Pancasila Sebagai dasar Negara
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum yang
memiliki landasan dalam penyelenggaraan negara. Landasan sebagai dasar negara
dan sumber-sumber nilai dalam segala kehidupan berbangsa dan bernegara.
Indonesia mengenal Pancasila sebagai dasar negara dan sumber dari segala sumber
hukum yang memiliki kedudukan tertinggi. Pancasila merupakan dasar dari
norma-norma yang tidak boleh dilanggar. Pancasila yang begitu agung tidak boleh
dikesampingkan dalam segala perjalanan penyelenggaraan negara. Namun , pada kenyataannya, Pancasila yang merupakan
dasar dan ideologi negara dan merupakan kesepakatan politik para founding
father mulai banyak yang mengabaikan nilai- nilai yang terkandung di dalamnya. Dalam
perjalanan panjangkehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila sering mengalami
berbagai deviasi dalamaktualisasi nilai-nilainya. Deviasi pengamalan Pancasila
tersebut bisa berupa penambahan,pengurangan, dan penyimpangan dari makna yang
seharusnya. Walaupun seiring dengan itu sering pula terjadi upaya pelurusan
kembali. Seperti beberapa penyimpangan yang terjadi pada penyelenggaran
pemerintah yang terjadi pada perumusan Undang-Undang yang dilakukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat. Penyimpangan tersebut berupa penyelewengan isi Undang-Undang
yang dirasa tidak sesuai dengan Nilai-Nilai Pancasila. Pancasila yang mempunyai
nilai-nilai agung dirasa tidak sejalan dengan beberapa Undang-Undang yang
dirumuskan. Maka dari itu, perlu adanya pemahaman dan penerapan kembali
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bernegara, terutama oleh penyelenggara
negara. Peraturan yang dibuat olah para penyelenggara negara diharapkan dapat
kembali sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, sehingga Dasar Negara tetap
menjadi landasan hukum yang praktis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk pelanggaran Nilai-nilai Pancasila
dalam Penyelenggaraan Negara?
2. Apakah nilai-nilai Pancasila yang harus di pahami
dalam Penyelenggaraan Negara?
3. Bagaimana cara meluruskan kembali pelanggaran
terhadap Nilai-nilai Pancasila dalam penyelenggaraan negara?
B. Tujuan dan Manfaat Pembuatan makalah
mengenai penerapan nilai-nilai Pancasila
Pancasila ini memiliki beberapa tujuan dan manfaat.
Adapun tujuan adalah untuk mempelajari dan memahami nilai-nilai Pancasila.
Tujuan yang selanjutnya adalah menerapkan nilai-nilai Pancasila tersebut ke
dalam penyelenggaraan negara, terutama dalam proses pembuatan Undang-Undang.
C. Manfaat dalam pembuatan makalah
Dapat mengetahui dan memahami kemudian dapat menerapkan
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, manfaatnya
adalah dapat mengkritisi peraturan perundangan yang melenceng dari nilai-nilai
Pancasila.
D. Ruang Lingkup Makalah
Agar dalam pembahasan dapat terfokus sesuai dengan
tujuan pembuatan makalah. Ruang lingkup juga sebagai panduan dalam evaluasi
dalam pembahasan makalah agar sesuai dengan tujuan. Adapun ruang lingkup dalam
pembuatan makalah adalah sebagai berikut :
1. Nilai-nilai Pancasila meliputi Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan,Keadilan,Pancasila sebagai falsafah
Kehidupan,Ideologi,Jiwa,dan Pandangan hidup.
2. Upaya-upaya aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam
berbagai aspek kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN
Nilai-Nilai Pancasila
·
Nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan,
Keadilan .
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya
pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam
semesta. Dengan nilai ini menyatakan bangsa indonesia merupakan bangsa yang
religius bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya
pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama,
tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif antarumat beragama.
·
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung
arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup
bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal
sebagaimana mestinya.
·
Nilai persatuan indonesia
Nilai persatuan mengandung makna usaha ke arah bersatu
dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai
sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa indonesia.
·
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan mengandung makna suatu
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah
mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.
·
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia
Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengandung
makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia
Yang Adil dan Makmur secara lahiriah atauun batiniah. Nilai-nilai dasar itu
sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya abstrak dan normatif, isinya
belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional dan eksplisit,
perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai instrumental
tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sebagai
nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai. Artinya, dengan
bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat dibuat dan dijabarkan
nilai-nilai instrumental penyelenggaraan negara Indonesia.
·
Nilai Falsafah Hidup Pancasila
Nilai falsafah hidup pancasila sebagai falsafah hidup
Bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang bersamaan dengan tumbuh dan
berkembangnya Bangsa Indonesia. Prinsip-prinsip yang terdapat dalam Pancasila
bersumber pada budaya dan pengalaman bangsa Indonesia yang berkembang akibat
usaha bangsa dalam mencari jawaban atas persoalan-persoalan esensial yang
menyangkut makna atas hakikat sesuatu yang menjadi bagian dari kehidupan
bangsa Indonesia.
·
Nilai Ideologi negara
Dalam arti
cita-cita negara memiliki ciri-ciri diantaranya , mempunyai derajat yang tinggi
sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan,mewujudkan satu asas kerohanian
pandangan dunia, pandangan hidup yang harus di pelihara dikembangkan,
diamalkan, dilestarikan kepada generasi penerus bangsa, di perjuangkan dan
dipertahankan. Pancasila memenuhi syarat sebagai ideologi terbuka. Hal ini
dibuktikan dari adanya sifat-sifat yang melekat pada Pancasila maupun kekuatan
yang terkandung di dalamnya, yaitu pemenuhan persyaratan kualitas tiga dimensi,
yaitu dimensi realita, dimensi idealisme, dan dimensi fleksibilitas.
·
Nilai Jiwa
Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksudkan
dengan kepribadian Indonesia ialah : Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa
Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya.
Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis
pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa. Garis pertumbuhan
dan perkembangan bangsa Indonesia yang ditentukan oleh kehidupan budi bangsa
Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat, lingkungan dan suasana waktu sepanjang
masa. Walaupun bangsa Indonesia sejak dahulu kala bergaul dengan berbagai
peradaban kebudayaan bangsa lain (Hindu, Tiongkok, Portugis, Spanyol, Belanda
dan lain-lain) namun kepribadian bangsa Indonesia tetap hidup dan berkembang.
Mungkin di sana-sini, misalnya di daerah-daerah tertentu atau masyarakat kota
kepribadian itu dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur asing, namun pada dasarnya
bangsa Indonesia tetap hidup dalam kepribadiannya sendiri. Bangsa Indonesia
secara jelas dapat dibedakan dari bangsa- bangsa lain.
·
Nilai Pandangan Hidup
Pengertian pandangan hidup adalah suatu hal yang
dijadikan sebagai pedoman hidup, dimana dengan aturan aturan yang di buat untuk
mencapai yang di cita citakan. Pancasila sebagai pandangan hidup merupakan
sarana ampuh untuk mempersatukan bangsa Indonesia dan memberi petunjuk dalam
mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin dalam masyarakat yang
beraneka ragam sifatnya.
Apabila memperhatikan tiap sila dari Pancasila, maka
akan tampak dengan jelas bahwa tiap sila Pancasila itu adalah pencerminan dari
bangsa . Demikianlah, maka Pancasila yang gali dari bumi Indonsia sendiri salah
satunya yaitu merupakan Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, karena Pancasila
memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan
dari bangsa Indonesia, serta merupakan ciri khas yang dapat membedakan bangsa
Indonesia dari bangsa yang lain. Terdapat kemungkinan bahwa tiap-tiap sila
secara terlepas dari yang lain bersifat universal, yang juga dimiliki oleh
bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi kelima sila yang merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
Upaya Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila
·
Alfred North Whitehead (1864 – 1947)
Tokoh utama filsafat proses, berpandangan bahwa semua
realitas dalam alam mengalami proses atau perubahan, yaitu kemajuan, kreatif
dan baru. Realitas itu dinamik dan suatu proses yang terus menerus “menjadi”,
walaupun unsur permanensi realitas dan identitas diri dalam perubahan tidak
boleh diabaikan.
Sifat alamiah itu dapat pula dikenakan pada ideologi
Pancasila sebagai suatu realitas (pengada). Moerdiono (1995/ 1996) menunjukkan
adanya 3 tataran nilai dalam ideologi Pancasila.
Tiga tataran nilai itu adalah :
1. Nilai Dasar
Yaitu suatu nilai yang bersifat amat abstrak dan
tetap, yang terlepas dari pengaruh perubahan waktu.Nilai dasar merupakan
prinsip, yang bersifat amat abstrak, bersifat amat umum, tidak terikat oleh
waktu dan tempat, dengan kandungan kebenaran yang bagaikan aksioma.
Dari segi
kandungan nilainya, maka nilai dasar berkenaan dengan eksistensi sesuatu, yang
mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar dan ciri khasnya. Nilai dasar
Pancasila ditetapkan oleh para pendiri negara.
Nilai dasar Pancasila tumbuh baik dari sejarah
perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan yang telah menyengsarakan
rakyat, maupun dari cita-cita yang ditanamkan dalam agama dan tradisi tentang
suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan kebersamaan, persatuan dan
kesatuan seluruh warga masyarakat.
2. Nilai instrumental ( bersifat kontekstual)
Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai
dasar tersebut, yang merupakan arahan kinerjanya untuk kurun waktu tertentu dan
untuk kondisi tertentu. Nilai instrumental ini dapat dan bahkan harus
disesuaikan dengan tuntutan zaman. Namun nilai instrumental haruslah mengacu
pada nilai dasar yang dijabarkannya. Penjabaran itu bisa dilakukan secara
kreatif dan dinamik dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang
sama, dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu.Dari kandungan
nilainya, maka nilai instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi,
organisasi, sistem, rencana, program, bahkan juga proyek-proyek yang
menindaklanjuti nilai dasar tersebut. Lembaga negara yang berwenang menyusun
nilai instrumental ini adalah MPR, Presiden, dan DPR.
3. Nilai Praksis
Yaitu nilai yang terkandung dalam kenyataan
sehari-hari, berupa cara bagaimana rakyat melaksanakan (mengaktualisasikan)
nilai Pancasila. Nilai praksis terdapat pada demikian banyak wujud penerapan
nilai-nilai Pancasila, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik oleh
cabang eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, oleh organisasi kekuatan sosial
politik, oleh organisasi kemasyarakatan, oleh badan-badan ekonomi, oleh
pimpinan kemasyarakatan, bahkan oleh warganegara secara perseorangan.
Dari segi kandungan nilainya, nilai praksis merupakan
gelanggang pertarungan antara idealisme dan realitas. Jika ditinjau dari segi
pelaksanaan nilai yang dianut, maka sesungguhnya pada nilai praksislah
ditentukan tegak atau tidaknya nilai dasar dan nilai instrumental itu.
Ringkasnya bukan pada rumusan abstrak, dan bukan juga
pada kebijaksanaan, strategi, rencana, program atau proyek itu sendiri terletak
batu ujian terakhir dari nilai yang dianut, tetapi pada kualitas pelaksanaannya
di lapangan. Bagi suatu ideologi, yang paling penting adalah bukti
pengamalannya atau aktualisasinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Suatu ideologi dapat mempunyai rumusan yang amat ideal
dengan ulasan yang amat logis serta konsisten pada tahap nilai dasar dan nilai
instrumentalnya. Akan tetapi, jika pada nilai praksisnya rumusan tersebut tidak
dapat diaktualisasikan, maka ideologi tersebut akan kehilangan kredibilitasnya.
. Sudah barang tentu jika konsistensi ketiga nilai itu dapat ditegakkan, maka terhadap
ideologi itu tidak akan ada masalah.
Masalah baru timbul jika terdapat inkonsisitensi dalam
tiga tataran nilai tersebut. Untuk menjaga konsistensi dalam mengaktualisasikan
nilai Pancasila ke dalam praktik hidup berbangsa dan bernegara, maka perlu Pancasila
formal yang abstrak-umum- universal itu ditransformasikan menjadi rumusan
Pancasila yang umum kolektif, dan bahkan menjadi Pancasila yang khusus
individual (Suwarno, 1993: 108). Artinya, Pancasila menjadi sifat-sifat dari
subjek kelompok dan individual, sehingga menjiwai semua tingkah laku dalam
lingkungan praksisnya dalam bidang kenegaraan, politik, dan pribadi.
·
Driyarkara (dalam Suwarno, 1993: 110- 111)
mengemukakan proses pelaksanaan ideologi Pancasila,
dengan gambaran gerak transformasi Pancasila formal sebagai kategori tematis
(berupa konsep, teori) menjadi kategori imperatif (berupa norma-norma) dan
kategori operatif (berupa praktik hidup).
Proses
tranformasi berjalan tanpa masalah apabila tidak terjadi deviasi atau
penyimpangan, yang berupa pengurangan, penambahan,dan penggantian.
Operasionalisasi
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara haruslah
diupayakan secara kreatif dan dinamik, sebab Pancasila sebagai ideologi
bersifat futuralistik. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
merupakan nilai-nilai yang dicita-citakan dan ingin diwujudkan.
IMPLEMENTASIKAN
NILAI-NILAI PANCASILA
“Pada hakekatnya pancasila merupakan suatu alat mempersatu dalam
perjuangan kita, perjuangan bangsa yang membawa corak sendiri”
Sepenggal kalimat yang diucapkan oleh Soekarno tersebut menggugah kita
untuk merenungkan makna akan eksistensi pancasila di masa ini. Pancasila
merupakan karya besar anak bangsa. Karya yang bukan diadopsi dari dua ideologi
besar saat itu tetapi ideologi besar Pancasila lahir dalam karakternya sendiri,
karakter keindonesiaan. Bahkan, Bertrand Russel seorang pemikir besar di masa
itu dalam salah satu harian Inggris menyatakan bahwa Pancasila adalah sintesis
kreatif dari ideologi dunia.
Pancasila saat ini hanya menjadi jargon dan sekedar dikutip dalam diskursus
politik tanpa implementasi. Di sekolah, pancasila hanya dibaca dan dihafal
untuk mendapatkan nilai yang bagus, bukan untuk dipahami maknanya secara
mendalam dan disimpan dalam relung kalbu setiap siswa. Bahkan, di Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) banyak anggota DPR yang tidak menghafal pancasila
apalagi mengetahui nilai yang terkandung di dalamnya secara mendalam. Wakil
rakyat kita seakan lupa bahwa Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala
sumber hukum yang harus mendasari mereka dalam membuat produk legislasi. Tidak
mengherankan jika akhirnya ada produk legislasi yang lekat dengan nuansa
liberal dan tidak mencerminkan ideologi.
Eksistensi pancasila saat ini tergerus dalam arus globalisasi. Arus globalisasi
membawa kita dalam gaya hidup kebarat-baratan yang liberal, rasionalistik dan
individual. Kita seakan-akan lupa bahwa pancasila tidak mengajarkan kita sifat
individualistik tetapi mengajarkan kita gotong royong. Soekarno menyatakan
bahwa jika pancasila diperas dan dikerucutkan menjadi eka sila maka eka sila
itu adalah gotong royong. Gotong royong sebagai esensi pancasila dan jati diri
kebangsaan harusnya menjelma dalam kehidupan kita dan tidak tergantikan dengan
nilai individualisme. Ini tidaklah berarti bahwa pancasila harus ditempatkan
sebagai ideologi tertutup karena pancasila oleh pendiri bangsa ini diharapkan
menjadi ideologi terbuka. Ideologi yang bisa bergaul dengan perkembangan zaman
tetapi juga menjadi filter dari setiap pengaruh perkembangan zaman tersebut.
Nilai-nilai individualisme sebagaimana yang tampak dalam liberalisme harusnya
disaring dan tidak boleh merusak nilai gotong royong dalam pancasila.
Urgensi untuk menghidupkan kembali pancasila saat ini adalah suatu hal yang
tidak dapat ditunda apalagi dinafikkan. Hal ini disebabkan, Pancasila terkesan
tidak lagi menjadi dasar dalam penyelenggaraan negara. Bagaimana tidak, para
penyelenggara negara memanfaatkan jabatannya untuk melakukan korupsi, suatu hal
yang sangat bertentangan dengan pancasila.
Untuk mengatasi krisis pancasila yang terjadi pada bangsa ini maka perlu
diambil beberapa langkah oleh segenap bangsa ini. Pancasila harus diimplementasikan dalam
segala tingkat kehidupan, mulai dari kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara (Pancasila), dan dalam segala aspek meliputi politik,
ekonomi, budaya, hukum dan sebagainya. Misal :
·
Bidang Poitik
Landasan aksiologis (sumber nilai) system politik
Indonesia adalah dalam pembukaan UUD 1945 alenia IV “….. maka disusunlah Kemerdekaan
Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang dasar Negara Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemasusiaan yang adil
dan beradab, Persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan social bagi seluruh rakyat indonesia”. Sehingga sistem politik
Indonesia adalah Demokrasi Pancasila. Dimana demokrasi Pancasila itu merupakan
system pemerintahan dari rakyat dalam arti rakyat adalah awal mula kekuasaan
Negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk mewujudkan
suatu cita-cita. Organisasi sosial politik adalah wadah pemimpin-pemimpin
bangsa dalam bidangnya masing-masing sesuai dengan keahliannya, peran dan
tanggung jawabnya. Sehingga segala unsur-unsur dalam organisasi sosial politik
seperti para pegawai Republik Indonesia harus mengikuti pedoman pengamalan
Pancasial agar berkepribadian Pancasila karena mereka selain warga negara
Indonesia, juga sebagai abdi masyarakat, dengan begitu maka segala kendala akan
mudah dihadapi dan tujuan serta cita-cita hidup bangsa Indonesia akan terwujud.
Nilai dan ruh demokrasi yang sesuai dengan visi
Pancasila adalah yang berhakikat:
a. Kebebasan,terbagikan/terdesentralisasikan,
kesederajatan, keterbukaan, menjunjung etika dan norma kehidupan.
b. Kebijakan politik atas dasar nilai-nilai dan
prinsip-prinsip demokrasi yang memperjuangkan kepentingan rakyat , kontrol
publik.
c. Pemilihan umum yang lebih berkualitas dengan
partisipasi rakyat yang seluas-luasnya.
d. Supremasi hukum.
Begitu pula standar demokrasinya yang :
a. Bermekanisme „checks and balances‟, transparan,
akuntabel,
b. Berpihak kepada „social welfare‟, serta
c. Meredam konflik dan utuhnya NKRI.
Perbaikan moral tiap individu yang berimbas pada
budaya anti-korupsi serta melaksanakan tindakan sesuai aturan yang berlaku
adalah sedikit contoh aktualisasi Pancasila secara Subjektif. Aktualisasi
secara objektif seperti perbaikan di tingkat penyelenggara pemerintahan.
Lembaga-lembaga negara mesti paham betul bagaimana bekerja sesuai dengan
tatanan Pancasila. Eksekutif, legislatif, maupun yudikatif harus terus berubah
seiring tantangan zaman.(Kompas, 01 April 2003). “Demokrasi sebagai suatu
sistem kehidupan didalam masyarakat dijamin keleluasaannya untuk
mengekspresikan kepentingan”.
Pada kalimat itulah yang kemudian berkembang bahwa
kepentingan kelompok cenderung akan lebih besar daripada kepentingan nasional.
Demi kepentingan kelompok/ partai, mereka rela menggunakan segala cara untuk
mempertahankan kekuasaan dan untuk memperbesar cengkeramannya pada upaya
penguasaan bangsa.
Pada kenyataannya kepentingan rakyat dan kepentingan
Nasional justru diabaikan pada hal mereka itu adalah konstituen yang harusnya
mendapat perhatian dan kesejahteraan. Penyelenggaraan negara yang menyimpang
dari ideologi Pancasila dan mekanisme Undang Undang Dasar 1945 telah
mengakibatkan ketidak seimbangan kekuasaan diantara lembaga-lembaga negara dan
makin jauh dari cita-cita demokrasi dan kemerdekaan yang ditandai dengan
berlangsungnya sistem kekuasaan yang bercorak absoluth karena wewenang dan
kekuasaan Presiden berlebih (The Real Executive ) yang melahirkan budaya Korupsi
kolusi dan nepotisme (KKN) sehingga terjadi krisis multidimensional pada hampir
seluruh aspek kehidupan.
Ini bisa dilihat betapa banyaknya pejabat yang
mengidap penyakit “amoral” meminjam istilah Sri Mulyani-moral hazard. Hampir
tiap komunitas (BUMN maupun BUMS), birokrasi, menjadi lumbung dan sarang
“bandit” yang sehari-hari menghisap uang negara dengan praktik KKN atau kolusi,
korupsi, dan nepotisme. Sejak Republik Indonesia berdiri, masalah korupsi,
kolusi, dan nepotisme selalu muncul ke permukaan. Bermacam-macam usaha dan
program telah dilakukan oleh setiap pemerintahan yang berkuasa dalam
memberantas korupsi tetapi secara umum hukuman bagi mereka tidak sebanding
dengan kesalahannya, sehingga gagal untuk membuat mereka kapok atau gentar.
Mengapa tidak diterapkan, misalnya hukuman mati atau penjara 150 tahun bagi
yang terbukti.
Para elit politik dan golongan atas seharusnya
konsisten memegang dan mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam setiap
tindakan. Dalam era globalisasi saat ini , pemerintah tidak punya banyak
pilihan. Karena globalisasi adalah sebuah kepastian sejarah, maka
pemerintah perlu bersikap. ”Take it or Die” atau lebih dikenal dengan istilah
”The Death of Government”. Kalau kedepan pemerintah masih ingin bertahan hidup
dan berperan dalam paradigma baru ini maka orientasi birokrasi pemerintahan
seharusnya segera diubah menjadi public services management
·
Bidang Ekonomi
Pengaktualisasian Pancasila dalam bidang ekonomi yaitu
dengan menerapkan sistem ekonomi Pancasila yang menekankan pada harmoni
mekanisme harga dan sosial (sistem ekonomi campuran), bukan pada mekanisme
pasar yang bersasaran ekonomi kerakyatan agar rakyat bebas dari kemiskinan,
keterbelakangan, penjajahan/ ketergantungan, rasa was-was, dan rasa
diperlakukan tidak adil yang memosisikan pemerintah memiliki asset produksi
dalam jumlah yang signifikan terutama dalam kegiatan ekonomi yang penting bagi
negara dan yang menyangkut hidup orang banyak. Sehingga perlu pengembangan
Sistem Ekonomi Pancasila sehingga dapat menjamin dan berpihak pada pemberdayaan
koperasi serta usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM). Selain itu ekonomi yang
berdasarkan Pancasila tidak dapat dilepaskan dari sifat dasar individu dan
sosial.Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain untuk
memenuhi semua kebutuhanya tetapi manusia juga mempunyai kebutuhan dimana orang
lain tidak diharapkan ada atau turut campur.
Ekonomi menurut Pancasila adalah berdasarkan asas
kebersamaan, kekeluargaan artinya walaupun terjadi persaingan namun tetap dalam
kerangka tujuan bersama sehingga tidak terjadi persaingan bebas yang mematikan.
Dengan demikian pelaku ekonomi di Indonesia dalam menjalankan usahanya tidak
melakukan persaingan bebas, meskipun sebagian dari mereka akan mendapat
keuntungan yang lebih besar dan menjanjikan. Hal ini dilakukan karena
pengamalan dalam bidang ekonomi harus berdasarkan kekeluargaan. Jadi interaksi
antar pelaku ekonomi sama-sama menguntungkan dan tidak saling menjatuhkan.
Pilar Sistem Ekonomi Pancasila yang meliputi:
1. Ekonomika etik dan ekonomika humanistik.
2. Nasionalisme ekonomi & demokrasi ekonomi
3. Ekonomi berkeadilan sosial.
Namun pada kenyataannya, sejak pertengahan 1997 krisis
ekonomi yang menimpa Indonesia masih terasa hingga hari ini. Di tingkat Asia,
Indonesia yang oleh sebuah studi dari The World Bank (1993) disebut sebagai
bagian dari Asia miracle economics, the unbelieveble progress of development,
ternyata perekonomiannya tidak lebih dari sekedar economic bubble, yang mudah
sirna begitu diterpa badai krisis (World Bank, 1993). Krisis ekonomi terbesar
sepanjang sejarah bangsa Indonesia Orde Baru dan Orde Lama yang dialami
sekarang ini telah mencuatkan tuntutan reformasi total dan mendasar
(radically). Bermula dari krisis moneter (depresi rupiah) merambah ke
lingkungan perbankan hingga ke lingkup perindustrian. Kebijakan perekonomian
Indonesia yang diterapkan tidak membumi, hanya sebatas “membangun rumah di atas
langit” dan akibatnya upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat menjadi
tersingkirkan. Rakyat masih terus menjadi korban kegagalan kebijakan
pemerintah.
Potret perekonomian Indonesia semakin buram,
memperhatikan kebijakan pemerintah yang selalu “pasrah” dengan Bank Dunia atau
pun International Monetary Fund (IMF) dalam mencari titik terang perbaikan
ekonomi Indonesia. Belum lagi menumpuknya utang luar negeri semakin menghimpit
nafas bangsa Indonesia, sampai-sampai seorang bayi baru lahir pun telah harus
menanggung hutang tidak kurang dari 7 juta rupiah. Seorang pengamat Ekonomi
Indonesia, Laurence A. Manullang, mengemukakan bahwa selama bertahun-tahun
berbagai resep telah dibuat untuk menyembuhkan penyakit utang Internasional,
tetapi hampir disepakati bahwa langkah pengobatan yang diterapkan pada krisis
utang telah gagal. Fakta yang menyedihkan adalah Indonesia sudah mencapai
tingkat ketergantungan (kecanduan) yang sangat tinggi terhadap utang luar negeri.
Sampai sejauh ini belum ada resep yang manjur untuk bisa keluar dari belitan
utang.
Penyebabnya adalah berbagai hambatan yang melekat pada
praktik yang dijalankan dalam sistem pinjaman internasional, tepatnya
negara-negara donor (Bogdanowicz-Bindert, 1993). Keputusan pemerintah yang
terkesan tergesa-gesa dalam mengambil kebijakan untuk segera memasuki
industrialisasi dengan meninggalkan agraris, telah menciptakan masalah baru
bagi national economic development. Bahkan menurut sebagian pakar langkah Orde
baru dinilai sebagai langkah spekulatif seperti mengundi nasib, pasalnya,
masyarakat Indonesia yang sejak dahulu berbasis agraris Sebagai konsekuensinya,
hasil yang didapat, setelah 30 tahun dicekoki ideologi „ekonomisme‟ itu justru
kualitas hidup masyarakat Indonesia semakin merosot tajam (dekadensia). Jika
hingga saat ini kualitas perekonomian belum menampakkan perubahan yang
signifikan, tidak menutup kemungkinan, akan mendapat pukulan mahadasyat dari
arus globalisasi. Kekhawatiran ini muncul, karena pemerintah dalam proses
pemberdayaan masyarakat lemah masih parsial dan cenderung dualisme, antara
kemanjaan (ketergantungan) pemerintah kepada IMF, sementara keterbatasan
akomodasi bentuk perekonomian masyarakat yang tersebar (diversity of economy
style) di seluruh pelosok negeri tidak tersentuh. Hal ini juga terlihat jelas
pada kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak proporsional, tidak mencerminkan
model perekonomian yang telah dibangun oleh para Founding Father terdahulu.
Hal ini dapat dilihat pada beberapa kasus, misalnya,
pencabutan subsidi di tengah masyarakat yang sedang sulit mencari sesuap nasi,
mengelabuhi masyarakat dengan raskin (beras untuk rakyat miskin), atau jaring
pengaman sosial (JPS) lain yang selalu salah alamat.
·
Bidang Sosial Budaya
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat
(Soerjono Soekanto, 2005: 172) Aktualisasi Pancasila dalam bidang social budaya
berwujud sebagai pengkarakter sosial budaya (keadaban) Indonesia yang
mengandung nilai-nilai religi, kekeluargaan, kehidupan yang selaras-serasi-
seimbang, serta kerakyatan profil sosial budaya Pancasila dalam kehidupan
bangsa Indonesia yang gagasan, nilai, dan norma/aturannya yang tanpa paksaan
sebagai sesuatu yang dibutuhkan proses pembangunan budaya yang dibelajarkan/
dikondisikan dengan tepat dan diseimbangkan dalam tatanan kehidupan, bukan
sebagai suatu warisan dari generasi ke generasi, serta penguatkan kembali
proses integrasi nasional baik secara vertical maupun horizontal.Begitu luasnya
cakupan kebudayaan tetapi dalam pengamalan Pancasila kebudayaan bangsa
Indonesia adalah budaya ketimuran, yang sangat menjunjung tinggi sopan santun,
ramah tamah, kesusilaan dan lain-lain. Budaya Indonesia memang mengalami
perkembangan misalnya dalam hal Iptek dan pola hidup, perubahan dan
perkembangan ini didapat dari kebudayaan asing yang berhasil masuk dan diterima
oleh bangsa Indonesia.
Semua
kebudayaan asing yang diterima adalah kebudayaan yang masih sejalan dengan
Pancasila. Walaupun begitu tidak jarang kebudayaan yang jelas-jelas
bertentangan dengan budaya Indonesia dapat berkembang di Indonesia. Seperti
terjadinya pergeseran gaya hidup (life style) yang oleh sejumlah pakar gejala
ini termasuk jenis kemiskinan sosial-budaya.
Beberapa indikasi dapat dikemukakan di sini, antara
lain: manusia hidup cenderung materialistik dan individualistik,menurunnya rasa
solidaritas, persaudaraan, rasa senasib-sepenanggungan, keharusan mengganti
mata pencaharian, pelecehan terhadap institusi adat, dan bahkan pengikisan
terhadap nilai-nilai tertentu ajaran agama. Ciri ini telah ada dan berkembang
hingga ke daerah-daerah.
Dulu masih
dapat dinikmati indahnya hubungan kekeluargaan (silaturrahim), realitas
sekarang semua itu sudah tergantikan dengan komunikasi jarak jauh. Misalnya,
kebiasaan berkunjung ke daerah untuk merayakan lebaran atau hari-hari penting
lainnya, telah tergantikan dengan telpon atau e-mail. Mestinya kondisi ini
tidak perlu terjadi pada bangsa yang dikenal ramah, santun, dan religius.
Perubahan sosial berikutnya bahwa
pluralitas tidak terfocus hanya pada aspek SARA, tetapi dimasa yang akan datang
kemajemukan masyarakt Indonesia yang sangat heterogen ditandai dengan adanya
sinergi dari peran, fungsi dan profesionalisme individu atau kelompok. Sehingga
kontribusi profesi individu/kelompok itulah yang akan mendapat tempat dimanapun
mereka berprestasi. Ini menunjukan bahwa filter Pancasila tidak berperan
optimal, itu terjadi karena pengamalan Pancasila tidak sepenuhnya dilakukan
oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu harus ada tindakan lanjut agar budaya
bangsa Indonesia sesuai dengan Pancasila. Pembudayaan Pancasila tidak hanya
pada kulit luar budaya misalnya hanya pada tingkat propaganda, pengenalan serta
pemasyarakatan akan tetapi sampai pada tingkat kemampuan mental kejiwaan
manusia yaitu sampai pada tingkat akal, rasa dan kehendak manusia.
·
Bidang Hukum
Pertahanan dan Keamanan Negara harus berdasarkan pada
tujuan demi tercapainya hidup manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, harus
menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan dan
hankam.
Pertahanan dan keamanan harus diletakkan pada fungsi
yang sebenarnya sebagai suatu negara hukum dan bukannya suatu negara yang
berdasarkan kekuasaan. Pertahanan dan Keamanan, Pancasila dapat dijadikan
sebagai margin of appreciation akan mengandung fungsi-fungsi sebagai: the line
at which supervision should give way to State‟s discretion in enacting or
enforcing its law, striking (menemukan) a balance between a right quaranteed
and a permitted derogation (limitation), Move principle of justification than
interpretation, Preventing unneccesarry restriction, To avoid damaging dispute,
A Uniform Standard of Protection, Gives flexibility needed to avoid damaging
confrontantions. Peranan Pancasila
sebagai margin of appreciation di bidang hukum akan mewarnai segala sub sistem
di bidang hukum, baik substansi hukum yang bernuansa “law making process”,
struktur hukum yang banyak bersentuhan dengan “law enforcement” maupun budaya
hukum yang berkaitan dengan “law awareness”.
Peranan Pancasila sebagai margin of appreciation yang
mengendalikan kontekstualisasi dan implementasinya telah terjadi pada:
1. Pada saat dimantabkan dalam Pembukaan UUD 1945 pada
saat 4 kali proses amandemen
2. Pada saat merumuskan HAM dalam hukum positif
Indonesia
3. Pada saat proses internal di mana The Founding
Fathers menentukan urutan Pancasila.
Beberapa arah kebijakan negara yang tertuang dalam
GBHN, dan yang harus segera direlisasikan,khususnya dalam bidang hukum antara
lain:
1. Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbarui Undang-undang warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, termasuk ketidak adilan gender dan ketidak sesuaiaannya dengan tuntutan reformasi melalui program legislasi.
2. Meningkatkan integritas moral dan keprofesionalan
para penegak hukum, termasuk Kepolisian RI, untuk menumbuhkan kepercayaan
masyarakat dengan meningkatkan kesejahteraan, dukungan sarana dan prasarana
hukum, pendidikan, serta pengawasan yang efektif.
3. Mewujudkan lembaga peradilan yang mandiri dan bebas
dari pengaruh penguasa dan pihak manapun.
4. Mengembangkan budaya hukum di semua lapisan
masyarakat untuk terciptanya kesadaran dan kepatuhan hukum dalam kerangka
supremasi hukum dan tegaknya negara hukum.
Satu hal yang perlu garis bawahi, bahwa Indonesia
adalah negara hukum, artinya semua lembaga, institusi maupun person yang ada di
dalamnya harus tunduk dan patuh pada hukum. Maka ketika hukum di Indonesia
betul-betul ditegakkan dengan tegas, dan dikelola dengan jujur, adil dan
bijaksana, maka negeri ini akan makmur dan tentram.
Selain hal itu , Pemerintah juga harus melaksanakan
nilai-nilai pancasila dalam bidang lainnya yakni :
·
Pemerintah harusnya merancang kurikulum pendidikan yang didasarkan pada
keseimbangan antara pemahaman dan implementasi pancasila. Peserta didik tidak
boleh hanya diberikan pengetahuan tetapi juga disadarkan tentang betapa
pentingnya pancasila bagi bangsa ini. Betapa mulia dan agungnya nilai pancasila
tersebut dan memotivasi siswa untuk mengimplementasikan nilai-nilai pancasila
tersebut. Pancasila di sekolah harusnya bukan hanya ada dalam text book tetapi
juga dalam realitas. Penilaian pun harusnya bukan hanya didasarkan pada
kemampuan intelektual tapi implementasi dari nilai di dalamnya.
Penulis meyakini bahwa
dengan penanaman dan implementasi nilai-nilai Pancasila di sekolah akan
menyelamatkan bangsa ini dari krisis ideologis, krisis yang membawa kita
berkubang dalam lumpur korupsi dan terombang ambing dalam arus globalisasi.
Sebagai contoh, masalah korupsi adalah masalah nilai, masalah ketiadaan
nilai-nilai pancasila dalam kalbu penyelengara Negara. Jika nilai pancasila
dapat ditanamkan maka potensi terjadinya korupsi akan diperkecil.
·
Bangsa ini harus menanamkan nilai pancasila tersebut dari mulai masa
kanak-kanak, yang dapat dimulai dari lingkungan keluarga. Anak-anak gampang
menyerap nilai karena memiliki memori otak yang besar dan maksimal di masa itu.
Dengan tertanamnya, nilai-nilai tersebut sejak kecil maka mereka akan
mengaplikasikannya sejak dini pula sehingga hal ini menjadi kebiasaan dan
terefleksi dalam aktivitas mereka seumur hidup.
Penulis sangat mengagumi keberhasilan bangsa Asia
Timur seperti Cina, Jepang, Korea
Selatan dan Korea Utara yang berhasil merefleksikan nilai ideologi dalam setiap
aktivitas mereka. Salah satu faktor yang melatar belakangi hal tersebut adalah
penanaman nilai-nilai ideologi sejak dini. Penulis meyakini bahwa jika
pancasila mampu ditanamkan sejak dini maka nilai-nilai pancasila juga akan
terefleksi dalam kehidupan masyarakat bangsa ini.
· Di sisi lain
media di Indonesia dapat berkontribusi dengan menampilkan lagu-lagu kebangsaan
yang dapat membangkitkan semangat kita untuk mengimplementasikan pancasila.
Dengan penampilan lagu-lagu dengan semangat kebangsaan tersebut maka kita akan
menyadari bahwa pancasila saat ini sedang mengalami penurunan karena sangat
jarang dibicarakan dan diimplementasikan. Jika hal ini dilakukan secara terus
menerus maka nilai-nilai pancasila akan tersimpan dalam alam bawah sadar dan
tercermin bahkan dalam respons reflex sekalipun.
Peran
media dalam mengembangkan nilai-nilai ideologi tidak dapat dielakkan. Sebagai
contoh, Amerika menanamkan nila-nilai ideologi melalui berbagai film perang
yang menunjukan keagungan nilai-nilai ideologinya. Penulis berharap agar media
di Indonesia dapat menanamkan dan mendesiminasi nilai-nilai pancasila. Peran
media ini perlu agar nantinya lagu-lagu kebangsaan yang mengandung nilai
ideologi tidak tereliminasi oleh lagu-lagu modern.
·
Adapun akademisi dapat menghidupkan pancasila melalui seminar, diskusi
maupun kegiatan keilmuan lainnya. Penggalian makna akan nilai pancasila sangat
penting dalam mendukung implementasi pancasila ke depan. Adanya diskusi
keilmuan tersebut dapat pula dipandang sebagai kegiatan untuk menjaga kemurnian
pancasila agar nantinya tidak dimonopoli oleh kelompok tertentu untuk
kepentingannya. Monopoli tafsiran pancasila untuk kepentingan penguasa pernah
terjadi pada masa orde baru. Kegiatan ini juga penting untuk mengfungsikan
pancasila sebagai ideologi terbuka, ideologi yang dapat bergaul dengan
perkembangan zaman tetapi juga menjadi filter dalam perkembangan tersebut .
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah
dan tujuan dan pembahasan, maka makalah ini memiliki beberapa kesimpulan.
Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bentuk pelanggaran Pancasila dalam
Penyelenggaraan Negara, salah satu contohnya adalah pengaduan gugatan terhadap
Undang-Undang (UU). Pengaduan gugatan Undang- Undang kepada Mahkamah Konstitusi
(MK) pada beberapa periode antara 2003-2012 ada ser 400 pengaduan. Pengaduan
tersebut terkait dengan adanya indikasi pelanggaran Nilai- Nilai Pancasila
dalam Undang-Undang yang dirancang.
2. Pancasila sebagai nilai dapat berupa Nilai
ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap
adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai
moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan
sesuatu hal sebagaimana mestinya. Nilai persatuan indonesia mengandung makna
usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nilai kerakyaran berupa musyawarah
mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan. Nilai Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu
tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah ataupun batiniah.Pancasila
bersumber pada budaya dan pengalaman bangsa Indonesia yang berkembang akibat
usaha bangsa dalam mencari jawaban atas persoalan-persoalan esensial yang
menyangkut makna atas hakikat sesuatu yang menjadi bagian dari kehidupan bangsa
Indonesia.
3. Operasionalisasi Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara haruslah diupayakan secara kreatif dan
dinamik, sebab Pancasilasebagai ideologi bersifat futuralistik. Artinya,
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai-nilai yang
dicita-citakan dan ingin diwujudkan. Masalah aktualisasi nilai-nilai dasar
ideologi Pancasila ke dalam kehidupan praktis kemasyarakatan dan kenegaraan
bukanlah masalah yang sederhana.Aktualisasi nilai Pancasila dituntut selalu
mengalami pembaharuan. Hakikat pembaharuan adalah perbaikan dari dalam dan
melalui sistem yang ada. Atau dengan kata lain, pembaharuan mengandaikan adanya
dinamika internal dalam diri Pancasila.
Komentar
Posting Komentar