TERJEMAH DALAM AL-QUR’AN

TERJEMAH DALAM AL-QUR’AN
Untuk Memenuhi Mata Kuliah studi pengantar Al-qur’an
Dosen :  Nurkholidah M.ag


Disusun oleh :
VERA AS’ARI ( 1608103059)






TADRIS BAHASA INGGRIS
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJARJATI CIREBON
2016 – 2017





BAB I
PEMBAHASAN
A.    Terjemahan dalam Al-qur’an
1.      Pendahuluan
Sudah menjadi keinginan setiap manusia baik muslim ataupun non muslim untuk mengetahui apa yang terkandung dalam alquran, sementara Al-Quran turun dalam bahasa Arab padahal tidak semua orang dapat mengerti apalagi menguasai Bahasa Arab, maka dengan alasan itulah penerjemahan Al-Quran sangat dibutuhkan hingga ke dalam berbagai bahasa di dunia.
Pemakalah di sini akan mencoba menjelaskan sedikit tentang sejarah penerjemahan Al-Quran, pengertian terjemah, pembagian terjemah, syarat-syarat penerjemah, hukum terjemah, kedudukan terjemah jika dibandingkan dengan Alquran itu sendiri.
Al-Quran juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa selain Eropa, seperti Afrika, Persia, Turki, Urdu, Tamil, Pastho, Benggali, Jepang dan berbagai bahasa di kepulauan Timur, tidak ketinggalan pula Al-Quran juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, pada pertengahan abad ketujuh belas, Abdul Ra’uf fansuri, seorang ulama dari Singkel, Aceh, menterjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Melayu, walau mungkin terjemahan itu ditinjau [1]dari sudut ilmu bahasa Indonesia modern belum sempurna, namun, pekerjaan itu adalah berjasa besar sebagai pekerjaan perintis jalan; hingga pada saat ini, kita bisa mendapatkan berbagai terjemahan Al-Quran dalam bahasa Indonesia dengan sangat mudah dan bermacam-macam versi.
2.      Sejarah Terjemahan Al-qur’an
             Al-qur’an diwayuhkan kepada nabi muhammad dalam bahasa arab secara teologis versi al-qur’an berbahasa arab lah yang dianggap sebagai bacaan yang asli, firman yang langsung berasal dari allah dan tidak ada satupun yang dapat disejajarkan dengan al-qur’an berbahasa arab. Terjemahan dipandang al-qur’an hanya sebagai alat bantu untuk memahami makna-makna keagungan allah bukan sebagai pengganti bahasa seperti perubahan bahasa kitab-kitab lainnya ( injil maupun taurat).
            Semua muslim arab maupun non-arab meperlajari maupun membaca dalam bahasa arab untuk mendapatkan kepuasan dalam berkah yang ada pada al-qur’an inilah yang terucap dari mulut nabi dan dibaca oleh para sahabat-sahabat nabi, maupun generasi muslim berikutnya dari kalangan kristen pun akan mengakui bahwa Al-qur’an sangat jauh berbeda dengan injil
            Pada awalnya al-qur’an hanya dibaca oleh orang-orang yang sudah fasi,  kekayaan sastra dan syair,bahkan salah satu musuh nabi merasa takjub dengan bacaan al-qur’an dengan bahasa arab tersebut. Al-qur’an memang memiliki ciri khas tersendiri yang sayangnya belum dikaji secara utuh oleh Barat, hingga saat ini telah banyak terdapat terjemahan dalam bahasa inggris namun tak ada satupun yang dikerjakan lebih dari satu orang pada kurun waktu yang sama.
3.      Pengertian Terjamahan
Secara bahasa terjemahan bermakna penjelasan atau keterangan secara istilah terjemahan bermakna mengungkapkan perkataan atau kalimat dengan menggunakan bahasa lain. Menerjemahkan Al Qur’an adalah mengungkapkan makna Al Qur’an dengan menggunakan bahasa lain.
  1. Terjemahan harfiah (khusus) yaitu mengalihkan lafadz-lafadz dari bahasa yang serupa dari bahasa kedalam lafadz-lafadz yang serupa dengan bahasa lain.
  2. Terjemahan maknawiyah atau tafsiriyah atau umum, yaitu mengungkapkan makna perkataan atau kalimat dengan menggunakan bahasa lain tanpa terikat mufrodal (kosakata) dan tartib (susunan kata). Sebagai contoh, firman Allah: sesungguhnya kami menjadikan Al Qur’an dalam Bahasa Arab, supaya kamu memahamin (Nya). Maka terjemahan harfiyah adalah dengan cara menerjemah kata perkata
Mereka yang mempunyai pengetahuan bahasa tentang bahasa-bahasa tentu dia tahu bahwa terjemahan harfiyah diatas tidak mungkin dapat dicapai dengan baik jika konteks bahasa asli dan cangkupan semua makna nya tetap dipertahankan, sebab karakteristik setiap bahasa berbeda-beda hal tertib bagian-bagian kalimat itu sendir Contohnya jumlah fi’liyah (kalimat verbal) dalam bahasa arab dikenal sebagai fi’il (kata kerja yang berfungsi sebagai predikat ), kemudian fa’il (subjek) baik dalam kalimat tanya (istifham) maupun lainnya.
4.      Hukum Terjemahan Harfiyah
Tidak ada seorangpun yang merasa ragu tentang haramnya menerjemahkan al-qur’an dengan terjemahan harfiyah, sebab al-qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada rasulnya, merupakan mukjizat  dengan lafadz dan makna serta membaca dipandang sebagai suatu ibadah, dan tidak ada satu orangpun yang berpendapat bahwa kalimat-kalimat al-qur’an itu jika diterjemahkan dinamakan kalamullah, sebab allah tidak pernah berfirman kecuali dengan al-qur’an  yang kita baca dengan bahasa arab dan kemukjizatan pun tidak akan terjadi dengan terjemahan karena hanya al-qur’an berbahasa arab yang dianggap sebagai mukjizat.
        Dengan demikian. Penerjemah al-qur’an dengan terjemah harfiyah betapapun telah menguasai bahasa arab dengan betul-betul dipandang telah mengeluarkan al-qur’an dari keadaan al-qur’an sebenarnya.
Terjemahan model seperti ini mustahil untuk dilakukan karena diturunkanya Al-Quran mempunyai dua tujuan yaitu:

a.            Untuk menunjukan kebenaran Nabi SAW dalam risalah-nya yang beliau sampaikan dari tuhannya, ini semua terjadi, karena Al-Quran adalah Mu’jizat, yang mana andaikan Manusia dan Jin bersatu-padu, bahu membahu untuk membuat atau menandingi satu surat sekalipun, yang menyerupainya; niscaya mereka tidak akan mampu untuk selamanya.
b.             Untuk memberikan petunjuk pada Manusia, kepada kemaslahatan dan keselamatannya, baik di Dunia maupun di Akhirat
mengenai hukum pembuatan terjemah Harfiyah, baik bil-misli atau   ghairi-misli. Ulama sepakat akan keharamannya. Sebab di sana terdapat penyelewengan tujuan diturunkannya Al-Quran yang primer. Yakni:
1)   Menunjukkan atas kebenaran Nabi SAW, terhadap apa yang disampaikan Allah pada Nabi
2)  Dan sebagai petunjuk bagi umat manusia, pada apa yang dilakukan mereka baik di dunia maupun di akhirat.
Bila terjemah Harfiyah dilakukan maka kedua fungsi tersebut akan lenyap.
Menurut jumhur ulama terjemah al-qur’an secara harfiyah adalah hal yang mustahil, karena dalam metode menerjemahkan semacam ini ada beberapa syarat yang tidak bisa terpenuhi, diantaranya;
a) Harus ada kesesuaian antara kosa kata bahasa asli dengan bahasa terjemahan
b) Harus ada kesesuaian antar perangkat-perangkat makna antara bahasa asli dengan bahasa terjemah.
c) Adanya kesamaan antara bahasa asli dengan bahasa terjemahan dalam hal susunan kata dan kalimat, sifat dan idhofah (penyandaran).
Karena terjemah harfiah itu tidak mungkin dapat mengungkapkan makna secara sempurna dan tidak bisa memberi pengaruh jiwa seperti pengaruh Al-Qur’an yang berbahasa arab, dan tidak ada hal yang mendesak untuk menggunakan terjemah secara harfiah, karena sudah cukup dengan terjemah secara maknawiyah.
5.      Hukum terjemahan maknawiyah

Makna asli ialah makna yang dipahami secara sama oleh setiap orang yang mengetahui pengertian lafadz secara mufrad (tunggal) dan mengetahui pula segi-segi susunan lafadz secara global sedangkan dimaksud makna sanawi ialah karakteristik( keistimewaan) susunan kalimat yang menyebabkan suatu kalimat bernilai tinggi.
       Makna asli sebagian ayat terkadang sejalan dengan prosa dan puisi kalam arab, tetapi kesejalanan tersebut tidak menyentuh mempengaruhi kemukjizatan al-qur’an. Karena kemukjizatan nya terletak pada keindahan susunan dan penjelasan yang sangat mempesona itu yang disebut dengan makna sanawi.
        Al-qur’an bukanlah hal mudah sebab tidak terdapat satu bahasa pun yang dapat menandingi bahasa arab dalam dalalah (petunjuk) lafadz-lafadz terhadap makna-makna yang oleh ahli ilmu bayan dinamakan khawassut-tarkib (karakteristik-karakteristik susunan). Hal demikian tidak mudah didakwahkan seseorang.

Segi-segi balagah qur’an dalam lafadz atau susunan, baik nakriah dan ma’rifah nya taqdim dan ta’khir-nya  disebutkan dan di hilangkan maupun hal-hal lainnya adalah menjadi keunggulan al-qur’an bahasa al-qur’an  dan ini mempunyai pengaruh tersendiri terhadap jiwa, karena bahasa manapun tidak mempunyai khawas tersebut.[3]
Adapun menerjemahkan al-qur’an secara tafsiriah, maka hal itu diperbolehkan, karena tidak ada yang perlu dikhawatirkan dalam hal tersebut. Dan terkadang hal itu justru menjadi wajib ketika menjadi washilah (perantara) untuk menyampaikan al-qur’an dan islam kepada orang-orang yang tidak bisa berbahasa arab, karena menyampaikan hal itu adalah wajib, “segala sesuatu yang tidak akan menjadi sempurna kecuali dengannya, maka ia menjadi wajib hukumnya”.
Akan tetapi diperbolehkannya terjemah al-qur’an secara Tafsiriyah dengan beberapa syarat berikut :
  1.  Tidak menjadikan terjemahan Tafsiriyah tersebut sebagai pengganti dari al-qur’an. Oleh karena itu mesti menuliskan al-qur’an dengan bahasa arab, kemudian meletakkan terjemahan tersebut di sampingnya, sehingga kedudukannya seperti tafsir bagi ayat al-qur’an.
  2.  Orang yang menerjemahkan harus benar-benar menguasai kedua bahasa tersebut dan mengetahui makna-makna lafadz syar’i dalam al-qur.an
  3.  Dan tidaklah diterima terjemah al-qur’an, kecuali dari orang-orang yang dapat dipercaya untuk melakukannya, yaitu seorang muslim yang istiqomah di dalam agama
Terkadang Qur’an menggunakan sebuah lafadz dalam pengertian majaz(kiasan) maka dalam hal demikian penerjemah hanya  mendatangkan satu lafadz yang sama dengan lafadz  arab maksudnya dalam perngertian hakiki karena hal ini dan hal lain maka terjadilah banyak kesalahan dan penerjemahan makna-makna al-qur’an.
Namun terkadang dalam 1 buah lafadz  bahasa arab dapat mengandung banyak arti, jika sudah begitu maka penerjemah harus  hanya meletakan satu kata lafadz yang hanya mengandung satu arti dangan maksud dalam arti yang sudah hakiki karena hal ini dan hal lain banyak penerjemah banyak melakukan kesalahan dalam penempatan makna-makna dalam al-qur’an
Pendapat yang dipilih syatibi diatas di anggap sebagai hujjah tentang kebolehan menerjemahkan makna asli tidaklah mutlak seperti dengan kadar darurat dalam penyampaian dakwah yaitu berkenaan dengan dakwah dan tauhid rukun ibadah dan tidak lebih dari itu sedang bagi mereka yang ingin mengetahuinya diperintahkan untuk mempelajari bahasa arab
4.  Terjemahan Tafsiriyah.
            Terjemahan tafsiriyah ini perlu ditegaskan bahwa ia adalah terjemahan bagi pemahaman pribadi yang terbatas, ia tidak mengandung semua aspek pentakwilan yang dapat diterapkan pada makna-makna al-qur’an.Penafsiran dengan menggunakan terjemahan dengan kejujuran dan kecermatan  maka cara ini disebut sebagai terjemahan tafsir atau terjemahan tafsiriyah dalam hal ini tidak ada halangan karena allah mengutus nabi muhamad untuk menyampaikan risalah islam kepada seluruh umat manusia dengan segala bangsa dan ras berbeda-beda.
    Al-qur’an diturunkan dalam bahasa arab untuk penyampaiannya kepada umat arab merupakan suatu keharusan akan tetapi umat-umat yang lain yang tidak padai bahasa arab atau tidak mengerti sama sekali, penyamapai dakwah akan bergantung pada penerjemah dakwah itu ke dalam bahasa mereka, seperti yang kita tahu kemustahialan dalam makna harfiyah dan keharamnnya , juga kemustahilan  terjemahan makna samawi. Oleh karena itu jalan teraman dengan terjemahan tafsir qur’an yang mengandung asa-asas dakwah sesuai kitab dan sunnah, ke dalam suku bangsa maka dengan cara inilah dakwah kepada mereka dan tegaklah hujjah.
Corak terjemahan ini berbeda dengan terjemahan maknawiyah sekalipun peneliti tidak pernah membeda-bedakan , sebab seakan terjemahan maknawiyah terkesan seakan-akan penerjemahan telah mengambil makna-makna al-qur’an  dari berbagi aspek dan memindahkan ke bahasa asing, terjemahan selain al-qur’an selain al-qur’an yang biasa disebut terjemahan dengan sesuai bahasa asli nya dan kita telah mengetahui ( bahaya dan kemusthilan)  yang terkandung dalam penerjemahan maknawi ini.
    Terjamahan ini adalah bagi pemahaman pribadi yang sangat terbatas karena kadang banyak orang awam yang mimikirkan secara logika bukan dengan imannya, tidak mengandung semua aspek pentakwilan yang diterapkan kepada makna-makna al-qur’an tetapi hanya mengandung sebagian takwil yang dapat dipahami penafsiran tersebut.
5.        Perbedaan Antara Terjemahan Tafsiriyah Dan Tafsir:
Ada beberapa titik perbedaan antara Tarjamah Tafsiriyah dan Tafsir dari dua segi:
1.      .Perbedaan bahasa, bahasa Tafsir terkadang atau kebanyakan memakai bahasa yang sama, sementara bahasa Tarjamah Tafsiriyah harus dengan bahasa yang berbeda.

2.    Bagi pembaca Tafsir, bisa memperhatikan rangkaian dan susunan teks asli beserta arti yang di tunjukan, di samping teks terjemahanya; sehingga dia bisa menemukan kesalahan-kesalahan yang ada, sekaligus meluruskanya. Andaikan dia tidak menangkap kesalahan itu, maka, pembaca yang lain akan menemukanya. Sedangkan pembaca terjemah, tidak sampai ke situ, karena dia tidak tahu susunan Al-Quran dan arti yang ditunjukanya, bahkan kesan yang ada, bahwa apa yang ia baca, dan ia pahami dari terjemah tersebut, adalah Tafsir atau arti yang benar terhadap Al-Quran, sedangkan pengecekan terhadap teks aslinya dan membandingkan dengan teks terjemahan, itu sudah di luar batas kemampuanya, selama dia tidak tahu bahasa Al-Quran.
Contoh ayat :
(QS:Al-Isra’[17]:29)“وَلاَ تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلاَ تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ “.
v   Jika diterjemahkan dengan terjemahan Harfiyah adalah :
“larangan menjadikan tangan terikat pada leher dan larangan mengenai melebarkan tangan selebar-lebarnya”. Hal tersebut menyimpang dari makna Al-Qur’an.
v   Jika diterjemahkan dengan terjemahan Tafsiriyah adalah :
“janganlah engkau menahan untuk bersodakoh (kikir), dan jangan pula terlalu pemurah (royal)” .
Perbedaan sangat kelihatan antara terjemahan Harfiyah yang mustahil dan terjemahan Tafsiriyah yang Ulama sepakat akan kebolehannya.
6.    Syarat-syarat penerjemah:
Seorang penerjemah Al-Quran harus memenuhi syarat-syarat berikut:
  1. Penerjemah haruslah seorang muslim, sehingga tanggung jawab keislamannya dapat dipercaya.
  2. Penerjemah haruslah seorang yang adil dan tsiqah. Karenanya, seorang fasik tidak diperkenankan menerjemahkan Alquran.
  3. Menguasai bahasa sasaran dengan teknik penyusunan kata. Ia harus mampu menulis dalam bahasa sasaran dengan baik.
  4. Berpegang teguh pada prinsip-prinsip penafsiran Al-Quran dan memenuhi kriteria sebagai mufasir, karena penerjemah pada hakikatnya adalah seorang mufasir.
7.        Membaca Al-qur’an dalam sholat dengan selain bahasa arab
Ada dua pendapat tentang mazhab yaitu :
a.            Boleh secara mutlak atau disaat tidak sanggup mengucap kan bahasa arab
b.            Haram dalam sholat dengan bacaan seperti ini tidak sah
Pendapat pertama adalah pendapat mazhab hanafi, diriwiyatkan oleh abu hanifa bahwa ia berpendapat boleh dan sah membaca qur’an dengan bahasa persia dan karena ini sebagian sahabatnya ( muridnya ) memperbolehkan pula membaca dengan bahasa turki india dan bahasa lain-lainnya, sepertinya mereka memandang dalam hal ini, Al-qur’an adalah nama bagi makna-makna yang ditunjukan oleh lafadz-lafadz arab, sedangkan makna-makna itu tidaklah berbeda dari dengan lafadz dan bahasa.
Dua murid abu hanifa, abu yusuf dan muhammad bin husain membantasi hal tersebut dengan syarat “ dalam keadaan darurat mereka memperbolehkan menggunakan bahasa selain arab asal dengan syarat ia tidak mampu mengucapkan bahas arab, “ kami memperbolehkan membaca terjemahan al-qur’an (dalam sholat) bagi yang tidak mampu jika hal itu tidak tersebut makna sebab terjemahan tersebut adalah qur’an yang dilihat dari segi cakupan terhadapat makna”  itu lebih baik dibandingkan meninggalkan bacaan karena pembebanan (taklif)  itu sesuai kemampuan.
Pendapat kedua adalah jumhur ulama mazhab hanafi syafi’i dan hanbali tidak memperbolehkan bacaan terjemahan qur’an dalam baik, baik mampu membaca bahasa arab atau tidak sebab terjemahan qur’an bukanlah qur’an , qur’an adalah perkata mukjizat yaitu kalamullah yang menurutnya sendiri.
Berkata Qadi abu bakar ibnul ‘arabi asalah satu seorang fuqaha maliki, ketika menafsirkan firman allah:[5]
“ dan jika kami jadikan al-qur’an itu suatu bacaan dalam bahasa selain bahasa arab tentulah mereka akan mengatakan:’mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya? “ apakah patut qur’an itu berbahasa asing sedangkan nabi muhammad adalah orang arab? [6]( fussilat[41]:44)
Allah telah berfirman dalam ( fussilat[41]:44) telah mematahkan pendapat dari abu hanifa bahwa dalam[7] sholat diperbolehkan dengan terjemahan al-qur’an. Seandainya qur’an di ganti dengan bahasa selain arab tentu itu bukan lagi qur’an dan juga tidak menimbukan mukjizat.
Al-Hafiz ibnu hajar salah seorang fuqaha syafii dalam fathul bar berkata :” jika seseorang sanggup mebaca dalam bahasa arab maka ia tidak boleh mengganti dengan bahasa lain walaupun ia tidak sanggup membacanya dengan bahasa arab” kemudian ia menyebutkan syar’i (allah,rasul) telah mebuat bagi mereka yang tidak sanggup membaca bahasa arab penggantinya adalah dengan dzikir.
Agama mewajibkan kepada para pemeluknya agar mempelajari bahasa arab karena bahasa ini adalah bahasa qur’an dan kunci untuk memahaminya kitab dan sunnah fardhu. Keduanya tidak dapat dipahami kecuali dengan memahami bahasa arab sesuatu yang tidak dapat di jalankan secara sempurna kecuali dengan maka ia adalah wajib.
Mengenai penerjemah dzikir (bacaaan) dalam sholat baik yang wajib seperti takhbiratul ihram maupun buka masih diperselisihkan zikir yang wajib tidak boleh diterjemahkan menurut malik ishak dan ahmad  dalam suatu riwayat yang paling shahih tetapi boleh menurut abu yusuf, muhammad dan syafi’i  sedangkan dzikir-dzikir lain tidak boleh diterjemahkan menurut malik ishak dan sebagian murid-murid syafi’i dan dzikir diselingi dengan terjemahan maka batal solatnya sementara imam syafi’i sendiri menegaskan bahwa hal demikian adalh makruh jika tidak dibaca dalam bahasa arab .
8.    Urgensi Kekuatan Umat Islam dalam menegakan Islam dan bahasa Qur’an
Terjemahan tafsir itu di perkenan kan menurut kadar kebutuhan dalam menyampaikan
Dakwah kepada negara-negara non-islam al-hafiz ibn hajar menjelaskan “barang siapa masuk islam atau ingin masuk islam lalu dibacakan qur’an kepadanya tetapi ia tidak tidak memahaminya, maka tidak ada halangan bila qur’an diterangkan kepada untuk memperkenalkan hukum-hukumnya atau agar tegaklah hujjah baginya sebab hal itu dapaat menyebabkab masuk islam.
             Kaum muslim terdahulu beranu menempuh segala kesulitan dengan kejayaan islam dalam menghadapi segala bahaya demi tersebarnya agama Allah,  mereka memakai baju kepahlawanan keadilan dan kemuliaan akhlak yang menyilaukan mata pihak lawan dengan kewibaan dan kebesaran nya, sementara bahasa arab berjalan dibelaka[8]ng mereka kemanapun mereka pergi untuk mengibarkan panji-panji mereka dan bertebaran disetiap lembah yang di injak kaki mereka dalam dakwah islam mereka tidak merasa perlu mengalihbahasakan makna-makna al-qur’an kedalam bahasa asing, hal demikian dengan keadaan mereka tetap pada kedudukan mulia dan berkuasa tidak jarang merupakan salah satu faktor pendorong para non-arab untuk mengetahui dan memperlajari bahasa arb sehingg negri-negri asing itu berbicara bahasa arab
Pentingnya bahasa asing bagi bangsa arab sehingga bangsa ini dapat mengirim misi-misi ilmiah ke berbagai universitas negara-negara lain atau mengkaji buku-buku induk ilmu pengetahuan alam di universitas-universitas.
Seandainya   negri-negri islam konsisten pada jalan kebangkitan yang pertama baik dari segi ilmu peradaban politik etika kekuasaan maupun kewibawaan,tentulah segala penjuru dunia akan menghormati mereka dan berkeinginan untuk mempelajari bahasa arab agar dapat menimba secara langsung dari sumbernya produk pemikir islam untuk menyirami kehausan akan ilmu pengetahuan bernaung dibawah kekuasaan mereka dan berlindung di bawah kedaulatan dan tentu pula dunia akan melihat kebutuhan kita terhadap seperti yang kita rasakan sekarang-sekarang ini yakni kebutuhan kita terhadap bahasa dunia.






















FOOT NOTE (CATATAN KAKI )
1.      Al-Qattan manna’khalil,
studi ilmu-ilmu qur’an/ manna khalil al-qattan; diterjemahkan dari bahasa arab  oleh Drs mudzakir AS, cet 16, Bogor, Pustka Litera AntaraNusa,2013 hal 442-454
2.      Muhammad abdul halim
Memahami al-qur’an / muhammad abdel 1999; diterjemahkan dari edisi bahasa inggris Undrestanding Qur’an : themes and style  I.B tauris and CO ltd.,london 1999, penerjemah Rofik suhud, cet 1 April 2002 hal 22-29





[1][1][1] Memahami Al-qur’an  halaman 22
[2] Studi ilmu-ilmu al-qur’an hal 444

[3][3][3]  Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an halaman 445
[4]  Studi ilmu-ilmu al-qur’an hal 449
[5]  Studi ilmu-ilmu alqur’an 449
[6] Studi ilmu-ilmu al-qur’an hal 449
[7] Balagatul halaman 21
[8]  Balagatul halaman 21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LINGKUNGAN DAN ATMOSFER PENDIDIKAN ISLAM

Keutamaan Mempelajari Al-Qur’an dan Mengajarkannya

Makalah sejarah dan Turunnya Al-Qur'an