Biografi Ibn Katsir
BIOGRAFI
IBNU KATSIR
A.
Riwayat
Hidupnya
Nama lengkap Ibnu Katsir adalah Abu
Al Fida Imaduddin Isma’il bin Syaikh Abu Hafsh Syihabuddin Umar, namun lebih dikenal
dengan nama Ibnu Katsir, ia adalah khatib di daerahnya, Ibnu Katsir bin Dhau’
bin Katsir bin Zar’ Al Qursyi, asal Al Bashrawi. Tumbuh besar di Damaskus dan
mendapatkan pendidikan di sana. Ibnu Katsir adalah seorang yang ahli tentang
ilmu-ilmu Al-Qur’an dan as-Sunah, sejarah umat-umat terdahulu dan yang akan
datang. Allah memberinya karunia berupa pandangan yang tajam dan mendalam
tentang sunatullah yang terjadi berkaitan dengan kemaslahatan, kerusakan,
kemajuan, kemunduran serta kehancuran umat ini.
Ibnu Katsir di lahirkan di desa
Mijdal termasuk bagian kota Bushra, sebelah timur Damaskus tahun 701 Hijriyah. Biografi tentang beliau dimuat dalam lebih dari 20 buku, sebagaimana
biografi yang beliau tulis ketika menulis biografi ayahnya didalam kitabnya,
pada tahun 703 Hijriah Ibnu Katsir Rahimahullah pernah berkata, “Didalamnya
(dalam tahun ini) ayahku wafat. Ayahku bernama Al Khatib Syihabuddin Abu Hafsh
Umar bin Katsir bin Dhau bin Dar Al Qurasyi.Dia berasal dari Bani Hashlah.
Mereka tergolong kabilah yang sangat mulia dan sangat menjaga silsilah.
Berakhir kepada sebagian dari mereka silsilah syaikh kami, Al Muziy, hingga hal
itu mengejutkannya dan membuatnya merasa bangga, sehingga dia menulis nasabku,
yakni Al Qurasyi”.
Berasal dari suatu desa
yang bernama Asy-Syarkawin, yang terletak di sebelah Barat Bushra. Antara
keduanya berjarak beberapa meter saja. Di lahirkan di desa tersebut pada
penghujung tahun 640 H. Dia bekerja pada pamannya dari bani Uqbah di Bushra.
Dia membaca kitab Al Bidayah yang bermadzhab Abu Hanifah.
Ayahnya
adalah seorang khatib yang wafat pada saat ia berusia 4 tahun. Kemudian
saudaranya, syaikh Abdul Wahhab yang mengasuh beliau dan mendidik beliau di
usia dininya, ia juga belajar fikih darinya pada permulaan pengenalannya
terhadap khazanah keilmuan.
Kemudian Ibnu Katsir pindah ke
Damaskus tahun 706 H, pada saat usianya 5 tahun. Kemudian ia memperdalam fikih
kepada syaikh Burhanuddin Ibrahim bin Abdurahman Al Fazari yang lebih dikenal
dengan sebutan Ibnu Farhah, wafat tahun 729 H. Ia mendengar ilmu di Damaskus
dari Isa bin Muth’im, dari Ahmad bin Abu Thalib yang mencapai usia lebih dari
100 tahun, ia lebih tersohor dengan sebutan Ibnu Syahnah dan Hijar yang wafat
pada tahun 730 H.
B.
Riwayat Pendidikan
Ibnu Katsir banyak menimba ilmu dari para ulama di kota Damaskus karena pada masa itu
kota Damaskus menjadi pusat ilmu di dunia Islam, ia banyak
belajar dari Ibnu Qasim bin Asakir, Ibnu Syairazi, Ishaq bin Amidi, Muhammad
bin Zarrad, dan juga pada syaikh Jamaluddin Yusuf bin Zaki Al Mazyi, pemilik
kitab “Tahdzib At-Tadhzib” dan Athraf
Al Kutub As-Sittah yang wafat tahun 742 H. Ibnu Katsir banyak mengambil manfaat
ilmu darinya, takhrij, syaikh Jamaluddin Yusuf bin Zaki Al Mazyi merupakan ayah
mertua Ibnu Katsir karena ia menikahi anak perempuannya yang bernama Ammatu Rahim Zainab. Ia juga banyak belajar kitab kepada syaikh Islam
TakiyuddinIbnu Taimiyah yang wafat tahun 728 Hijriyah Ibnu
Katsir adalah seorang yang bermadzhab Asy-Syafi’i, namun ia berguru kepada
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bermadzhab Hambali dan merasa takjub kepadanya, konsisten mengikutinya, mencintainya, serta banyak mengambil manfaat dari
ilmunya.
Ia juga belajar pada
syaikh Al Hafizh ahli sejarah Syamsuddin Adz-Dzahabi Muhammad bin Ahmad bin
Qaimaz beliau wafat pada tahun 748 Hijriyah, dan juga belajar pada Abu Musa Al
Qarafi yang memberinya Ijazah di Mesir, dan Al Husaini, Abu Al Fath Ad-Dabusi,
Ali bin Umar Al Wani, Yusuf Al Khatni, dan yang lainnya.
Kemudian ia pindah untuk
menjadi orator desa sebelah timur Bushra yang bermadzhab Syafi’i. Dia belajar
kepada imam Nawawi dan Syaikh Tajuddin Al Fazari. Dia sangat menghormati dan
menjunjung tinggi para gurunya, sebagaimana dikatakanoleh syaikh kami, Al
Allamah Az-Zamlakani, “Dia tinggal di kediaman gurunya selama kurang lebih 12
tahun. Kemudian pindah lagi untuk menjadi orator di desa Majidal Al Qaryah,
daerah asal ibunya. Dia tinggal disana dalam waktu yang cukup lama dengan
menggeluti kegiatan yang berkenaan dengan kebaikan, kecukupan, dan tilawah
sebanyak-banyaknya.
Dia sangat bagus dalam
beorasi. Dia diterima dengan sangat baik oleh banyak orang. Pembicaraannya
sangat akurat dan tepat dalam materi agama. Dia mengutamakan untuk tinggal di
negeri sendiri dengan alasan kelemah-lembutan yang ada di masyarakatnya dan
mudah mencari yang halal untuk kepentingan diri dan keluarganya.
Dia telah tiba di Damaskus
setelah hafal Al Qur’an dengan bimbingan ayahnya. Dia juga membaca mukaddimah
nahwu serta menghafal At-Tanbih dan syarahnya dengan bimbingan Al Allamah
Tajuddin Al Fazari. Dia berhasil menyusun kitab Al Muntakhab dalam bidang ilmu
Ushul Fikih. Demikian yang di katakan oleh syaikh Ibnu Az-Zamlakani. Kemudian
dia terjatuh dari dataran Asy-Syamiyah Al Baraniyah hingga udzur dalam beberapa
hari, dan akhirnya wafat.
Dia menghafalkan “Jumal Az-zujaji”. Mempelajari nahwu,
ilmu-ilmu kearaban, bahasa Arab, syair-syair Arab. Dia sanggup menghafal
syair-syair yang bagus, indah, dan bernilai tinggi dalam bidang pemberian
puji-pujian khusus untuk orang-orang yang shalih yang telah meninggal, dan
sedikit tentang huruf-huruf.
C. Pendapat Ulama’ Tentang
Ibnu Katsir dan Tafsirnya
Al Hafizh Syamsuddin
Adz-Dzahabi berkomentar di dalam kitab“Al
Mu’jam Al Mukhtash” ia adalah seorang imam, mufti, dan muhaddits yang
mumpuni, seorang fakih yang solid, musaffir yang hebat, dan banyak memiliki
karangan kitab yang berguna.
Al Hafizh Ibnu Hajar
berkomentar di dalam kitab “Ad-Durar Al Kaminah”ia
senantiasa berusaha keras dan sibuk dalam mempelajari hadist, mengenai matan,
perawi, dan banyak merangkum. Ia sangat baik dalam canda dan bersosial, buku
karangannya yang ia terapkan adalah kehidupannya sehari-hari, dan bagi banyak
orang merasakan manfaaat sepeninggalannya, tidak ada seorangpun yang
mengklaimnya kurang baik dalam ilmu hadist, ia cenderung disebut sebagai
muhaddist yang ahli dalam fikih.”
As-suyuthi mengomentari
hal ini dengan mengatakan, “ia adalah seorang yang patut dijadikan panutan
dalam pengetahuan mengenai kedudukan hadits, yang shahih, lemah, cacat,
perbedaan-perbedaan jalur dan para perawinya, serta jahr wa ta’dil. Adapun
mengenai Al Ali wa An-Nazil dan sejenisnya, semua itu hanya tambahan, dan bukan
dasa-dasar yang penting.”
Sejarawan tersohor, Abu Al
Mahasin Jamaludin Yusuf bin Saifudin yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu
Taghari Burdi Al Hanafi di dalam kitabnya “Al
Minhal Ash-Shafidan Al Mustaufi Ba’dal Wafi”, syaikh Imam Al Allamah
Imaduddin Abu Al Fida senantiasa menyibukan diri dalam ilmu, konsisten,
menyimpulkan dan berkarya,ia mahir dalam fikih, tafsir, dan hadits, ia
menghimpun, menulis, meneliti, membuat disiplin ilmu yang baru, dan mengarang.
Ia sangat banyak meneliti hadits, tafsir, fikih, bahasa arab, dan lainnya. Juga
berfatwa dan senantiasa mempelajari hal baru hingga wafat.
Ibnu Katsir sangat
terkenal dengan akurasi dan kejeliannya, ia adalah pemuka dalam berbagai bidang
ilmu, sejarah, tafsir, dan hadits. Ia pernah berucap dalam bait syairnya:
“Hari-hari berlalu, kita digiring menuju ajal yang telah di tentukan dengan
mata yang senantiasa mengawasi
Masa muda yang telah berlalu takkan pernah kembali, uban yang terus tumbuh
tak dapat di hindari.”
Syaikh Manna’ al-Qaththan
menjelaskan tentang tafsir Ibnu Katsir yaitu, daya kritisnya yang sangat tinggi
terhadap cerita-cerita isra’ilyaḧ yang banyak tersebar dalam kitab-kitab tafsir
bi al-Ma’tsur, baik secara global maupun mendetail. ditambahkan Syaikh Manna’’
al-Qaththan bahwa akan lebih baik lagi andai kata ia menyelidiki secara tuntas,
atau bahkan tidak memuatnya sama sekali jika tidak untuk keperluan filterisasi
dan penelitian.
Murid-murid Ibnu Katsir sangat
banyak, diantaranya adalah: Ibnu Hajar yang berkomentar tentangnya, “Ia adalah
orang yang paling hafal matan hadits yang pernah kami jumpai, yang paling
mengerti tentang jahr wa ta’dil, rijal
hadits, kedudukan shahih dan dha’if, semua sahabat dan guru-gurunya
mengakui hal itu. Setiap kali menghadiri halaqah yang ia pimpin, saya
senantiasa mendapatkan hal yang baru darinya meskipun intensitas pertemuan itu
sangat ketat.”
Ibnu Imad Al Hambali
berkata di dalam kitabnya “Syadzarat
Adz-Dzahab”, “Al Hafizh al Kabir Imaduddin telah hafal At-Tanbih wa Ardhuhu pada usia 18 tahun, ia hafal “Mukhtashar Ibnu Hajib”, banyak
merangkum, jarang lupa, memiliki pemahaman yang sangat baik, menguasi ilmu
bahasa Arab, dan membuat nadzam yang sederhana.
Ibnu Habib berkomentar
tentangnya, “ia banyak mendengar, menghimpun dan menyusun, paling peka saat mendengar
fatwa, meriwayatkan dan banyak memberi manfaat, berbagai fatwanya tersebar ke
seantero negeri, dan ia terkenal dengan akurasi dan kejeliannya”.
D. Karya Tulisnya
Kitab-kitab besar dan berbagai mukhtasar karangannya
1.
Diantara yang pernah dia
karang adalah: Tafsir Al-Qur’an Al Karim, ia termasuk salah satu kitab yang
banyak memberikan manfaat mengenai riwayat, menafsirkan Al-Qur’an dengan
Al-Qur’an, kemudian dengan hadits-hadits yang mahsyur yang terdapat dalam diwan para muhadditsin dengan berbagai
sanadnya, ia banyak mengomentari sanad-sanad itu dari sisi jahr wa ta’dil. Ia biasa menjelaskan kejanggalan dan keanehan yang
terdapat dalam sanad-sanad tersebut, kemudian menyebutkan atsar para sahabat
dan tabi’in. As-Suyuthi berkomentar dalam hal ini, “Tidak pernah di karang
kitab yang sepertinya.”
2.
Kitab sejarah yang
diberi nama “Al Bidayah wa An-Nihayah”
yang banyak menyebutkan tentang kisah para nabi dan umat-umat terdahulu yang
tertera dalam Al Qur’an dan
hadits-hadits yang shahih. Ia menjelaskan beberapa penyimpangan, kejanggalan
dan kisah-kisah israiliyat, kemudian meneliti sejarah hidup nabi (sirah
nabawiyah) dan sejarah umat islam hingga zamannya. Kemudian menjelaskan pula
tentang bencana dan malapetaka (fitan), tanda-tanda kiamat, malahim, dan kondisi
akhirat. Ibnu Taghari Burdi berkata, “ia sangat baik dalam memaparkan semua
itu, Al Badri Al Aini pun mengikuti jejaknya dalam sejarah.”
3. Kitab “At-Takmil fi Ma’rifati
Ats-Tsiqat wa Adh-Dhua’afa, wa Al Majahil” yang mana ia menghimpun dua
kitab gurunya syaikh Al Mazyi dan Adz-Dzahabi, yakni kitab “Tahdzibul Kamal fi Asma’i Ar-rijal” dan “Mizan Al I’tidal fi Naqd Ar-Rijal” dengan memberikan berbagai
tambahan yang sangat baik dan berguna dalam hal jahr wa ta’dil.
4.
Kitab “Al Huda wa Sunan fi Ahadits Al Masanid wa
Sunan” yaitu yang lebih di kenal dengan “Jami’
Al Masanid”, ia menggabung antara Musnad Ahmad, Al Bazzar, Abu Ya’la, Ibnu
Abi Syaibah, dan kutub sittah; dua kitab shahih dan empat Sunan, dan ia
menyusunnya berdasarkan bab-bab pembahasan.
5.
Thabaqat Syafi’iah satu
jilid sederhana dilengkapi manaqib Syafi’i.
6.
Ia mentakhrij
hadits-hadits Adillah At-Tanbih dalam fikih Syafi’i.
7.
Ia mentakhrij
hadits-hadits Mukhtashar Ibnu Hajib Al
Ashli.
8.
Membuat Syarah Bukhari,
namun tidak menyempurnakannya.
9.
Membuat kitab besar
mengenai hukum, namun tidak menyempurnakannya dan sudah sampai pada bab tentang
haji.
10.
Membuat ringkasan kitab
Ibnu Shalah dalam ilmu hadits. Al Hafizh Al Asqalani berkata, “ia banyak
memberikan manfaat pada kitab itu.”
11.
Mushnad Syaikhaini,
yakni Abu Bakar RA dan Umar RA.
12.
Sirah nabawiyah yang
panjang lebar. Ia menyebutkannya pada saat menafsirkan surat Al Ahzaab dalam
kisah perang Khandak.
13.
Ringkasan sirah
nabawiyah yang di terbitkan di Mesir pada tahun 1358 H. Dengan nama Al Fushul
fi Ikhtishar Sirah Ar-Rasul.
14.
Kitab Al Muqaddimat yang
ia sebutkan dalam ringkasan Muqaddimah Ibnu Shalah dan menyempurnakannya.
15.
Mukhtashar kitab Madkhal
lil Baihaqi, sebagaimana telah di sebutkan dalam muqadimah risalah ini, yaitu
“Ikhtisar Ulum Al Hadits.”
16.
Risal fil Jihad. Telah
diterbitkan.
E. Tafsirnya
Tentang tafsirnya ini Muhammad Rasyid
Rida memberikan komentarnya yaitu:
Tafsir ini merupakan tafsir paling
masyhur yang memberikan perhatian besar terhadap apa yang diriwayatkan dari
para musafir salaf dan menjelaskan makna-makna ayat dan hukum-hukumnya serta
menjauhi pembahasan i’rab dan cabang-cabang balagah yang pada umumnya
dibicarakan secara panjang lebar oleh kebanyakan musafir; juga menjauhi
pembicaraan yang melebar pada ilmu-ilmu lain yang tidak diperlukan dalam
memahami Qur’an secara umum atau memahami hukum dan nasihat-nasihatnya secara
khusus.
Di antara ciri khas atau
keistimewaannya ialah perhatiannya yang cukup besar terhadap apa yang mereka
namakan “tafsir Qur’an dengan Qur’an.”Dan sepanjang pengetahuan kami, tafsir
ini merupakan tafsir yang paling banyak memuat atau memaparkan ayat-ayat yang
bersesuaian maknanya, kemudian diikuti dengan (penafsiran ayat dengan)
hadis-hadis marfu’ yang ada relevansinya dengan ayat (yang sedang ditafsirkan) serta
menjelaskan apa yang dijadikan hujjah dari ayat tersebut. Kemudian diikuti pula
dengan asar para sahabat dan pendapat tabi’in dan ulama salaf sesudahnya.
Termasuk keistimewaannya pula ialah
disertakannya selalu peringatan akan cerita-cerita Isra’iliyat tertolak
(munkar) yang banyak tersebar dalam tafsir-tafsir bil-ma’sur, baik peringatan
itu secara global maupun mendetail. Namun
akan sangat lebih baik lagi andaikan ia menyelidikinya secara tuntas,
atau bahkan tidak memuatnya samasekali jika tidak untuk keperluan penyaringan
dan penelitian.Ibnu Katsir(Isma’il bin ‘Amr al-Qurasyi bin Kasir al-Basri ad-Dimasyqi
‘Imaduddin Abul Fida’al-Hafiz al-Muhaddis asy-Syafi’i) merupakan salah satu
ulama tafsir yang terkenal. Salah satu karya beliau yang melambungkan namanya
yaitu tafsir klasik Al-Qur’an yang menjadi pegangan kaum muslimin selama
berabad-abad, karena beliau melakukan kajian tafsir dengan sangat teliti,
dilengkapi dengan hadis-hadis dan riwayat-riwayat yang masyhur. Kecermatannya
dalam menafsirkan kitab suci Al-Qur’an menjadikan Tafsir Ibnu Katsir sebagai
kitab rujukan di hampir semua majelis kajian tafsir diseluruh dunia Islam.
F.
Prestasi Keilmuan
Berkat kegigihan belajarnya, akhirnya beliau menjadi ahli tafsir ternama,
ahli hadits, sejarawan serta ahli fiqih. Kitab beliau dalam bidang tafsir yaitu
Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim menjadi
kitab tafsir terbesar
dan tershahih hingga saat
ini, kitab Tafsir al-Qur’an
al-‘Azhim masih menjadi rujukan sampai saat ini karena pengaruhnya yang
begitu besar besar dalam bidang keagamaan di samping kitab tafsir
Muhammad bin Jarir
ath-Thabari. Para ulama mengatakan
bahwa tafsir Ibnu
Katsir adalah sebaik-baik
tafsir yang ada
di zaman ini, karena
ia memiliki berbagai
keistimewaan. Keistimewaan yang
terpenting adalah menafsirkan
al-Qur’an dengan al-Qur’an
(ayat dengan ayat
yang lain), menafsirkan
al-Qur’an dengan as-Sunnah (Hadits), kemudian
dengan perkataan para
salafush shalih (pendahulu
kita yang sholih,
yakni para shahabat, tabi’in dan
tabi’ut)
G. Wafatnya Ibnu Katsir
Pengarang Minhal Ash-Shafi
berkata, ia wafat pada hari Kamis, tanggal 26 Sya’ban, tahun 774 H pada usia 74
tahun.Beliau
dimakamkan di sebelah kuburan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di pemakaman
ash-Shufiah kawasan Damaskus.
Al Hafizh ibnu Hajar
berkata, “ia kehilangan penglihatan (buta) di akhir usianya. Semoga Allah
senantiasa merahmati dan meridhainya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Derajat
Hadits Ibnu Katsir
2. Ringkasan
Bidayah wa Nihayah,Ibnu Katsir
3. Pengantar
Studi Ilmu Al-Qur’an
Baccarat Strategy & Rules - FBCASINO.COM
BalasHapus› 바카라사이트 baccarat › games › 인카지노 strategy › baccarat 1xbet › games › strategy Nov 17, 2018 — Nov 17, 2018 A classic casino game. You pick two numbers. The dealer then rolls dice and places them, one on the other side.