewasa ini, banyak yang di bantai, baik itu oleh kawan sendiri yaitu musuh dalam selimut (para munafikun) lebih-lebih para seteru ALLAH (kaum kafir) contoh saja di negara palestina, irak, libiya dan baru-baru ini di suriah,hal ini sangat memperihatinkan banyak korban yang berjatuhan. Selain itu para pemuda muslim juga banyak di racuni fisik dan mentalnya dirusak moral dan akhlaknya dengan berbagai cara. Kondisi ini di sebabkan oleh dua faktor yaitu, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internalnya adalah sebagian besar dari generasi mudanya tak di didik dengan sungguh-sungguh atau memang tak di perhatikan agama, moral dan akhlaknya sehingga umat menjadi rusak. Sedangkan faktor eksternalnya adalah adanya keinginan pihak-pihak yang membeci islam sehingga melakukan peperangan pemikirian yang sasarannya adalah pemuda-pemuda islam. Tujuan utama musuh-musuh islam bukan untuk menghancurkan umat islam secara harfiah namun cenderung agar, bagaimana umat islam itu sendiri mengikuti kemauan dan tata cara atau pola hidup mereka. Oleh karena itu umat islam di tuntut agar kembali kejalan yang telah di perintahkan ALLAH S.W.T melalui rosulnya yang mulia sayidina Muhammad S.A.W dan menjauhi larangan-larangannya.

F.     MASYARAKAT YANG BERJIHAD DI JALAN ALLAH
Jihad di jalan allah merupakan tingkatan paling tinggi dan paling mulia setelah iman kepada allah. Rasulullah SAW pernah ditanya, “ Apa yang bisa menandingi jihad di jalan allah?” beliau menjawab  “ kalian tidak akan mampju menandinginya”. Pertanyaan itu untuk kedua dan ketiga ketiga kalinya dan beliau masih tetap menjawab “Kalian tidak akan bisa menandinginya” . Beliau bersabda dalam jawabannya yang ketiga perumpamaan orang yangberjihad di jalan allah seperti orang yang shaum, yang konsisten dan taat kepada perintah-perintah allah, tidak lesu dalam melakukan shalat, dan shaum sampaimereka kembali (dari medan pertempuran)”.
Rasulullah saw. Tidak menemui sang maha pengasih dan maha tinggi sehingga beliau menyerahkan panji islam kepada para sahabatnya seluruh umat memegang amanat dakwah dan jihad di jalan allah swt: “ tak henti-hentinya sebuah golongan dari umatku berperang atas nama kebenaran, menentang orang yang memusuhi mereka, sampai, sam;pai terbunuhnya musuh terakhir mereka yaitu dajjal. (H.R Abu Daud dan Ahmad), jihad merupakan perkara yang telah lama ada sejak allah mengutusku sampai terbunuhnya umat terakhirku yaitu dajal, yang tidak dapat di batalkan oleh kezaliman orang yang berbuat zalimatau oleh keadilan orang yang berlaku adil. (H.R Abu Daud, Jilid 3).
Dengan berbagai alasan, tak henti-hentinya dalam perputaran sdan perubahan peradaban, sejarah, negeri arab yang beragama islam menjadi sasaran musuh-musuh yang sangat banyak. Seiring dengan pergantian abad dan perubahan peradaban, negeri ini menjadi target ketamakan yang bertujuan untuk menguasainya, lalu menghancurkan dan merampas kekayaanya.
Oleh karena itu, harus senantiasa meyakinkan umat ini agar berada dalam ikatan yang abadi dan kesadaran yang terus menerus di jaga. Umat ini tidak nmerasa aman dan merasa terlindungi kecuali apabila hidup di bawah naunganpedang yang menghadang para musuh serta menolak para pembangkang dan para penjajah.
Dari sinilah kedudukan wajibna berjihaddi medan yang mulia itu. Hal itu merupakan salah satu karakteristik umat ini. Dalam salah satu hadits di sebutkan : Seorang laki-laki bertanya, “Wahai rasulullah, izinkan aku untuk pergi bertamasya.” Beliau menjawab “sesungguhnya tamasya umatku adalah jihad di jalan allah swt. “ (H.R Abu daud)
   “Jihad adalah istilah yang luas dan melebar. Maksudnya mengerahkan segenap kemampuan dalam membentuk pertahanan dari para musuh , Dari mulai konflik bersenjata sampai mempertahankan celah-celahnya. Juga berjuang melawan diri sendiri untuk mengalahkan bisikan-bisikan setan. Semua itu merupakan berbagai kondisi tentang jenis-jenis dan macam-macam jihad.
Jihad dalam islam dilaksanakan bukan untuk mendapatkan harta rampasan dan bukan pula untuk membangun kehormatan yang semu atau fatamorgana yang menipu. Jihad dilakukan untuk mendamaikan dunia dan mengukuhjkan kebenaran debgan cara menentabng kejahatan dan mencabut cengkeramannya, serta menolak tipu daya kelicikannya. Mahabenar allah dengan segala firmannya, Seandainnya allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian lain, pasti rusaklah bumi ini tetapi allah mempunyai kaarunia( yang dicurahkan ) atas semesta alam.

G.    ISLAM DAN TRADISI DI INDONESIA SEKARANG
Meskipun sekarang ini sedang memasuki zaman teknik (modern) dan tidak lama lagi akan memasuki milennium ketiga, keberagaman kita tidak sepenuhnya dapat lepas dari pengaruh sinkretik yang diwariskan oleh para pendahulu kita. Sekarang ini, baik di perkotaan mupun di pedesaan, kita masih menyaksikan upacara-upacara seperti; nujuh bulan (upacara yang dilakukan ketika seorang istri telah hamil tujuh bulan), babaran (upacara kelahiran itu sendiri), pasaran (upacara yang dilakukan lima hari setelah melahirkan), dan pitonan (slametan yang dilakukan tujuh bulan setelah lahiran), meskipun tidak sepenuhnya sama.
Amaliah keagamaan kita di masyarakat dapat dilihat dari upacara nujuh bulan, dengan menyediakan makanan kecil yang kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar dan sekaligus memberi nama anak yang dilahirkan dengan membaca al-Barjanzi. Penggantian nama anak biasanya dilakukan karena anak yang bersangkutan sering sakit, dan anak tersebut akan sembuh apabila namanya diganti. Dalam penggantian nama pun dilakukan slametan lagi.
Begitu pula dengan upacara kematian, di daerah Betawi terdapat tradisi yang sangat berbeda dengan tradisi di Bandung. Di Betawi, apabila seseorang meninggal dunia, keluarga tersebut menyelenggarakan pembacaan Al-Qur’an yang lamanya bergantung pada usia yang meninggal. Lain halnya dengan kebiasaan di Bandung Timur. Upacara yang berhubungan dengan kematian seseorang dilakukan apabila ekonomi keluarga yang meninggal itu termasuk kelas menengah ke atas, keluarga yang ditinggalkan menyembelih kerbau kemudian daging kerbau tersebut dibagikan kepada masyarakat sekitar (sekitar tahun 1989 di Cileunyi Kulon masih didapatkn peristiwa ini), meskipun sekarang upacara itu hampir tidak pernah terjadi. Akan tetapi, masih banyak lagi berbagai macam jenis upacara keagamaan yang masih sangat kental dan sering dilaksanakan oleh kalangan masyarakat.


H.    WAJAH ISLAM MASA DEPAN
Telah muncul fajar peradaban di timur sehingga mampu memimpin dan mengendalikan dunia. Bumi mengenal peradaban bangsa india, cina, Persia, dan orang-orang mesir. Kemudian mengalami perputaran dan kendali kepemimpinan berpindah kebarat serta muncul filsafat yunani, dan kekuasaan romawi. Keadaan tersebut terus berlangsung selama allah menghendaki hal itu sampai muncul risalah-risalah agung di timur yang diakhiri dengan kemunculan islam. Lalu kendali kepemimpinan kembali lagi kepadanya dan dunia terbawa untuk mengikutinya. Namun, setelah mereka datang para pengganti yang melalaikan salat dan mengikuti syahwat. Bagsa barat mulai terbangun dari tidurnya dan bangkit dengan kebangkitan baru yang berpegang teguh kepada ilmu, penemuan, dan penciptaan. Hal itu merupakan tiang kekuatan dan kekuasaan sehingga merebut kepemimpinan untuk yang kedua kalinya dengan kekejaman, pemaksaan dan kekejian , dan tipu daya . Lalu menguatkan ikatan dan memasang belenggu sehingga menggunakan ilmu tersebut untuk melakukan kehancuran dan kerusakan, kepemimpinan tidak berjalan secara optimaldan tidak memenuhi hak allah dalam kekhilafahan sehingga dunia dibayangi api peperangan yang kejam selama tak kurang dari seperempat abad  dan tampak secara jelas kegagalan kepemimpinan barat tersebut serta tidak bertahan lama kecuali mempersempit roda kepemimpinan sehingga para khilafah kaum muslimin yang ada di wilayah timur  menggenggam kekuasaannya.
Islam mengangkat kehormatan manusia, melindungi kebebasan, dan memberikan keadilan secara penuh dengan menentukan hokum di antara manusia. Islam juga mengajak kepada persamaan dan tolong menolong sehingga dengan hal ini  Islam berhak menjadi agama yang abadi sampai allah membenamkan bumi dan seluruh penghuninya.
Seorang penulis yang bernama Bernardus berkata, “sepanjang pengetahuanku, tidak ada satu agama pun yang memiliki system social yang baik  seperti system yang dibangun di atas undang-undang dan pengajaran islam. Telah diprediksikan bahwa agama Muhammad SAW. Akan menjadi agama yang dapat diterima oleh bangsa eropa dimasa yang akan datang dan saat inipun sudah mulai di terima di kalangan tersebut”.
Dalam dunia pemikiran yang diimpor dari luar, seluruh masyarakat tercabik-cabik, tersebarnya dekadensi moral, meluasnya kejahatan, terguncangnya ikatan keluarga, berkuasanya jaringan opportunis,serta hinggapnya jiwa negative dan kebodohan akhla. Hal itu terjadi karena berbenturan dengan fitrah manusia dan yang terjadi di hadapan kita adalah akibat dari system yang tidak berhukumkan syari’at  Allah dan menjauhkan islam dari kehidupan politik, social,budaya, dan ekonomi.
Hal itu merupakan kondisi yang berbahaya, kekosongan rohani, dan kekuasaan yang hampa. Paham yang dianggap realistis adalah paham atheism dan pemujaan berhala, yang di ambil dari konsep dan system bangsa  Romawi dan filsafat yunani, yaitu faham fanatisme yang berlandaskan superioritas dan pengutamaan ras. Kecenderungan berlangsunguntuk menghasut penganutnya agar berusaha menguasai orang lain dan berthukumkan sesuai dengan kepentingan mereka, juga mengarah kepada perilaku penipuan, penyesatan, percampuran, dan pemalsuan berbagai kebenaran . Semua kitu kontradiktif dengan risalah islam.



I.       KESIMPULAN
Jadi, kita dapat mengambil kesimpulan Suatu kebudayaan dapat meminjam konsep-konsep kebudayaan lain karena memiliki pandangan hidup. Namun suatu kebudayaan tidak dapat meminjam sepenuhnya (mengadopsi) konsep-konsep kebudayaan lain, sebab dengan begitu ia akan kehilangan identitasnya. Peminjaman konsep dari suatu kebudayaan mengharuskan adanya proses integrasi dan internalisasi konseptual. Menurut koentjaraningrat kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud:
Wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya;
Wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dan masyarakat; dan
Wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya cipta manusia dan masyarakat.
 umat agama lain begitu maju dengan berbagai teknologi. Atas dasar itulah, terjadi berbagai reaksi terhadap kemajuan pemeluk agama-agama lain. Secara umum, reaksi tersebut dapat dibedakan menjadi empat, yaitu tradisionalis, modernis, revivalis, dan transformative
Apabila diperhatikan secara seksama, dunia Islam saat ini sedang menghadapi masalah besar dengan munculnya kelompok-kelompok umat Islam yang melakukan distorsi dalam memahami ajaran agama. Setidaknya ada tiga kelompok yang melakukan distorsi tersebut, yakni kelompok radikalisme agama, kelompok tekstualisme, dan kelompok liberalisme agama.
Dengan berbagai alasan, tak henti-hentinya dalam perputaran sdan perubahan peradaban, sejarah, negeri arab yang beragama islam menjadi sasaran musuh-musuh yang sangat banyak. Seiring dengan pergantian abad dan perubahan peradaban, negeri ini menjadi target ketamakan yang bertujuan untuk menguasainya, lalu menghancurkan dan merampas kekayaanya.
Oleh karena itu, harus senantiasa meyakinkan umat ini agar berada dalam ikatan yang abadi dan kesadaran yang terus menerus di jaga. Umat ini tidak nmerasa aman dan merasa terlindungi kecuali apabila hidup di bawah naungan pedang yang menghadang para musuh serta menolak para pembangkang dan para penjajah.
Dari sinilah kedudukan wajibna berjihaddi medan yang mulia itu
Islam mengangkat kehormatan manusia, melindungi kebebasan, dan memberikan keadilan secara penuh dengan menentukan hokum di antara manusia. Islam juga mengajak kepada persamaan dan tolong menolong sehingga dengan hal ini  Islam berhak menjadi agama yang abadi sampai allah membenamkan bumi dan seluruh penghuninya.



J.      DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Bandung: Rajawali Pers
Al Khatib, Muhammad Abdullah. 2006. Model masyarakat muslim. Bandung: progression
M. Rikza Chamami. 2012. Studi islam kontemporer. Semarang: pustaka rizki putra
M. nurhakim, sejarah dan peradabab islam, Yogyakarta:UMM Press, 2004


.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LINGKUNGAN DAN ATMOSFER PENDIDIKAN ISLAM

Keutamaan Mempelajari Al-Qur’an dan Mengajarkannya

Makalah sejarah dan Turunnya Al-Qur'an